Miris! Alami Kesulitan Ekonomi, Nenek ini Nekat Jual Rumahnya dan Tinggal di Gubuk dengan Cucunya
Hidup terasingkan di tengah sawah dan berteduh di gubuk reyot nyaris roboh tanpa adanya aliran listrik, inilah kisah hidup pahit yang dijalani seorang nenek di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Adalah Mak I’ah, 70 tahun.
Di usia senjanya, sepatutnya Mak I’ah sudah harus beristirahat dari dunia pekerjaan serta menikmati masa tuanya dengan berkumpul bersama anak-anak dan cucu.
Tapi apa daya, nasib tak memihak padanya.
Kondisi ekonomi yang memburuk mendorongnya untuk tetap bekerja, dengan menjadi buruh tani serabutan.
“Kalau ada yang nyuruh tatanen (bertani) emak senang karena bisa dapat uang. Kalau beras alhamdulilah suka ada yang ngasih,” ujar Mak I’ah.
Mak I’ah juga tidak bisa merasakan kehangatan kebersamaan anak-anak dan cucu, karena keempat anaknya sudah berkeluarga, dan memiliki kehidupan yang tak jauh berbeda darinya, melansir Kompas.com.
“Kalau lebaran saja suka pada ke sini, nengok emak. Tapi lebaran sekarang tidak tahu juga, soalnya kan sedang ada virus ya (pandemi corona),” tuturnya.
Beruntung, ada seorang cucunya, Sania (5 tahun) yang ikut bersamanya, sehingga ada ‘pengobat’ rasa sepi Mak I’ah.
Sebelumnya, Mak I’ah tinggal di rumah hasil jerih payah almarhum suaminya. Namun, karena terhimpit ekonomi, Mak I’ah terpaksa menjual harta benda satu-satunya tersebut, dan kemudian memutuskan tinggal di pondok sawah berukuran 2×4 meter di Kampung Ciroyom, Desa Bojong, Kecamatan Karangtengah.
“Pernah ngontrak rumah juga (sebelumnya). Tapi, karena sudah tidak punya uang lagi jadinya tinggal di sini. Alhamdulilah waktu itu diizinkan sama yang punya lahan sambil nunggu sawahnya,” kata Mak I’ah.
Mak I’ah berharap, kehidupannya diperhatikan oleh pemerintah setempat. Dia memiliki keinginan untuk tinggal di rumah yang lebih layak, dan dekat dengan keluarga serta tetangga.
“Emak juga ingin menyekolahkan Sania ke PAUD. Kasihan di sini tidak punya teman, hanya sama emak saja mainnya,” ucap dia lirih.
Adalah Mak I’ah, 70 tahun.
Di usia senjanya, sepatutnya Mak I’ah sudah harus beristirahat dari dunia pekerjaan serta menikmati masa tuanya dengan berkumpul bersama anak-anak dan cucu.
Tapi apa daya, nasib tak memihak padanya.
Kondisi ekonomi yang memburuk mendorongnya untuk tetap bekerja, dengan menjadi buruh tani serabutan.
“Kalau ada yang nyuruh tatanen (bertani) emak senang karena bisa dapat uang. Kalau beras alhamdulilah suka ada yang ngasih,” ujar Mak I’ah.
Mak I’ah juga tidak bisa merasakan kehangatan kebersamaan anak-anak dan cucu, karena keempat anaknya sudah berkeluarga, dan memiliki kehidupan yang tak jauh berbeda darinya, melansir Kompas.com.
“Kalau lebaran saja suka pada ke sini, nengok emak. Tapi lebaran sekarang tidak tahu juga, soalnya kan sedang ada virus ya (pandemi corona),” tuturnya.
Beruntung, ada seorang cucunya, Sania (5 tahun) yang ikut bersamanya, sehingga ada ‘pengobat’ rasa sepi Mak I’ah.
Sebelumnya, Mak I’ah tinggal di rumah hasil jerih payah almarhum suaminya. Namun, karena terhimpit ekonomi, Mak I’ah terpaksa menjual harta benda satu-satunya tersebut, dan kemudian memutuskan tinggal di pondok sawah berukuran 2×4 meter di Kampung Ciroyom, Desa Bojong, Kecamatan Karangtengah.
“Pernah ngontrak rumah juga (sebelumnya). Tapi, karena sudah tidak punya uang lagi jadinya tinggal di sini. Alhamdulilah waktu itu diizinkan sama yang punya lahan sambil nunggu sawahnya,” kata Mak I’ah.
Mak I’ah berharap, kehidupannya diperhatikan oleh pemerintah setempat. Dia memiliki keinginan untuk tinggal di rumah yang lebih layak, dan dekat dengan keluarga serta tetangga.
“Emak juga ingin menyekolahkan Sania ke PAUD. Kasihan di sini tidak punya teman, hanya sama emak saja mainnya,” ucap dia lirih.
Post Comment
Tidak ada komentar