Jalan Tol untuk Siapa?
Oleh: Tri S, S.Si
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
Mediaoposisi.com-Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengajak masyarakat untuk mendukung pasangan nomor urut 1 di Pilpres 2019. Hendrar Bahkan meminta masyarakat tak menggunakan jalan tol bila tak mau mendukung pasangan nomor urut 1 itu. Hal tersebut disampaikan Hendrar saat menghadiri silaturahmi Jokowi dengan Paguyuban Pengusaha Jawa Tengah (PPJT di SemarangTown Square, Semarang (CNN Indonesia, 2/2/2019).
Hendrar hadir sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDIP Kota Semarang. Hendrar naik keatas panggung sebelum Jokowi hadir di lokasi acara. Hendrar lantas bertanya soal waktu tempuh dari Semarang ke Jakarta ketika melalui jalan tol. Sebagian pengusaha yang hadir menjawab sekitar 5 jam. Dia kemudian juga bertanya waktu tempuh Semarang ke Surabaya jika lewat tol. Sejumlah pengusaha yang hadir menjawab sekitar 3 jam.
Politikus PDIP itu menyatakan keberadaan jalan tol yang sudah menyambung dari Jakarta sampai Surabaya itu karena kerja keras Jokowi selama empat tahun terakhir. Oleh karena itu, kata Hendrar masyarakat yang tidak mendukung Jokowi tidak boleh menggunakan jalan tol yang telah dibangun pemerintah.
�Disampaikan ke saudaranya di luar sana, kalau tidak mau dukung Jokowi jangan pakai jalan tol,� kata Hendrar disambut riuh hadirin. Hendrar kemudian meminta masyarakat mengajak keluarganya memilih pasangan Jokowi-Ma�ruf pada pesta demokrasi lima tahunan ini.
Sekretaris DWP Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Tengah Umar Hasyim mengatakan, pernyataan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi yang meminta masyarakat untuk tidak menggunakan jalan tol jika tidak mendukung pasangan Joko Widodo � Ma�ruf Amin adalah lucu dan berlebihan (Kompas.com, 3/2/2019).
Menurut Umar, pembangunan jalan bebas hambatan di Jawa Tengah sudah digagas sejak era Gubernur Jawa Tengah, Mardiyanto.
�Pada waktu itu saya anggota Dewan di provinsi, jadi saya tahu persis konsep tentang jalan tol. Kemudian dilanjutkan para penggantinya sampai sekarang,� kata Umar di Solo, Jawa Tengah, Minggu (3/2/2019).
Oleh karena itu, menurut dia, klaim pembangunan jalan tol tersebut hanya kerja dari salah satu pasangan calon tertentu adalah berlebihan. Alasannya, pembangunan jalan tol tidak hanya digagas oleh eksekutif, tetapi juga dengan pertimbangan legislatif.
Padahal pejabat yang duduk di kursi legislatif berasal dari berbagai partai politik (parpol). Artinya, tidak hanya dari satu partai politik.
�Kalau mereka menganggap itu memang nyaman, tetapi bagi saya tidak nyaman, tidak etis, ini berlebihan,� kata Umar yang juga Wakil Sekretaris BPN Prabowo-Sandi Jateng.
Dikutip dari www.voa-islam.com, terdapat empat aturan umum terkait pembangunan infrastruktur publik dalam Islam.
Pertama, pembangunan infrasruktur adalah tanggungjawab negara. Kedua, adanya kejelasan terkait kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, termasuk distribusi barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat, juga kepastian jalannya politik ekonomi secara benar. Ketiga, rancangan tata kelola ruang dan wilayah dalam negara khilafah didesain sedemikian rupa sehingga mengurangi kebutuhan transportasi. Keempat, pendanaan pembangunan infrastruktur khilafah berasal dari dana Baitul Mal, tanpa memungut sepeser pun dana masyarakat. Hal itu sangat memungkinkan karena kekayaan milik umum dan kekayaan milik negara memang secara riil dikuasai dan dikelola oleh negara.
Terkait poin keempat, masalah pembiayaan. Indonesia yang saat ini tengah gencar-gencarnya melakukan pembangunan infrastruktur dan mengalami kendala dalam hal pendanaannya. Alokasi dana infrastruktur dalam APBN tidak bisa mencukupi keseluruhan dana pembangunan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dalam paket kebijakan ekonominya, Presiden Jokowi berupaya menambah pendanaan infrastruktur melalui penarikan investor-investor asing.
Persoalan dana pembangunan proyek infrastruktur termasuk di dalamnya infrastruktur transportasi tidaklah akan menjadi masalah ketika sistem ekonomi yang digunakan oleh suatu negara adalah sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam meniscayakan sebuah negara mengelola seluruh kekayaan yang dimilikinya sehingga mampu membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk kemaslahatan publik.
Dengan pengelolaan kekayaan umum (milkiyyah �ammah) dan kekayaan negara (milkiyyah daulah) yang benar berdasarkan Islam, menjadikan sebuah negara mampu membiayai penyelenggaraan negara tanpa harus ngutang, termasuk untuk membangun infrastruktur transportasinya.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan sistem ekonomi yang kapitalistik seperti sekarang ini yang berujung dan bertumpu pada investor swasta sehingga tidak hanya sibuk memikirkan berapa besar investasi yang diperlukan, dari mana asalnya tapi juga harus berpikir keras bagaimana mengembalikan investasi bahkan menangguk keuntungan dari proyek tersebut.
Sistem ekonomi kapitalistik tidak berprinsip bahwa pengadaan infrastruktur negara adalah bagian dari pelaksanaan akan kewajiban negara dalam melakukan pelayanan (ri�ayah) terhadap rakyatnya. Karenanya, sistem ekonomi kapitalistik ini bukan hanya sistem ekonominya yang salah, bahkan ini adalah sistem yang rusak.
Dengan demikian jelaslah hanya Sistem Ekonomi dan Politik Islam lah yang menjamin pembangunan infrastruktur negara bagi rakyatnya dan sistem ekonomi dan politik Islam ini hanya dapat terlaksana secara paripurna dalam bingkai Khilafah Islam sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, para khulafaur rasyidin hingga khilafah Ustmaniyah.
Jalan tol sebagai infrastruktur berbayar di klaim keberhasilan rezim dalam kampanye, padahal bentuk kezhaliman pengusasa terhadap rakyat. Hakekat infrastruktur adalah layanan publik yang disediakan negara untuk kemudahan akses transportasi dalam mengangkut produksi maupun penumpang, gratis tanpa bayar. Kepala negara adalah pelayan urusan umat, bukan semata-mata individu. Dia dipilih untuk menjalankan fungsi sebagai kepala negara yang memang seharusnya ia lakukan.[MO/sr]
Post Comment
Tidak ada komentar