Nasib Rakyat Tak Semulus Jalan Tol
Oleh : Ainun Jariah, Amd. Keb
Sebagaimana dilansir CNN Indonesia (2/2/19), politikus PDIP menyatakan keberadaan jalan tol yang sudah menyambung dari Jakarta sampai Surabaya itu karena kerja keras Jokowi selama empat tahun terakhir. Oleh karena itu, kata Hendra masyarakat yang tidak mendukung Jokowi tidak boleh menggunakan jalan tol yang telah dibangun pemerintah.
Adapun persoalan jalan tol berbayar, sebagaimana dikutip pada media detik Finance (3/2/19), Jakarta- pengusaha logistik membenarkan bahwa alasan para sopir truk untuk mengalihkan lajunya kembali ke jalur pantura daripada tol trans Jawa karena tarif yang mahal.
Jalan tol yang notabene memiliki tarif tertentu sesuai peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah sejatinya adalah bentuk kezaliman penguasa terhadap rakyat.
Bukan karena masalah pembangunannya atau di era pemerintahan siapa dibangunnya infrastruktur. Apalagi telah diketahui bahwa proyek pembangunannya turun temurun dari rezim sebelumnya.
Sebagaimana disampaikan oleh Umar Hasyim sebagai sekretaris DPW PAN yang dikutip pada media Kompas.com (3/2/19) bahwa pembangunan jalan bebas hambatan di Jawa tengah sudah digagas sejak era gubernur Jawa tengah, Mardiyanto. Kemudian dilanjutkan para penggantinya sampai sekarang.
Infrastruktur pada hakikatnya adalah layanan publik yang disediakan negara untuk kemudahan akses transportasi dalam mengangkut produksi maupun penumpang, gratis tanpa dipungut biaya.
Oleh karena kesalahan dasar yaitu akibat pilihan sistem ekonomi yang salah bahkan rusak, layanan publik yang harusnya gratis menjadi lahan bisnis dalam sistem demokrasi.
Maka suatu kepastian bahwa rakyatlah yang akan menjadi korban penerapan sistem yang salah oleh kepala negara. Tanpa terkecuali siapa pun yang menjabat sebagai kepala negara.
Kepala negara adalah pelayan urusan umat, bukan semata-mata individu. Dia dipilih untuk menjalankan fungsi sebagai kepala negara yang memang seharusnya ia lakukan.
Imam (pemimpin) adalah penggembala dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas gembalaannya (rakyatnya). Umat adalah seluruh warga negara tanpa memandang status sosial.
Seluruh warga berhak atau layanan publik yang gratis. Maka hal ini tentulah hanya akan didukung apabila sistem yang gunakan adalah sistem yang benar yang bersumber dari sang Ilahi, yaitu sistem Islam.
Tatkala sistem Islam dianut oleh pemerintah dan diterapkan dalam segala aspek kehidupan maka dalam hal infrastruktur saja tidak hanya jalan tol, akan mampu memberi layanan yang memuaskan untuk seluruh warga negara baik muslim maupun non-muslim. Sebagaimana gambaran infrastruktur pada masa kekhilafahan Islam.
Sebagai contoh pada masa Bani Umayyah, Cordova menjadi ibukota Andalus yang muslim dan menjadi tempat terindah di dunia. Kota ini dikelilingi dengan taman-taman hijau.
Pada malam harinya diterangi dengan lampu-lampu sehingga pejalan kaki memperoleh cahaya sepanjang sepuluh mil tanpa terputus. Lorong-lorongnya dialasi dengan batu ubin dan sampah-sampah disingkirkan dari jalan dan lain-lain.
Jika beralih ke Baghdad akan dijumpai bahwa biaya yang dibelanjakan untuk membangun kota ini mencapai 4.800.000 dirham, sedang jumlah pekerja mencapai 100.000 orang. Kota ini mempunyai tiga lapis tembok besar dan kecil mencapai 6.000 buah di bagian timur dan 4.000 buah di bagian barat. Tempat mandinya mencapai 60.000 buah.
Masjid-masjid mencapai 300.000 buah. Selain sungai Dijlah dan Furat, terdapat 11 sungai cabang yang airnya mengalir le seluruh rumah-rumah dan istana-istana Baghdad. Bukti majunya peradaban Islam dalam pembangunan tentu tidak terbatas pada tempat tersebut.
Maka tidak ada pilihan lain bagi umat yang mendambakan kesejahteraan hakiki selain mengupayakan tegaknya sistem Islam dan mencampakkan sistem demokrasi sekuler yang hanya memberikan janji-janji palsu dan melahirkan berbagai macam kesulitan tatkala sistem tersebut masih diterapkan.[MO/ad]
Post Comment
Tidak ada komentar