Beda Cerita Wiranto Hadapi Demo Mahasiswa 1998 dan 2019
DEMOKRASI.CO.ID - Sosok Menkopolhukam Wiranto jadi sorotan di media sosial. Pasalnya, peran Wiranto hari ini dalam menyikapi gelombang aksi demo mahasiswa mengingatkan publik pada peristiwa demo mahasiswa tahun 1998. Kala itu, Wiranto juga punya andil dalam menangani demo mahasiswa.
Pada Rabu (25/9/2019), detikcom berusaha merangkum lagi kronik sejarah gelombang demo mahasiswa 1998 dan peran Wiranto. Begini rangkumannya:
1998: Wiranto Keluarkan Instruksi Untuk Tindak Tegas Mahasiswa
Pada tahun 1998, Wiranto menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) sekaligus Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab). Ketika memasuki bulan Mei 1998, pemerintahan Presiden Soeharto kalau itu sudah di ujung tanduk. Kondisi saat itu, Indonesia sedang dalam masa krisis moneter. Kepercayaan publik kepada pemerintah pun mulai luntur.
Hingga pada akhirnya, merujuk pada buku 'Konflik dan Perdamaian Etnis di Indonesia' karya Samsu Rizal Panggabean, gerakan demo mahasiswa dimulai di berbagai daerah. Menanggapi hal ini, Wiranto selaku Pangab pada 4 Mei 1998 mengeluarkan instruksi kepada aparat agar menindak tegas mahasiswa yang keluar dari kampusnya untuk berdemo. Namun, demo mahasiswa tak lagi terbendung. Mahasiswa tak acuh dengan instruksi Wiranto kepada aparat. Mahasiswa dari berbagai daerah pada 20 Mei 1998 menduduki gedung DPR.
Seperti dicatat dalam buku 'Sejarah Pergerakan Nasional' yang ditulis oleh Fajriudin Muttaqin, dkk, mahasiswa pun menuntut Soeharto agar lekas turun dari tampuk kekuasaan. Sedangkan Soeharto tetap pada pendiriannya untuk melakukan reformasi usai tahun 2003. Protes para mahasiswa pun makin tak terbendung lantaran reformasi tak kunjung terlaksana. Aksi demonstrasi bermunculan kembali di sejumlah daerah. Seperti di antaranya, Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Ujungpandang dan daerah lainnya. Meledaklah peristiwa 12 Mei yang dikenal dengan tragedi Trisakti. Kekacauan pecah saat mahasiswa Trisakti dihalangi saat hendak menuju Gedung DPR.
Melihat dampak dari sejumlah demonstrasi dan tragedi berdarah Trisakti ini, sidang paripurna pun diusulkan untuk digelar. Masih dari buku "Sejarah Pergerakan Nasional", dijelaskan bahwa Ketua DPR/MPR Harmoko menyatakan bahwa kepada pers, Wakil Ketua dan Ketua Dewan setuju menggelar sidang paripurna pada 19 Mei 1998. Sejumlah tokoh turut diundang ke Istana untuk berdiskusi soal masalah ini. Mereka adalah Emha Ainun Nadjib, Megawati, Amien Rais, Yusril Ihza Mahendra, Nurcholis Madjid dan tokoh lainnya. Hingga hasilnya, pada hari Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan bahwa dirinya melepaskan jabatannya sebagai Presiden.
2019: Wiranto Minta Mahasiswa Lebih Etis Saat Berdemo
Pada bulan September 2019 ini, peran Wiranto seperti memunculkan deja vu. Massa dari berbagai kalangan--mayoritas mahasiswa--tengah menggelar aksi menolak revisi UU KPK, RKUHP hingga menolak pimpinan KPK yang baru. Wiranto yang kini Menko Polhukam menyatakan penyampaian pendapat di muka umum boleh-boleh saja, asal lebih etis.
"Ya kita kan sudah tahu ya bahwa penyampaian pendapat di muka umum itu dibolehkan kalau jalurnya sudah buntu. Ketika ada satu jalur lain yang lebih terhormat, lebih etis ya, ya kirim perwakilan dan bicara, ya dengan institusi yang memang perlu mendengarkan aspirasi masyarakat," kata Wiranto di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat (23/9/2019). Wiranto menjawab pertanyaan apakah ada imbauan untuk mahasiswa yang turun ke jalan di beberapa daerah.
"Tapi kalau demo-demo seperti ini kan melelahkan, mengganggu ketenteraman umum, mengganggu ketertiban, ya dan juga hasilnya kurang bagus karena proses koordinasi, proses dialog, itu nggak terjadi ya," imbuh Wiranto.
Wiranto berharap ada perwakilan yang bertemu dengan pejabat-pejabat kementerian yang berkaitan dengan apa yang diaspirasikan itu. Wiranto takut aksi di jalanan ditunggangi.
"Lebih baik ya ada perwakilan menemui kementerian mana, lembaga mana yang kira-kira perlu mendengarkan aspirasi masyarakat. Ini lebih bagus sebenarnya ya ketimbang kita ramai-ramai di jalan, nanti ditunggangi oleh pihak-pihak lain, menimbulkan kekacauan, akan merugikan masyarakat dan merugikan kita semua," jelas dia.
Wiranto mengatakan mahasiswa mempunyai intelektualitas yang tinggi. Dia ingin penyampaian aspirasi terjadi dalam proses yang sehat. [dtk]
Tidak ada komentar