Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK), Diskriminasikan Siswa Miskin
![]() |
Gambar: Ilustrasi |
Oleh : Lusi Damayanti, S. Kom
Mediaoposisi.com-Saat ini, telah memasuki dunia digital. Segala aspek kehidupan dapat tersedia secara online seperti belanja kebutuhan sehari-hari, alat transportasi online, dll. Hal ini juga tercakup dalam bidang pendidikan seperti halnya saat ini Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Ini merupakan kemajuan dalam bidang pendidikan, yang mana awalnya ujian menggunakan alat tulis pensil dan kertas, sekarang menggunakan komputer.
Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) diikuti oleh siswa dalam jenjang pendidikan seperti SMP/MTS dan SMA/MA/SMK. Dan, hal ini diminta untuk didukung oleh semua pihak. Baik itu pihak pemerintah, sekolah, guru-guru, para siswa, maupun orang tua.
Namun dalam pelaksanaannya, dukungan lebih dititikberatkan pada sebagian pihak saja. Dalam pelaksanaan, juga masih banyak terjadi kendala atau hambatan seperti komputer yang sewaktu-waktu bisa rusak mendadak, jaringan internet yang padat/lambat, server yang down, maupun listrik yang padam. Juga, hal terpenting yang harus diperhatikan ialah masih banyak sekolah-sekolah belum memiliki fasilitas komputer yang layak dan jumlah yang cukup untuk digunakan.
Pada saat ini, Ujian Tulis Berbasis Komputer sedang memasuki masa-masa persiapan seperti antisipasi terjadinya koneksi yang terlalu padat saat berlangsungnya ujian. Untuk itu, panitia UTBK Lokal dan Lembaga Tes Masuk perguruan tinggi sedang menginstal atau mengunduh seluruh soal ujian. Kegiatan ini ditinjau oleh Menristekdikti, Mohammad Nasir, di Kampus Universitas Diponegoro Semarang.
Saat ini, kebanyakan peristiwa yang terjadi adalah ketika pihak sekolah tidak dapat memenuhi jumlah komputer sesuai banyaknya siswa. Pada akhirnya, para siswa membawa laptop yang ia miliki untuk melengkapi kekurangan komputer tersebut.
Nah, hal ini menimbulkan masalah baru. Sebab, tidak semua siswa bisa memiliki laptop. Para orang tua juga kebanyakan tidak mampu untuk melengkapi fasilitas anak-anaknya untuk membelikan sebuah laptop yang harganya cukup mahal.
Dan, saat para siswa lulus sekolah, mereka akan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Biaya untuk kuliah juga belum bisa dijangkau bagi mereka yang tidak mampu. Ternyata, banyak para lulusan SMA/SMK yang telah bekerja tetapi tetap ingin melanjutkan kuliah. Namun, lagi-lagi harus terkendala oleh biaya. Walaupun mereka sudah bekerja, tetapi masih belum cukup untuk membiayai kegiatan perkuliahan.
Hal-hal ini timbul akibat sistem kapitalis yang sedang berlangsung dan sangat merugikan banyak orang, khususnya rakyat miskin yang tidak mampu. Pemerintah tidak bertanggung jawab secara total untuk pendidikan warganya. Pemerintah dan pihak sekolah melibatkan siswa juga para orang tua untuk melengkapi alat-alat belajar. Pendidikan yang memadai seperti barang mewah yang hanya dapat dinikmati oleh orang-orang tertentu. Padahal, sejatinya pendidikan adalah hal yang wajib diberikan pemerintah kepada seluruh masyarakat.
Masalah ini tidak akan pernah terjadi jika syariat Islam didirikan. Karena dalam Islam, setiap warga negaranya wajib mengenyam pendidikan setinggi-tingginya serta harus memiliki pengetahuan yang seluas-luasnya. Oleh sebab itu, pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan segala perlengkapan yang dapat menunjang kegiatan belajar dan mengajar.
Mulai dari hal yang dasar seperti biaya pendidikan, bukan lagi menjadi hambatan. Bahkan, biaya pendidikan haruslah gratis, segala fasilitas harus tersedia, memadai, dan layak untuk digunakan. Dengan begitu, pihak sekolah tidak perlu lagi melibatkan para siswa dan orang tua untuk membantu menyediakan alat-alat belajar yang masih kurang. Tidak perlu membebani orang tua siswa dengan biaya pembangunan sekolah yang mahal dan tidak akan ada lagi perbedaan antara siswa yang kaya dengan siswa yang miskin.
Semuanya dapat menikmati pendidikan yang sama rata dan kenyamanan dalam belajar. Para orang tua pun dapat dengan mudah menyekolahkan anak-anaknya. Manfaat-manfaat tersebut bukan hanya akan dapat dirasakan oleh para siswa, namun juga tenaga pendidik. Yang mana, kebutuhan mereka juga terpenuhi, tidak adanya gaji yang rendah, serta para guru dapat hidup dengan sejahtera. Akhirnya, kesejahteraan gurulah yang memberikan dampak besar dalam kemaksimalannya dalam mendidik.
Dan, siswa-siswa yang telah berhasil kuliah; baik itu dengan cara beasiswa, dana pribadi, ataupun yang kuliah di dalam juga luar negeri; hendaknya mencurahkan segala pengetahuan dan isi hatinya untuk membangun negeri ini. Karena, tujuan memiliki pendidikan yang tinggi bukan hanya untuk mencapai nilai yang memuaskan dan pekerjaan dengan gaji yang besar namun pendidikan dilakukan agar dapat membangun pola pikir masyarakat untuk kemajuan agama, masyarakat, dan negara. Agar Indonesia semakin maju dan semakin berkembang dalam segala aspek khususnya dalam dunia pendidikan. [MO/ms]
Post Comment
Tidak ada komentar