Urunan Biaya BPJS, Bukti Demokrasi Gagal Jamin Kesehatan
Oleh : Farah Sari, A.Md
(Aktivis Muslimah Jambi Peduli Generasi)
Mediaoposisi.com-Di masa sekarang, kesehatan dianggap sebagai suatu komoditas yang layak diperjual belikan. General Agreement on Trade Service menegaskan bahwa kesehatan kini telah menjadi jasa komersial. Jika ingin sakit, Anda harus siap dengan tabungan yang besar. Hal ini jauh bertentangan dengan prinsip yang dianut pada masa kekhilafahan. Pelayanan kesehatan tidak ditujukan untuk meraih nilai materi, tetapi ditujukan demi mendapat ridla Allah semata.
JAMINAN KESEHATAN HANYA MIMPI DALAM SISTEM DEMOKRASI
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya menerbitkan aturan baru guna mengendalikan biaya kesehatan agar BPJS Kesehatan tidak tekor lagi. Bila sebelumnya semua biaya perawatan peserta BPJS Kesehatan ditanggung oleh badan ini, dalam aturan baru tersebut sejumlah layanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dalam program Jaminan Kesehatan dikenakan urun biaya. Itu artinya BPJS Kesehatan akan membayar biaya sesuai dengan yang ditetapkan, selebihnya ditanggung peserta. (CNBC Indonesia,18/01/19)
Aturan baru ini termuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Bayar dalam Program Jaminan Kesehatan. Aturan ini diterbikan Desember 2018. Beberapa pasal yang harus kita kritisi pada aturan ini adalah :
Pasal 1 : Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran jaminan kesehatan atau iuran jaminan kesehatannya dibayar oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Jika program ini dinamakan jaminan, bukankah seharusnya jika dijamin kita tidak perlu membayar iuran untuk bisa merasakan pelayanan kesehatan? Ternyata harus bayar. Ini adalah bukti pembodohan dan kebohongan kepada rakyat dibalik kata "jaminan".
Jikapun ada iuran yang bisa ditanggung penuh pemerintah pusat atau pemerintah daerah apakah bisa menyasar semua warga negara tanpa kecuali? Ternyata sasarannya golongan masyarakat tertentu. Dan yang menetapkan golongan ini adalah pihak yang berkepentingan dalam bisnis pelayanan kesehatan ini.
Pasal 2 : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.
Jadi penyelenggara pelayanan kesehatan adalah BPJS. Bukankah seharusnya penangung jawab kesehatan rakyat adalah negara/pemerintah? Secara tidak langsung pemerintah akan berlepas tangan menjamin kesehatan rakyatnya. Diserahkan pada lembaga BPJS. Rakyat harus menjamin kesehatannya sendiri. Ini bukti negara abai mengurus kesehatan rakyatnya.
Pasal 3 : Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
Ini semakin menekankan bahwa pelayanan kesehatan hanya bisa dirasakan oleh orang yang mampu membayar iuran. Apakah semua rakyat hari ini mampu membayar iuran tersebut? Padahal faktanya masih banyak rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya.
Pasal 4 : Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta program.
Perlu dipastikan kategori rakyat dinyatakan fakir miskin dan tidak mampu harus tepat dan baku. Apa yang menjadi indikasi dia dikatakan fakir? miskin? Tidak mampu? Ini berpotensi keliru, karena standar yang dipakai hari ini berdasarkan pemikiran manusia.
Pasal 6 : Urun Biaya adalah tambahan biaya yang dibayar Peserta pada saat memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan.
Poin ini menegaskan tidak ada jaminan dari BPJS kepada peserta. Karena jaminan seharusnya tidak berbayar dan jaminan harusnya menangung penuh kebutuhan peserta tanpa dipungut biaya tambahan apapun kondisinya.
Hakikatnya keberadaan BPJS dan kebijakan urun biaya kesehatan di dalamnya adalah bukti kegagalan sistem demokrasi kapitalis liberal dalam menjamin kesehatan rakyat. Negara berlepas tangan mengurusi kesehatan rakyat. Rakyat harus menjamin kesehatannya dengan biaya sendiri.
Aturan ini lahir dari hawa nafsu dan akal pemikiran manusia yang lemah dan terbatas. Apalagi manusia dalam kehidupannya dipengaruhi oleh manfaat dan kepentingan. Kesehatanpun tak luput dari sasaran bisnis. Sehingga orientasi pihak yang terlibat di dalamnya adalah materi/keuntungan. Segala carapun dihalalkan. Inilah akar masalah kerusakan yang menyebabkan sulitnya rakyat mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan.
Jadi satu-satunya cara agar rakyat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik/berkualitas adalah dengan meninggalkan sistem demokrasi kapitalis dan kembali pada syariat Allah SWT.
JAMINAN KESEHATAN, TERWUJUD SAAT ISLAM DITERAPKAN
Perhatian yang besar terhadap masalah kesehatan telah ditekankan sejak masa kenabian. Rasulullah SAW. pernah ditemui oleh 8 orang dari Urainah yang hendak bergabung menjadi warga negara Khilafah di kota Madinah. Saat itu, kedelapan orang tersebut dalam keadaan sakit. Rasulullah lantas meminta mereka dirawat di dekat kawasan penggembalaan ternak milik Baitul Mal di Dzi Jidr arah Quba� sampai sehat dan pulih kembali. Ketika dihadiahi seorang dokter oleh Muqauqis, Raja Mesir, beliau meminta dokter tersebut segera memberikan pengobatan kepada seluruh warga Madinah secara gratis.
Konsep rumah sakit di masa kekhilafahan digagas oleh khalifah Al Walid bin Abdul Malik (705-715 M), dari dinasti Umayyah. Konsep rumah sakit ini memang bukanlah satu-satunya di dunia, sebelumnya sudah ada rumah sakit Hotel Deu Lyon dan Hotel Deu Paris di Eropa. Akan tetapi, Islamlah yang memperkenalkan rumah sakit berstandar tinggi untuk pertama kalinya.
Pada awal kejayaan Islam, tepatnya pada era kekuasaan Harun Ar-rasyid (786 M-809 M), dibangun rumah sakit Baghdad. Kemudian rumah sakit Bimaristan oleh Nuruddin di abad XI M. Sampai abad XIII, telah telah tersebar rumah sakit-rumah sakit di sepanjang jazirah Arab hingga ke Cordoba, Spanyol
Standar yang tinggi terlihat dari pelayanan kesehatannya yang tidak membedakan warna kulit, status sosial, dan agama.
Pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh pemerintah. Dokter dan perawat digaji oleh khalifah4. Dananya diambil dari Baitul Maal dari pos harta kepemilikan negara (kharaj, jizyah, harta waris yang tidak dapat diwariskan kepada siapapun, dan lain-lain) dan pos harta kepemilikan umum (hasil pengelolaan sumber daya alam, energi, mineral, tanah, dan sebagainya). Pelayanan kesehatan gratis bagi pasien tidak hanya diterapkan saat kekhilafahan mencapai puncak kejayaannya, melainkan sudah diterapkan sejak awal kemunculan rumah sakit Islam.
Oleh karena itu hanya dengan kembali pada syariat Allah kita akan merasakan jaminan kesehatan. Kita akan merasakan keberkahan yang luar biasa.
"Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya� (QS Al-A�raaf 96).[MO/sr]
Tidak ada komentar