Keluarga Miskin Baru karena Salah Memilih Besan?
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan jumlah rumah tangga miskin saat ini mencapai sekitar 5,7 juta keluarga yang tersebar di seluruh Indonesia.
Muhadjri menyebut jumlah rumah tangga miskin terus meningkat lantaran keluarga miskin menikah dengan keluarga miskin lain, sehingga memunculkan rumah tangga miskin baru.
Muhadjir mengatakan saat menjadi pembicara inti dalam webinar yang digelar oleh Kowani, Selasa (4/8).
bahwa jika sesama keluarga miskin besanan akan melahirkan keluarga miskin baru. (cnnindonesia.com, 4/8/2020)
Nasib menjadi orang miskin di sistem kapitalis sungguh tidak adil, sudah tidak bisa sekolah karena miskin kuota, tidak bisa makan enak ataupun hidup layak, mencari nafkah memulung sampah dicurigai sebagai pencuri, menikahpun mulai terancam menjadi kambing hitam bakal menimbulkan keluarga miskin baru.
Padahal tujuan pernikahan dalam Islam ialah untuk menundukkan pandangan serta membentengi diri dari perbuatan keji dan kotor yang dapat merendahkan martabat seseorang. Dalam Islam, sebuah pernikahan akan memelihara serta melindungi dari kerusakan serta kekacauan yang ada di masyarakat. Jadi tujuan pernikahan bukan untuk menjadi kaya dengan cara mencari besan kaya.
Rasulullah Saw. memberi tuntunan bagaimana caranya agar bisa memilih pasangan yang tepat? Hal ini tak lepas dari tuntunan Islam bukan berdasarkan akal manusia.
Jika kita seorang wanita maka pilihlah calon suami yang bisa menjadi imam yang baik. Jika kita seorang pria maka pilihlah calon istri yang sholihah, baik dan patuh.
Rasulullah Saw. bersabda, "Wanita dinikahi karena 4 hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya atau (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi."(HR. Bukhari-Muslim)
Akar Masalah Kemiskinan
Jika ditelisik lebih dalam, kemiskinan bukan karena salah memilih besan. Ini adalah pernyataan yang kurang bijaksana yang dikeluarkan oleh seorang pejabat negara dalam hal ini oleh seorang mentri.
Kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi tidak bisa dilepaskan dari praktek kapitalisme. Karena ideologi ini mendasarkan kepemilikan harta pada liberalisme atau kebebasan.
Siapapun yang pintar, memiliki modal besar, lincah dan memiliki akses(dekat dengan penguasa) baik itu kesempatan ataupun peluang untuk memperoleh harta, terbuka seluas-luasnya. Tak ada batasan halal dan haram. Profesi apapun, sekalipun itu maksiat dalam pandangan syariat Islam jika dianggap tidak merugikan orang lain secara langsung, diperkenankan.
Dalam kapitalisme, mengakuisisi kepemilikan umum seperti barang tambang, sumber air, pembangkit listrik ataupun hutan dilegalkan oleh undang-undang hasil kolusi antara kekuatan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Wajar jika di dalam negara demokrasi, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Sistem Ekonomi Islam Menjamin Kesejahteraan
Menurut pandangan Islam, kemiskinan adalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) secara menyeluruh. Sebagai sebuah sistem, negara Khilafah akan meniscayakan sebuah mekanisme agar kebutuhan primer ini terpenuhi. Untuk rakyat miskin, jelas mereka diutamakan dibanding pemenuhan umum bagi seluruh rakyat.
Tata laksananya berawal dengan mensyariatkan pemenuhan nafkah si miskin kepada kerabat dekat yang memiliki hubungan waris. Jika si miskin tak punya kerabat yang seperti ini, maka kewajiban memberi nafkah kepadanya dipindahkan ke anggaran pos zakat yang sepanjang sejarah khilafah menjadi sumber pendapatan yang melimpah.
Selain pos pengelolaan kepemilikan umum dan pos pengelolaan kepemilikan negara. Di dalam pemasukan negara khilafah juga terdapat pos ketiga yaitu pos pengelolaan zakat maal. Dimana zakat maal terdiri dari zakat peternakan, pertanian, emas dan perak, barang tambang, perniagaan, barang temuan(rikaz), dan zakat profesi.
Karena ini adalah zakat maal maka tidak boleh didistribusikan kecuali hanya untuk 8 asnaf ( golongan) yang telah ditetapkan dalam Quran surat at-Taubah ayat 60. Delapan golongan tersebut yaitu untuk fakir, miskin, gharim, riqab, fisabilillah, muallaf, ibnu sabil, dan amil zakat.
Hasil pos pengelolaan zakat tidak boleh dipergunakan untuk pembiayaan infrastruktur dan lain-lain di luar dari 8 golongan tadi.
Jika dari anggaran zakat tidak ditemukan, maka kewajiban tersebut berlaku untuk baitul maal. Jika di baitul maal tidak terdapat harta sama sekali, maka kewajiban tersebut berlaku atas seluruh kaum Muslim.
Sejarah telah mencatat keberhasilan pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz sekalipun hanya tiga tahun telah berhasil mengentaskan kemiskinan hingga harta zakat harus didistribusikan hingga ke Afrika.
Dalam kitab al-Amwal, Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. ‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun, di Baitul Maal masih terdapat banyak uang,’’ tutur sang gubernur dalam surat balasannya.
Khalifah Umar lalu memerintahkan, ‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya!’’ Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, ‘’Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Maal masih banyak uang.’’
Khalifah lalu memerintahkan lagi, ‘’Kalau begitu bila ada seorang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya!’’ Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah, ’’Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah.’’ Namun, di Baitul Maal ternyata dana yang tersimpan masih banyak.
Khalifah Umar lalu memberi pengarahan, ‘’Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah mereka pinjaman agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.’’
Itulah bukti nyata, bukan sekedar cerita. Sistem seperti mekanisme kerja sistem Islam inilah yang layak kita upayakan dan kita percayai. Metode pelaksanaannya sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa hingga mampu menurunkan angka kemiskinan bahkan bisa hilang sama sekali.[]
Oleh: Nabila Zidane
Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban
Post Comment
Tidak ada komentar