Ma'ruf Amin Sebut Negara Tidak Maju Kalau Masih Impor Pangan
IDTODAY.CO - Wakil presiden terpilih Ma'ruf Amin menyoroti permasalahan impor pangan Indonesia. Padahal, kata dia, Indonesia dikenal sebagai negeri yang subur.
"Ini menjadi pertanyaan besar, anomali kalau subur tetapi masih impor," ujar dia dalam acara Pencanangan Gerakan Kedaulatan Pangan Pusat Inkubasi Bisnis Syariah Majelis Ulama Indonesia di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu, 21 September 2019.
Ma'ruf mengingatkan bahwa pangan adalah kebutuhan dasar manusia dan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945. Sehingga negara wajib mewujudkan ketersediaan dan kecukupan pangan baik di tingkat nasional maupun daerah.
"Sebagai negara dengan jumlah penduduk besar dengan sumber pangan beragam, Indonesia harusnya bisa memenuhi kebutuhan dengan berdaulat dan mandiri," tutur Ma'ruf. Ia pun menyitir perkataan Presiden Soekarno bahwa pangan adalah hidup matinya negara.
Pernyataan Soekarno itu, kata Ma'ruf, juga dilegitimasi dengan adanya penelitian Organisasi Pangan dan Agrikultur Persatuan Bangsa-bangsa alias FAO. Penelitian itu menyebut bahwa negara dengan penduduk lebih dari 100 juta orang tidak bisa menjadi negara maju kalau kebutuhan pangannya masih bergantung kepada impor.
"Indonesia saat ini memiliki 263 juta orang penduduk, sehingga kedaulatan pangan menjadi mutlak," kata Ma'ruf. Dengan kondisi seperti itu, ia mengatakan MUI bertekad mendukung pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045. Ia pun berharap Indonesia bisa berdaulat soal pangan dalam lima tahun ke depan.
Salah satu bentuk dukungannya, kata Ma'ruf, adalah dengan mencanangkan gerakan kedaulatan pangan nasional. Kedaulatan pangan itu pun, menurut dia, tidak lepas dari kesejahteraan petani. Artinya, saat Indonesia berdaulat pangan, para petani pun harus makmur sejahtera. "Upaya mewujudkan kedaulatan pangan butuh kerjasama banyak pihak, untuk meningkatkan produksi pangan dan tata niaga yang berkeadilan," tuturnya. [tpc]
"Ini menjadi pertanyaan besar, anomali kalau subur tetapi masih impor," ujar dia dalam acara Pencanangan Gerakan Kedaulatan Pangan Pusat Inkubasi Bisnis Syariah Majelis Ulama Indonesia di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu, 21 September 2019.
Ma'ruf mengingatkan bahwa pangan adalah kebutuhan dasar manusia dan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945. Sehingga negara wajib mewujudkan ketersediaan dan kecukupan pangan baik di tingkat nasional maupun daerah.
"Sebagai negara dengan jumlah penduduk besar dengan sumber pangan beragam, Indonesia harusnya bisa memenuhi kebutuhan dengan berdaulat dan mandiri," tutur Ma'ruf. Ia pun menyitir perkataan Presiden Soekarno bahwa pangan adalah hidup matinya negara.
Pernyataan Soekarno itu, kata Ma'ruf, juga dilegitimasi dengan adanya penelitian Organisasi Pangan dan Agrikultur Persatuan Bangsa-bangsa alias FAO. Penelitian itu menyebut bahwa negara dengan penduduk lebih dari 100 juta orang tidak bisa menjadi negara maju kalau kebutuhan pangannya masih bergantung kepada impor.
"Indonesia saat ini memiliki 263 juta orang penduduk, sehingga kedaulatan pangan menjadi mutlak," kata Ma'ruf. Dengan kondisi seperti itu, ia mengatakan MUI bertekad mendukung pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045. Ia pun berharap Indonesia bisa berdaulat soal pangan dalam lima tahun ke depan.
Salah satu bentuk dukungannya, kata Ma'ruf, adalah dengan mencanangkan gerakan kedaulatan pangan nasional. Kedaulatan pangan itu pun, menurut dia, tidak lepas dari kesejahteraan petani. Artinya, saat Indonesia berdaulat pangan, para petani pun harus makmur sejahtera. "Upaya mewujudkan kedaulatan pangan butuh kerjasama banyak pihak, untuk meningkatkan produksi pangan dan tata niaga yang berkeadilan," tuturnya. [tpc]
Post Comment
Tidak ada komentar