Unboxing Infodemik Liar
Jangan percaya semua yang Anda baca dari internet. Ungkapan ini sangat mengena untuk kondisi saat ini, dimana seiring merebaknya virus Covid-19 di seluruh dunia, begitu juga klaim palsu, teori konspirasi, dan disinformasi tentang penyakit tersebut.
Ada begitu banyak informasi yang tidak akurat yang beredar diluar sana hingga WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) menyebutnya sebagai “infodemik”.
Beberapa mitos yang tersebar misalnya bahwa Covid-19 adalah buatan manusia, minuman herbal bisa menyembuhkan penyakit akibat corona, masker wajah adalah hal yang wajib, hingga suhu panas bisa mematikan virus corona. Yang terbaru dan menghebohkan adanya penemuan antibody penyembuh Coronavirus Desease (Covid-19) oleh seorang bernama Hadi Pranoto.
Bahkan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) telah mencatat 544 jumlah kabar burung atau hoakx terkait virus corona di masyarakat, sejak Januari hingga Agustus 2020.
Sebelumnya, Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebut telah mendeteksi 1.160 hoaks di Indonesia sejak 23 Januari hingga 1 April 2020. Dari ribuan hoax itu, Kominfo telah memblokir 750 hoax Covid-19.
Informasi Salah dan Berbahaya
Covid-19 menyebar ke seluruh dunia dengan sangat cepat. Sementara, pengetahuan ilmiah tentangnya tertinggal. Sehingga memberi ruang terbuka munculnya infodemik.
Infodemik terlihat sepele dan tanpa konsekuensi. Namun, sesungguhnya tak boleh diacuhkan karena dapat menyebabkan kebingungan, kecemasan, bahkan kematian. Sejumlah negara melaporkan kasus-kasus orang minum bahan berbahaya yang disangka dapat melindungi diri dari virus corona. Mereka malah jatuh sakit dan beberapa meninggal. Bahkan pada level negara menimbulkan kekacauan stabilitas social-politik, ketertiban social dan merusak wibawa pemerintah.
Beberapa mitos memang ada yang benar, ada yang membutuhkan penjelasan dan tak sedikit pula yang salah total. Makin produktifnya infodemik tentang Covid-19 diluar sana menjadi indikasi adanya sensor dan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah di beberapa negara (pun di Indonesia) hingga telah menciptakan wadah untuk penyebaran informasi yang salah.
Tak heran, berkembangnya fenomena ini makin mengikis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Lantas, apa yang kemudian bisa dilakukan oleh pemerintah sang pemilik otoritas tertinggi di negeri ini?
Pertama, negara wajib untuk hadir secara penuh dalam pengelolaan informasi public melalui institusi-institusi yang ditunjuk.
Kedua, merubah paradigma sistem kesehatan Indonesia, dari berbasis komersial menjadi berbasis jaminan (memberi perlindungan kesehatan). Karena tak bisa dipungkiri, system kesehatan Indonesia hari ini sangat rentan terhadap Covid-19. Semisal minimnya sarana prasarana kesehatan, mahalnya biaya kesehatan, ikut menyumbang grafik peningkatan jumlah pasien corona di negeri ini.
Ketiga, melakukan screening Covid-19 secara massif dan massal. Untuk memudahkan pengisolasian orang sakit bergejala Covid-19 sehingga tidak bercampur dengan orang yang sehat dan tidak berdampak pada roda ekonomi masyarakat.
Keempat, memberikan support penuh terhadap pakar ilmuwan untuk segera menemukan vaksin virus Covid-19, agar bisa diproduksi massal dan dibagikan secara cuma-cuma kepada rakyat.
Kelima, negara memastikan memberikan perlindungan dan jaminan kebutuhan hidup selama masa pandemic, agar tidak terjadi goncangan ekonomi di masyarakat.[]
Oleh: Denik Dwi Wahyuningtyas
Post Comment
Tidak ada komentar