Breaking News

Di ILC, Komedian asal Papua Komentari soal Polemik Papua, Ungkap Jokowi Baik tapi Sayangkan Hal Ini



Komedian asal Papua sekaligus Tokoh Pemuda Papua, Mamat Alkatiri mengungkap curahan hatinya terkait polemik di Papua.

Hal itu diungkapkan Mamat Alkatiri dalam acara �Indonesia Lawyers Club (ILC)� pada Selasa (3/9/2019).

Mamat Alkatiri tampak kesal dengan adannya perseteruan di kalangan elit maupun di kalangan bawah.

�Saya komedian yang selalu menertawakan hal hal dalam kehidupan tapi hari ini bersedih karena bapak-bapak kita yang ada di atas bertengkar yang di bawah juga bertengkar jadi bingung saya,� ujar Mamat Alkatiri dikutip TribunWow.com dari live streamingchannel YouTube tvOneNews pada Selasa (3/9/2019).

Sebagaimana diketahui kerusuhan yang terjadi di Papua ini merupakan buntut dari adanya tindak rasialisme di Surabaya dan Malang beberapa waktu lalu.

Namun, Mamat mengatakan bahwa rasialisme pada rakyat Papua sudah sejak lama terjadi.

�Ini kan bukan kejadian pertama sebenarnya, kita tiap tahun akan membicarakan soal Papua seperti ini terus.�

�Dari sudah lama masalah rasisme saya dari 2010 saya alami itu, persekusi saya sudah saya alami itu,� ujar Mamat.

Sehingga menurutnya, kasus di Surabaya dan Malang merupakan puncak kemarahan Mahasiswa Papua soal rasialisme.

�Dan ini bukan kasus pertama, ini kasus yang berulang-ulang sehingga mahasiswa-mahasiswa ini sudah muak, marah lalu melampiaskan kekecawannya,� ungkap pemuda asal Fakfak tersebut.

Menurut Mamat, orang Papua selama ini sudah sabar dengan perlakuan sebagian orang yang berlaku rasisem

�Lalu pemerintah dengan gampangnya suruh minta kita untuk meminta maaf, eh saling memaafkan dan segalanya macam itu ya oke kita mau dibilang kita orang Papua harus memaafkan orang lain, kita sudah memanfakan sesama yang lain ini sudah terlalu lama kita sudah terlalu sabar untuk menghadapi kasus-kasus seperti ini,� papar Mamat.

Pada kesempatan itu, pemuda 27 tahun tersebut turut mengungkap bagaimana Rakyat Papua mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

�Pemerintah juga agak bingung, saya bingung mau bilang apa sama pemerintah sampai saat ini.�

�Bukan Pak Jokowi, kalau Pak Jokowi saya tahu punya niat baik saya tahu yang seperti yang tadi Politisi dari PDIP bilang tadi Pak Jokowi punya niat baik dan orang Papua membalas itu dengan memilih beliau 90 persen memilih beliau,� ungkap Mamat.

Kendati demikian, menurut Mamat, rakyat Papua masih belum bisa menerima hal yang dilakukan oleh orang-orang di bawah presiden.

Orang-orang di bawah presiden masih menggunakan cara lama yang tidak membuat rakyat Papua tak bersimpati.

�Tapi kan yang sekelilingnya ini adalah orang-orang lama yang menggunakan cara-cara lama pendekatan-pendekatan militer dengan kami orang Papua,� tutur Mamat.





Peniliti LIPI Beberkan Faktor Kerusuhan di Papua

Peneliti Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiatri mengungkapkan ada 4 faktor yang menyebabkan kerusuhan di Papua.

Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Sabtu (31/8/2109), Aisah menyebut 4 masalah tersebut sampai saat ini belum diselesaikan oleh pemerintah sehingga menimbulkan kemarahan warga Papua.

Aisah menyebut, masalah penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) adalah satu di antaranya.

Aisah mengungkapkan bahwa penyelesaian masalah HAM di Papua sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat awal pemerintahannya tahun 2014.

�Tapi sampai saat ini pelanggaran HAM yang terjadi di Wasior, Wamena, Paniai ini belum terselesaikan. Dan itu terjadi di era reformasi,� kata Aisah.

Selain masalah pelanggaran HAM, Aisah juga menyoroti tentang pembangunan yang dilakukan pemerintah di tanah Papua.

Ia menilai pembangunan di Papua gagal, karena tidak berhasil menyejahterakan masyarakat di sana.

Aisah menuturkan bahwa meskipun pembangunan sudah dilakukan, kemiskinan di Papua terutama di kota dan kabupaten terus meningkat.


Kondisi terkini Jayapura Papua pasca kerusuhan pada Kamis (29/8/2019). (Kompas.com)
Ini yang dinilai Aisah menjadi alasannya menyebut pembangunan di Papua gagal.

�Ini Ironi sebenarnya, karena Otsus (Otonomi Khusus) sudah berjalan hampir 30 tahun.�

�Tapi kok enggak ada perubahan padahal Otsus itu untuk Orang Asli Papua (OAP),� kata Aisah.

Selanjutnya, Aisah menganggap selama ini pemerintah selalu menghindari perdebatan tentang status dan sejarah politik di Papua.

Padahal menurutnya segala permasalahan politik di Papua dapat diselesaikan dengan dibentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Papua.

KKR tesrebut dapat digunakan untuk meluruskan sejarah dan politik papua yang belum selesai sampai saat ini.

�Nah sebenarnya di UU Otsus sudah ada yang mengatur itu (penyelesaian masalah Papua) dengan membuat KKR,� ucapnya.

Aisah lantas mneybutkan akar permasalahan keempat yang menyebabkan terjadinya kerusuhan yakni adanya diskriminasi pada mahasiswa Papua di Surabaya belum lama ini.

�Akar masalah konflik di Papua, salah satunya diskriminasi itu salah satu masalahnya dan itu terbukti dan kita menemukan di kejadian di Jawa timur ini,� tutur Aisah. trbsnws

Tidak ada komentar