Breaking News

Ibu Kota Dipindah, Selesaikah Masalah?




Oleh: Evalina
(Aktivis Dakwah)

Mediaoposisi.com-Di tengah hiruk pikuk panasnya atmosfer perpolitikan di Indonesia, rencana pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia tak hanya sekedar isu belaka, namun akan masuk ke tahap yang serius untuk dilakukan pemindahannya. Hal ini dikarenakan Presiden Joko Widodo telah berulang kali membicarakannya dalam agenda rapat kabinet terbatas. Bahkan, Pak Jokowi sendiri telah melakukan survey-survey ke beberapa wilayah yang cocok untuk memindahkan Ibu kota, seperti pulau Kalimantan telah mendapat perhatian lebih oleh Pak Jokowi.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebelumnya telah menawarkan tiga alternatif kajian pemindahan Ibu Kota. Alternatif pertama, Ibu Kota tetap berada di Jakarta namun dibangun distrik khusus pemerintahan di Istana dan Monas. Alternatif kedua, Ibu Kota berada di kawasan Jabodetabek. Sedangkan alternatif ketiga berada di luar Pulau Jawa. Dan akhirnya Pak Jokowi memilih alternatif terakhir yakni memindahkan ibu kota ke luar pulau Jawa.

Rencana Pemindahan Ibu kota tengah mendapat sambutan hangat dari berbagai pemimpin daerah. Di Palangkaraya, sambutan terhadap wacana pemindahan ibu kota terus bergulir. Menurut  Wakil Ketua DPRD Kalimantan Tengah Heriansyah, pemindahan ibu kota  akan memberikan keuntungan yang besar bagi percepatan kemajuan pembangunan, sekaligus menyejahterakan masyarakat.

Begitu pula pendapat  Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor. "Kalimantan Selatan bisa menjadi alternatif selain Palangkaraya. Provinsi ini cocok menjadi ibu kota negara pengganti DKI Jakarta karena letak geografisnya berada di tengah Indonesia". Selain itu juga beliau menyatakan bahwa Kalsel berada di jalur laut kepulauan Indonesia  yang  dapat mendukung poros maritim.

Antusiasnya Pemimpin daerah Kalsel dalam menyambut rencana pemindahan ibu kota Negara ke wilayahnya harus menjadi perhatian penting bagi masyarakat sekitar. Lantaran, masyarakat Kalimantan Selatan terkenal dengan religiusnya terhadap Agama. Namun Jika terealisasi pemindahan Ibu kota negara ke wilayah Kalimantan selatan, apakah masyarakat disana sudah siap dengan perubahan kondisi menjadi masyarakat metropolitan seperti yang saat ini terjadi di daerah Jakarta?
Jakarta yang saat ini menjadi ibu kota Negara Indonesia memiliki penduduk yang padat, disertai pula dengan gaya hidup yang liberal. Hedonisme, permisivisme menjadi ciri khas masyarakat ibu kota. Semua yang mereka inginkan dapat dilakukan di wilayah tersebut. Sedikit banyaknya akan berimbas ke daerah yang menggantikan posisi Jakarta sebagai kota metropolitan.

Ditambah biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun sebuah ibu kota negara relatif sangat tinggi. Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menyebut bahwa biaya untuk membangun ibu kota baru seluas 40.000 hektar diperkirakan mencapai Rp 466 triliun,lahan seluas 40.000 hektar diperlukan jika jumlah penduduknya mencapai 1,5 juta jiwa (kompas.com).

Mengingat Indonesia telah memiliki hutang ribuan triliun hingga saat ini,  maka dengan anggaran membangun ibu kota negara yang baru tersebut jelas menjadi beban berat bagi negeri ini. Yang nantinya dapat dirasakan oleh  masyarakat. Karena sebagian besar dana untuk membayar hutang negara dari pajak-pajak yang dipungut dari masyarakat.
Pak Jokowi memberikan alasan tersendiri mengapa harus memindahkan ibu kota negara. Menurut Beliau Karena DKI Jakarta telah menanggung beban yang berat yakni sebagai pusat pemerintahan juga sebagai pusat layanan publik.

Pemerintahan dan layanan publik di DKI Jakarta diselimuti pula dengan permasalahan yang besar. Padatnya jumlah penduduk, kesenjangan sosial semakin nampak, pengangguran semakin banyak, tindak kriminal meningkat, kemacetan, tata kelola kota yang kurang efektif sehingga banjir masih sering menyapa daerah ibu kota, semua itu sangat mudah kita temukan di DKI Jakarta.

Hal yang mendasar permasalahan-permasalahan itu terjadi lantaran jauhnya negeri ini dari aturan Allah yakni aturan Islam. Negara yang menerapkan Sistem Islam secara menyeluruh atau dikenal dengan Khilafah, menganggap ibu kita kekhilafahan itu sebagai salah satu hal yang paling penting, karena di sanalah Khalifah dan seluruh perangkat negara dipusatkan.

Pada masa kekhilafahan Umayyah yang saat itu dipimpin oleh Khalifah Abdul Rahman I, menjadikan Cordova sebagai ibu kota negara yang diperhitungkan dan menjadi saingan Bagdad. Khalifah sangat mendukung para ahli ilmu pengetahuan yang berkumpul disana untuk mengambil bagian dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan hal ini terus berlanjut hingga kepemimpinan setelah Khalifah Abdul Rahman I. Cordova juga mahsyur dengan 70 perpustakaan publik yang dibangun pada masa Khalifah Hakam II.

Menjadi ibu kota yang diperhitungkan oleh negara lain serta dengan kemajuan ilmu pengetahuan merupakan pencapaian yang luar biasa pada masa itu. Menjadikan Islam sebagai standar menjalankan kepemerintahan dalam khilafah berhasil menciptakan peradaban yang gemilang yang membuat negara-negara lain terpesona akan keagunganya. Tak terkecuali ibu kota Khilafah yang menjadi pusat pemerintahan.

Maka ketika kita mempelajari sejarah kejayaan sebuah negara yang didalamnya terdapat ibu kota yang mampu menjadi pusat perhatian dunia kita temukan bahwa yang menjadi point utamanya yakni sistem yang bercokol di negara tersebut. Jadi bukan tidal menjadi masalah  besar di manapun keberadaan ibu kota itu dalam sebuah negara, sebab walaupun ibu kota selalu berpindah namun tetap memakai sistem yang sama maka di daerah baru pun akan menimbulkan permasalahan yang sama seperti daerah ibu kota sebelumnya.

Dengan Sistem Islam kelak akan menghasilkan para ilmuwan hebat dalam menemukan strategi untuk mencegah terjadinya banjir, yang dapat menemukan cara ampuh mengenai tata kelola kota untuk mencegah kemacetan. Serta dengan Sistem Islam akan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang selalu menghiasi ibu kota saat ini seperti kemiskinan, pengangguran, pergaulan bebas, peredaran obat terlarang, mengontrol media-media yang merusak pemahaman kaum muslim dan sebagainya.[MO/AS]

Tidak ada komentar