Breaking News

Jokowi Punya 2 Cara Menghapuskan Revisi UU KPK: Pusat Studi


Jakarta -  Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengatakan bahwa Presiden Joko � Jokowi � Widodo memiliki opsi untuk menghentikan diskusi tentang revisi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Meskipun Surat Presiden telah disahkan, ia masih memiliki dua cara untuk membatalkan rancangan revisi.

"Sekarang Presiden telah mengeluarkan Surat Presiden (Surpres), masih ada dua hal yang harus dilakukan untuk mengatasi kebuntuan revisi UU ini," kata peneliti PSHK, Agil Oktaryal, di Jakarta, Minggu, 15 September.

Agil menjelaskan bahwa Widodo bisa menarik Surpres yang dikeluarkan. �Berdasarkan prinsip contrarius actus, itu mungkin dilakukan. Presiden dapat mencabut surat itu, dan hukum tidak akan memenuhi syarat untuk diskusi, �katanya.

Widodo juga bisa menahan diri untuk tidak menunjuk dua menterinya untuk bergabung dalam rancangan pembahasan RUU di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Surpres menetapkan penugasan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly dan Menteri Reformasi Administrasi dan Birokrasi Syafruddin.

Menurut Agil, Presiden bisa menerapkan dua cara untuk menunda rancangan revisi yang kabarnya akan dikeluarkan pada Selasa pekan ini.

"Ini masih dapat dilakukan dalam menit-menit terakhir sebelum Selasa jika Presiden Jokowi benar-benar mendengarkan aspirasi masyarakat mengenai revisi undang-undang," katanya.

Agil mengklaim pihaknya menolak rancangan revisi UU KPK sejak awal. Dia mengatakan bahwa pembentukan rancangan undang-undang secara resmi cacat karena tidak diajukan dalam daftar prioritas Program Legislasi Nasional DPR. Selain itu, ia menilai beberapa poin revisi undang-undang melemahkan badan anti-korupsi.

Tidak ada komentar