Breaking News

Sandi lagi-lagi TERBUKTI Benar, Neraca Perdagangan Tekor Terparah Sepanjang Sejarah Indonesia Merdeka

  Opini    KU   - Ucapan Sandiaga Uno saat Debat Pilpres 2019 lagi-lagi terbukti Benar. 

"Pagi ini, saya mendengar berita tidak baik, dimana neraca perdagangan kita bulan April ini mengalami defisit terburuk sepanjang sejarah. Isu ini pernah saya dan Pak @prabowo angkat dalam debat Capres-Cawapres bulan maret lalu, dan akhirnya ini betul-betul terjadi," kata Sandi di akun twitternya, 16 Mei 2019.






Rilis Neraca Perdagangan
Defisit April 2019, Terparah Sepanjang Sejarah RI Merdeka!

Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis hasil ekspor dan impor pada April 2019. Serta laporan neraca perdagangan.

Pada periode tersebut ekspor tercatat US$ 12,6 miliar atau turun 13,1% year on year. Sedangkan impor mencapai US$ 15,10 miliar atau turun 6,58%.

Dengan hasil tersebut neraca perdagangan pada April 2019 mencatatkan defisit hingga US$ 2,5 miliar. Angka ini di luar ekspektasi pasar.

Berdasarkan data Refinitiv, defisit ini merupakan terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia.

Link: https://www.cnbcindonesia.com/news/20190515112433-4-72590/defisit-april-2019-terparah-sepanjang-sejarah-ri-merdeka

[video - debat Sandi]



Video terlekat

Pagi ini, saya mendengar berita tidak baik, dimana neraca perdagangan kita bulan April ini mengalami defisit terburuk sepanjang sejarah. Isu ini pernah saya dan Pak @prabowo angkat dalam debat Capres-Cawapres bulan maret lalu, dan akhirnya ini betul-betul terjadi.

4.328 orang memperbincangkan tentang ini



Neraca Dagang Jebol, Investor Asing Tinggalkan Indonesia! ??

  Opini    KU   - Investor asing langsung bergerak cepat meninggalkan pasar saham Indonesia pasca mendengar kabar yang tak mengenakan terkait dengan rilis data perdagangan internasional periode April 2019.

Sepanjang bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ekspor Indonesia ambruk hingga 13,1% secara tahunan, lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi sebesar 6,2% saja. Sementara itu, impor melemah sebesar 6,58%, lebih baik dibandingkan konsensus yang memperkirakan kejatuhan sebesar 11,36%.





Alhasil, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,5 miliar, jauh lebih besar dibandingkan konsensus yang hanya sebesar US$ 497 juta. Defisit pada bulan April menjadi yang pertama dalam 3 bulan terakhir. Pada bulan Februari, neraca dagang membukukan surplus senilai US$ 330 juta, sementara surplus pada bulan Maret adalah senilai US$ 540 juta.

Sebelum data perdagangan internasional diumumkan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 12,3 miliar di pasar saham tanah air. Kini, nilai jual bersihnya sudah mencapai Rp 37,9 miliar atau bertambah 3 kali lipat lebih.

Sementara itu, IHSG yang sebelum riis data perdagangan internasional hanya melemah tipis 0,06% kini sudah jatuh sebesar 0,71% ke level 6.028,21.

Dengan defisit neraca dagang yang begitu lebar, maka defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menjadi sangat sulit untuk diredam. Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.

Praktis, rupiah menjadi tak memiliki pijakan untuk menguat. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,07% di pasar spot ke level Rp 14.435/dolar AS.

Ketika rupiah melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerguian kurs sehingga wajar jika aksi jual dilakukan di pasar saham tanah air.

Saham-saham yang banyak dilepas investor asing di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 92,2 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 65,5 miliar), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 20,4 miliar), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 13,8 miliar), dan PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 10,1 miliar)

Sumber: CNBCIndonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) : Dagang dengan China, RI Alami Tekor US$7,1 Miliar (Rp 100 Triliun) ?? 


  Opini    KU   - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan antara Januari hingga April 2019 sebesar US$2,56 miiar. Defisit ini tercatat lebih besar ketimbang periode yang sama tahun lalu US$1,4 miliar.

Berdasarkan data BPS, beberapa contoh negara yang menyebabkan defisit neraca perdagangan dari Januari hingga April terdiri dari Jepang, yaitu sebesar US$873 juta atau naik 74,6 persen dari tahun sebelumnya, yakni US$500 juta.

Selain itu, Indonesia juga mencatat defisit perdagangan dengan Thailand dengan angka sebesar US$1,35 miliar atau turun 9,39 persen dibanding tahun sebelumnya US$1,49 miliar.



Namun, defisit neraca perdagangan Indonesia yang paling besar adalah dengan China. Selama empat bulan pertama tahun ini, nilai defisit perdagangan Indonesia dengan negara tirai bambu itu mencapai US$7,1 miliar (Rp 102 Triliun) atau meningkat dibanding setahun sebelumnya, yakni US$5,76 miliar.

Defisit terjadi karena impor asal China masih lebih besar ketimbang ekspor Indonesia ke China. Hingga kuartal I 2019, impor asal China tercatat US$14,37 miliar, sedangkan ekspor Indonesia ke China hanya US$7,27 miliar.,

Jika dilihat lebih rinci, impor China ke Indonesia paling banyak didominasi oleh kelompok barang mesin-mesin dan pesawat mekanik dengan nilai US$3,46 miliar. Setelah itu, impor mesin dan peralatan listrik dari China membanjiri Indonesia dengan nilai US$2,93 miliar. Diikuti dengan impor besi dan baja dengan nilai US$768,62 juta.

Namun, jika dilihat melalui kode HS delapan digit, impor dari China dengan nilai terbesar adalah peralatan transmisi listrik dan penangkap transmisi dengan nilai US$470,82 juta.

Kemudian, nilai impor itu disusul oleh laptop asal China dengan nilai US$319,19 juta, panel sirkuit untuk televisi sebesar US$226,65 juta, dan baja dengan lebar 600 milimeter (mm) dengan nilai US$128,92 juta.

Meski mencatat defisit dengan beberapa negara, Indonesia masih mencatat neraca perdagangan yang surplus dengan beberapa negara. Berdasarkan data Januari hingga April 2019, tiga negara surplus paling besar diperoleh Indonesia setelah berdagang dengan Amerika Serikat sebesar US$2,91 miliar, India sebesar US$2,38 miliar, dan Belanda dengan nilai US$805 juta.

"Meski Indonesia masih alami surplus dari beberapa negara, kami berharap ke depan defisit neraca dagang akan terus membaik," ujar Kepala BPS Suhariyanto, Rabu (15/5/2019).

Sumber: CNNIndonesia



Tidak ada komentar