Mahfud MD Kenal Baik Novel Baswedan: Kalau Saya Presiden, Dia Jaksa Agung
GELORA.CO - Menko Polhukam, Mahfud MD, menanggapi polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjegal 75 pegawai KPK menjadi ASN. Salah satu nama yang masuk dalam daftar tidak tulus TWK adalah penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Mulanya, Mahfud MD mendapatkan pertanyaan dalam dialog antara Rektor dan Pimpinan Perguruan Tinggi se-DIY di UGM. Pertanyaan itu menyinggung soal alih status ASN malah menjegal orang-orang yang dikenal baik di KPK.
"Kata bapak itu 12 orang (75 pegawai -red) orang itu orang yang baik, iya kata bapak dan kata saya. Tapi kata yang lain tidak. Lalu ukurannya siapa yang mau dianggap benar?" kata Mahfud dalam dialog yang ditayangkan live di akun YouTube UGM, Sabtu (5/6).
Ia mengaku kenal dengan sosok Novel Baswedan. Saat menjadi Ketua MK, Mahfud pernah diperiksa sebagai saksi oleh Novel selaku penyidik KPK dalam sebuah kasus. Dia menceritakan pengalaman tersebut.
Namun Mahfud tak menyebut kasus apa yang membuatnya diperiksa. Tetapi pada 2014, ia pernah diperiksa ketika sudah tak menjadi Ketua MK dalam perkara suap sengketa Pilkada yang ketika itu menjerat Akil Mochtar.
"Bahwa saya dengan Pak Novel Baswedan, Pak, baik. Waktu saya Ketua MK, saya datang ke dia, ketika katanya ada kasus korupsi, saya datang periksa, saya diperiksa hanya tidak lebih dari 15 menit," ucap Mahfud.
Tak lama diperiksa, kata Mahfud, Novel berdiri. Sambil hormat, Novel mengatakan kepada Mahfud "Pak kalau pemimpin negara seperti bapak semua beres negara ini," cerita Mahfud.
"Dia bilang begitu, saya bilang 'kalau saya jadi presiden Anda Jaksa Agung. Saya bilang begitu. hahaha. Waktu itu. Bilang," ucap Mahfud.
Mahfud pun menyayangkan ada orang yang menganggap Novel politis.
"Tetapi banyak orang yang menganggap Novel Baswedan ini politis. Kalau orang partai tertentu yang jelas kesalahannya dibiarin. Ini kata orang ya, sudah ada laporannya dibiarin. Yang ditembak partai-partai ini aja, misalnya. Ada orang yang mengatakan begitu," ucapnya.
Diketahui, nasib 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK kini berada di ujung tanduk. Setelah dibebastugaskan, kini ancaman pemecatan pun semakin nyata.
Sejak awal pengumuman hasil TWK, KPK menyatakan belum akan memberhentikan pegawai yang tidak lulus. Namun kebijakan pimpinan KPK semakin mengarah ke sana.
"Sampai hari ini tidak pernah KPK memberhentikan, tidak pernah KPK memecat, dan tidak pernah juga berpikir KPK untuk menghentikan dengan hormat maupun tidak hormat," kata Firli Bahuri, Kamis (20/5).
Tak lama usai pengumuman hasil TWK, 75 pegawai KPK itu langsung dibebastugaskan melalui SK yang diteken Firli Bahuri. Hal ini diprotes sejumlah pihak. Bahkan Presiden Jokowi menyatakan TWK seharusnya tak bisa menjadi dasar pemecatan 75 pegawai KPK.
Alhasil, rapat koordinasi kemudian dilakukan pada 25 Mei 2021. Namun, hasil rapat dinilai malah tidak sesuai dengan arahan Presiden.
Dari 75 pegawai itu, 51 orang di antaranya dinyatakan sudah tidak bisa lagi dibina. Bahkan, mereka disebut sudah tidak bisa lagi di KPK per 1 November 2021.
Sementara 24 pegawai lainnya dianggap masih bisa dibina. Namun, hal itu pun tidak ada kepastian bahwa mereka akan menjadi ASN. Mereka masih harus menjalani tes kembali.
Polemik ini belum termasuk materi TWK yang dinilai bermasalah dan dasar hukum yang dianggap tidak jelas. Sehingga, muncul anggapan TWK ini menjadi alat untuk menyingkirkan pihak tertentu dari KPK.
Firli Bahuri disebut-sebut menjadi pihak yang menyelundupkan pasal mengenai TWK sebagai syarat alih status ASN di Peraturan KPK. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu dasar pelaporan 75 pegawai ke Dewas KPK.
Saat ini, 75 pegawai sedang melakukan perlawanan. Mereka melaporkan pimpinan KPK dan TWK ke Dewas, Ombudsman, hingga Komnas HAM. (*)
Tidak ada komentar