Ketua Fatwa MUI Sebut Pengidap Corona Haram Ikut Sholat Jumat
SWARAKYAT.COM - Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Hasanuddin Abdul Fatah menyampaikan bahwa menjaga kesehatan adalah kewajiban bagi seluruh umat Islam. Salah satu cara menjaga kesehatan adalah dengan tidak mendekati kepada hal-hal yang bisa menyebabkan seseorang terpapar penyakit.
“Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams),” kata Kiai Hasanuddin dalam siaran persnya, Senin (16/3/2020).
Jika seandainya seseorang terpapar dengan penyakit, maka sebaiknya tidak beraktifitas yang membuat orang lain bisa tertular apabila penyakit itu memang menular. Salah satunya adalah dengan virus corona.
Bahkan mengisolasi diri menjadi hal yang dianggap wajib agar virus yang mereka idap tidak menular ke orang lain, apalagi saat ini virus tersebut tengah menjadi wabah dan belum ditemukan vaksinnya.
“Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain,” ujarnya.
Mengisolasi dan menjaga diri ini pun tidak lepas dari perkara syariah. Salah satu yang disebutkan Kiai Hasanuddin adalah sholat Jumat di mana syarat sahnya minimal harus berjumlah 40 orang. Dengan kondisi ini apabila seseorang yang sudah terpapar virus Corona ikut bergabung sholat Jumat maka potensi penyebaran virus dengan nama Covid-19 itu pun semakin besar.
Dalam kondisi itu, Kiai Hasanuddin mewakili Komisi Fatwa MUI Pusat menyarankan agar umat Islam yang terpapar virus Corona bisa mengganti sholat Jumat dengan sholat dzuhur saja karena alasan darurat.
“Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur di tempat kediaman, karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal,” tuturnya.
Bahkan hukumnya haram bagi umat Islam yang terpapar virus Corona ikut dalam kegiatan ibadah muammalah maupun ibadah mahdloh yang melibatkan banyak orang, sementara dirinya bisa menjadi sebab tertularnya penyakit tersebut kepada orang lain.
“Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu atau rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar,” tegasnya.
Sementara bagi orang-orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar Covid-19, Kiai Hasanuddin juga menyarankan agar umat Islam mengganti sholat Jumat dengan sholat dzuhur ketika otoritas pemerintah setempat mengambil kebijakan tersebut demi meminimalisir penyebaran wabahnya.
“Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya,” pungkasnya.
Sementara untuk daerah yang memiliki tingkat pemaparan lebih rendah dan tidak ada status darurat Covid-19, ia mengatakan bahwa ibadah-ibadah wajib tetap dilaksanakan sekalipun dengan melibatkan orang banyak.
“Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa,” jelasnya.
Hanya saja meningkatkan kewaspadaan tetap harus dilakukan agar penyakit tidak mudah menular.
“Dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun,” tutupnya.
Sumber : inisiatifnews
Post Comment
Tidak ada komentar