Layanan Aborsi Aman: Solusi atau Bencana?
Oleh: Ummu Aisha, S. Pd.
(Guru SMA di Pamekasan)
Padahal, Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, praktik aborsi sebenarnya telah dilarang, kecuali yang terdapat indikasi kedaruratan medis yang dideteksi dari usia dini kehamilan dan korban perkosaan yang menyebabkan trauma bagi korban.
Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi juga mengatur tentang usia kehamilan yang diperbolehkan melakukan aborsi. Menurut pasal 31 peraturan tersebut, tindakan aborsi bagi perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama 40 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Perundangan tersebut ternyata melahirkan Permenkes yang sangat mengkhawatirkan banyak kalangan masyarakat. Meski dikritisi oleh sekretaris Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta bahwa aborsi merupakan pelanggaran hak anak yang sesuai dengan Undang-undang no. 23 tahun 2002, namun Dirjen Menkes, tetap menyiapkan peraturan yang lebih operasional dengan berkoordinasi dengan tim fasilitator, organisasi keprofesian dan kepolisian untuk kasus perkosaan.
Pribudiarta memilih pendekatan untuk mencegah tindakan aborsi daripada memberikan fasilitas yang lebih mudah untuk aborsi, yaitu melalui ketahanan keluarga dan ketahanan lingkungan. Menurutnya, ketahanan keluarga penting untuk mempersiapkan pasangan yang akan menikah memiliki kapasitas yang mencukupi untuk berumah tangga, termasuk merencanakan kehamilan.
Ketahanan keluarga juga penting untuk memberikan pemahaman pada anak dalam keluarga tersebut untuk tidak melakukan hubungan seksual diluar pernikahan. Ketahanan lingkungan berperan dalam kontrol oleh tokoh masyarakat, tokoh agama untuk mencegah praktik-praktik aborsi.
Begitupun MUI, telah mengeluarkan fatwa tentang keharaman dari aborsi, kecuali kondisi tertentu yang secara kajian ilmu kedokteran membahayakan kesehatan ibu. Sedangkan aborsi yang dikarenakan kekhawatiran akan rejeki anak tersebut, jelas dilarang dalam agama, karena setiap anak yang dititipkan oleh Allah, mereka mempunyai rejeki masing-masing. Aborsi yang seperti itulah yang harus diantisipasi.
Jika layanan aborsi aman yang disiapkan Menkes ini diteruskan, benarkah ini akan menjadi solusi ataukah justru akan menjadi bencana?? Marilah kita perhatikan fakta tentang angka aborsi di negeri ini.
Berdasarkan perkiraan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN )sekitar 2 juta aborsi terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Sedangkan penelitian WHO memperkirakan 20-60% aborsi di Indonesia merupakan aborsi yang disengaja. Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPA), Arist Merdeka Sirait mengatakan bahwa persoalan tingginya angka aborsi di Indonesia tidak lepas dari perubahan perilaku gaya hidup diiringi sikap permisif terhadap seks.
Ditambah dengan faktor perkembangan tekhnologi yang memudahkan akses pornografi mempercepat perubahan perilaku permisif terhadap seks pada remaja (www.validnews.id).
Telah jelas bahwa penyebab persoalan dari tingginya aborsi ini adalah kebebasan perilaku tanpa didasarkan oleh nilai-nilai agama. Selama kebebasan perilaku ini terus bercokol dalam benak masyarkat, maka solusi layanan aborsi aman tidak akan berpengaruh untuk menurunkan tingginya angka aborsi. Perkembangan tekhnologi yang memuat contain pornografi pun tidak bisa kita hindari, selama negara tidak bersungguh-sungguh dalam menjaga tontonan bagi masyarakatnya. Tidak tegasnya aturan yang mengatur akses informasi ini, akan terus menyiarkan pornografi dan akhirnya berdampak pada kebebasan perilaku generasi kita yang makin permisif pada seks.
Makin mudahnya layanan aborsi, hanya akan mempermudah untuk melakukan tindakan aborsi. Sebelum ada layanan aborsi aman ini saja, banyak sekali praktik-praktik aborsi ilegal yang terjadi di masyarakat. Apalagi makin dimudahkan layanan aborsi, meski diatur kode etik dan prosedurnya, akal sehat kita tidak dapat menerima bahwa persoalan ini bukannya akan berkurang. Alih-alih akan mensolusi persoalan, layanan ini seakan makin memudahkan aborsi, sehingga pelaku perzinahan makin tidak khawatir untuk aborsi. Akal sehat kita pun tidak dapat memungkiri bahwa perzinahan pun akan makin marak.
Inilah kerusakan yang ditimbulkan dari paham sekulerisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Perilaku tidak dilandaskan atas hukum syariat Islam. Meskipun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, namun akhirnya Islam hanya digunakan saat ibadah ritual belaka. Shalat, puasa menggunakan aturan Islam tapi berekonomi, bergaul bahkan bernegara tidak menggunakan aturan Islam. Begitulah akhirnya, pergaulan bebas, perzinahan, aborsi menjadi hal yang biasa dalam masyarakat. Apalagi regulasi yang ditetapkan oleh negara memberikan celah pelanggaran aturan-atutan Allah yaitu syariat Islam.
Jika aborsi dipermudah, perzinahan pun akan menjadi hal yang biasa. Sungguh, ini sebuah malapetaka. Hendaknya kita takut akan azab Allah. Telah jelas larangan Allah dalam Q.S Al-Isra': 32 yang artinya: "dan janganlah kamu dekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk"
Rasulullah SAW bersabda: "Apabila telah tampak zina dan riba di suatu kampung, sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah bagi mereka" (HR. Ath-Thabarani dan al-Hakim)
Maka telah jelas, penyelenggaraan layanan aborsi aman ini merupakan bencana besar bagi masyarakat. Bukan hanya kerusakan, namun juga kehancuran generasi yang akan terjadi. Dan lebih parah lagi, jika ini dibiarkan terjadi, sama saja seperti menghalalkan azab Allah bagi masyarakat.
Maka solusi tuntas dari persoalan ini adalah dengan kembali pada aturan Allah SWT, yaitu kembali pada Syariat Islam adalah seruan Allah SWT Yang menciptakan manusia dan alam semesta, tentulah Dia yang paling tau kelemahan manusia, sehingga menyiapkan aturan bagi makhluq-Nya supaya menjalani kehidupan ini dengan selamat dari kehancuran. [MO/sr]
Post Comment
Tidak ada komentar