Blunder, Yang Gaji Kamu Siapa ?
Oleh : Bagas Kurniawan
(Aliwa' Institute)
Mediaoposisi.com-Tagar #YangGajiKamuSiapa memuncaki trending topic sejak Kamis (31/1) tengah malam dengan jumlah cuitan 14 ribu. Aksi penyindiran yang dilakukan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara terhadap salah satu aparatur sipil negara (ASN) ramai diperbincangkan di linimasa Twitter.
Seorang ASN yang menghadiri acara bertajuk "Kominfo Next" di Hall Basket Senayan, Jakarta Selatan pada Kamis (31/1) memilih stiker nomor dua dari dua desain stiker yang ditempel saat sosialisasi Pemilu 2019. Rudiantara yang menghadiri acara yang sama kemudian bertanya alasan ASN memilih stiker nomor dua. Dengan lugu, ASN tersebut menjawab dalam konteks Pilpres 2019.
"Bismillahirrahmanirrahim, mungkin terkait keyakinan saja, Pak. Keyakinan atas visi-misi yang disampaikan nomor dua, yakin saja," ucap ASN tersebut lugas. Kemudian ketika Rudianta menyuruh ASN tersebut kembali ke tempat duduk, sembari bertolak pinggang Rudiantara memanggil ASN itu lagi.
"Bu! Bu! Yang bayar gaji ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa? Hah?" ujar Rudiantara dengan suara meninggi. "Bukan yang keyakinan ibu? Ya sudah makasih," lanjutnya Rudiantara.
Sampai-sampai tagar #YangGajiKamuSiapa menjadi tranding topic dunia. Menegaskan bahwa masyarakat saat ini sangat peduli dengan kondisi terkini yang menimpa negeri ini. Terlebih yang melakukan hal tersebut adalah seorang Mentri yang seharusnya bersikap arif dalam berucap.
Melihat kondisi menjelang pilpres, suhu politik kian memanas. Menandakan bahwa sikap yang diambil oleh Mentri Rudiantara dinilai oleh sebagian masyarakat adalah sesuatu sikap yang arogansi. Seperti cuitan netizen @Aalyahfa
"Arogansi dari seorang menteri Komunikasi dan informasi. Kalian siapa??!!! Sombong sekali!!!
Anda juga di bayar dari uang rakyat dari uang negara!!!#YangGajiKamuSiapa???
Menteri2 di rezim ini aneh-aneh!!!".
Dengan demikian, kenetralan seorang Mentri di rezim Jokowi patut dipertanyakan. Walaupun sering disampaikan kepada masyarakat, lembaga eksekutif harus netral dalam pilpres, tapi faktanya tidak demikian.
Dan yang lebih anehnya lagi. Pertanyaan yang keluar dari mulut sang Mentri dengan mengungkit gaji siapa yang bayar. Maka itu akan menjadi boomerang bagi diri dan jajarannya. Karena ketika pejabat negara dipilih untuk menjalankan fungsinya sebagai pelayan rakyat. Disitu mereka berhak untuk mendapatkan hasil berupa gajih. Dan tentu yang menggaji mereka bukan dari pemerintah melainkan dari negara. Negara yang bersumber pendapatan meliputi pajak dari rakyat. Pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam menjalankan tugasnya. Yaitu berkewajiban membayarkan upah dari kewajibannya sebagai pelayan masyarakat.
Oleh sebab itu, tak pantas bagi seorang pejabat negara mendiskreditkan bawahannya menanyai dengan nada tinggi dan disaksikan oleh banyak orang. Menjadi bukti bahwa, rezim yang saat ini berkuasa benar-benar menjadikan alat negara untuk menjaga tampuk kekuasaan. Ketika ada yang berbeda pendapat langsung di interogasi, bahkan tak jarang yang langsung dilaporkan kepada pihak berwenang agar diproses.
Namun, ketika suatu kasus menimpa koalisi dari partai pengusung dan LSM yang dengan terang mendukung tidak diproses secara hukum. Bahkan kasusnya nyaris tak terdengar. Contohnya, Ade Armando, Viktor Laiskodat, Sukmawati, dan masih banyak lagi.
Rakyat Sudah Cerdas
Ketimpangan dan ketidakadilan terus dipertontonkan hingga hari ini. Menyatakan waktu debat pertama berlangsung tidak mempunyai "beban masa lalu" tapi faktanya saat ini terus berjalan. Dengan demikian, rakyat sudah jengah melihat kenalaran pejabat yang tak kunjung mau memperbaiki, malah justru menggambarkan bahwa dirinya tidak salah dan juga tidak harus merasa bersalah.
Berapa janji yang di ingkari, rakyat sudah tahu bahwa kesengsaraan yang ia dapatkan. Jadi, tidak ada cara lain selain menyandarkan segala sesuatunya hanya kepada Allah, termasuk kondisi negeri ini yang carut-marut. Yang pasti, Allah akan memberikan kenikmatannya tanpa harus meminta gaji. Karena dengan ini kita semua diberikan kehidupan termasuk alam semesta dan pejabatnya. Coba banyangkan jikalau Allah sang pencipta manusia meminta gajih kepada kita ? Apakah kita akan sanggup untuk membayarnya ?
Bersyukur kita kepada Allah SWT. Namun, tidak cukup rasa syukur yang kita berikan hanya sebatas pada ibadah ritual, tapi syukuri segala sesuatunya dengan menerapkan seluruh syari'at-Nya agar syukur itu berubah menjadi barokah, agar negeri ini lebih baik. Dan tentunya mental pejabat jadi lebih baik. Karena ia akan sadar bahwa semua kenikmatan yang ia dapatkan semata-mata atas pemberian dari Allah SWT.[MO/sr]
Tidak ada komentar