UNDIP DAN MASA DEPAN SURAM SUARA KRITIS DAN NALAR AKADEMIS KAMPUS
Oleh : Nasrudin Joha
Sebagai institusi, Undip jelas bangga melihat anak didiknya atau dosen dan guru besarnya, tampil diruang publik dan menokoh ditengah masyarakat. Sebab, kapasitas keilmuan kampus dan gengsi akademis itu bukan saat 'pameran mengajar' didepan mahasiswa. Namun, ketika sivitas Undip nampu 'bertarung' diruang publik bersama insan ilmu dan para tokoh pendidik lainnya.
Apa hebatnya seorang dosen yang merasa pintar hanya didepan mahasiswanya ? Apa hebatnya dosen yang hanya merasa besar dan 'berwenang' dilingkungan kampusnya ? Itu sama saja ayam kampung, katak dalam tempurung.
Lantas bagaimana dengan Prof Suteki ? Apakah beliau ayam sayur ? Yang hanya gagah memaparkan argurmentasi didepan mahasiswa diruang kelas ?
Kita periksa.
Prof Suteki adalah profesor sosiologi hukum, bahkan bisa dikatakan pewaris Nasab 'Hukum Progresif' Prof Satjipto Rahardjo. Konon, hukum progresif adalah mahzab hukum sebagai ciri identitas sekaligus kebanggaan Fakultas Hukum Undip.
Beliau, mampu berargumen dan mempertahankan argurmentasi secara ilmiah didepan forum sidang MK saat uji materi Perppu ormas. Beliau, juga mumpuni merinci filsafat Pancasila untuk mengkritisi tudingan anti Pancasila terhadap sebuah ormas Islam, di forum sidang PTUN Jakarta.
Argurmentasi yang beliau sampaikan bukan hanya didengar dan di anggukan mahasiswa. Sejumlah Lawyers, ahli hukum, hakim, dan tokoh level nasional ikut 'bertarung secara ilmiah' untuk mengkritisi argurmentasi Prof Suteki. Dan beliau, mampu menghadapi itu.
Prof Suteki, juga mampu menyampaikan argumentasi dalam sebuah forum bergengsi di ILC. Bahkan, statement hukum yang berbobot dan berbeda dengan panelis lainnya -karena menggunakan perspektif sosiologi hukum dan teori hukum progresif- memberi warna berbeda dalam diskusi. Diskusi ini juga diskusi bergengsi, bukan diskusi seorang dosen yang merasa gagah memenangkan pertarungan melawan mahasiswanya diruang kelas.
Prof Suteki adalah sedikit diantara para pendidik yang mampu meruhanikan ilmu. Profesor yang tidak hanya berwacana tentang kebenaran dan keadilan, tetapi terlibat aktif ikut terjun langsung membenahi kondisi masyarakat agar menjadi 'benar' dan 'berkeadilan'.
Lantas, kenapa Dosen dan Guru besar seperti Prof Suteki ini, yang telah mengharumkan nama Undip, justru mendapat perlakuan zalim dari Rektor Undip ? Kenapa putera terbaik dan kebanggaan Undip ini, yang turut melambungkan nama Undip di kancah nasional justru dipersekusi jabatannya oleh Rektor Undip ?
Lantas, siapa Prof Yos Johan ? Apa kiprah beliau ditingkat nasional ? Legacy apa yang ditorehkan sehingga dikenang publik mengharumkan nama Undip ?
Tindakan persekusi ini, justru akan menjadi preseden buruk di kalangan sivitas akademika Undip khususnya dan kampus pada umumnya. Tindakan diktator Rektor Undip yang tega dan zalim kepada Prof Suteki, akan mematikan suara kritis dan nalar akademis insan kampus.
Atas dasar cari aman, khawatir dipersekusi, insan kampus Kedepan akan memilih diam dan membiarkan kesalahan. Meskipun keyakinan ilmu 2+2 adalah 4, namun insan kampus akan bungkam dan taklid buta pada otoritas kampus yang memaksa hasil penjumlahan 2+2 adalah 5.
Selamatkan Prof Suteki, selamatkan Undip, selamatkan nalar kritis dan tradisi ilmu insan akademis. Save Prof Suteki dari kezaliman dan diktatorisme Prof Yos Johan, Rektor Undip. [].
Tidak ada komentar