Breaking News

Memaknai Hakikat Kemerdekaan



"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan." (Alenia pertama pembukaan UUD 1945)

Beberapa hari lagi, Indonesia akan memperingati HUT ke-75. Dimana, setiap memperingati hari kemerdekaan selalu dipenuhi suasana gegap gempita. Mulai dari acara upacara bendera dan acara-acara yang bernuansa memupuk cinta pada tanah air. Berbagai lomba pun diadakan dalam rangka memperingati HUT, lomba tarik tambang, lomba makan krupuk, lomba merias pengantin, lomba menghias tumpeng, dan lain-lain. 

Segala seremonial penuh dengan gegap gempita yang senantiasa diulang pada 17 Agustus setiap tahunnya, sudahkah cukup menunjukkan bahwa negeri ini sudah merdeka?. Atau seperti apa yang tertuang pada alenia pertama pembukaan UUD 1945, bahwa kemerdekaan itu adalah bagi seluruh umat dimanapun mereka karena kemerdekaan adalah anugerah Allah Tuhan pencipta semesta alam. Apakah semua itu telah menunjukkan bahwa kita telah merdeka? Atau hanya sebatas seremonial, kata yang tertulis diatas kertas? Atau kemerdekaan yang kita nikmati itu hanya sebatas kemerdekaan semu? 

Jika sudah merdeka, apakah rakyat Indonesia sudah mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin? Atau apakah penjajah asing telah benar-benar angkat kaki dari tanah Indonesia ini? Padahal, kemerdekaan itu hanya akan terwujud jika negeri ini telah mampu berdikari tanpa ada campur tangan asing maupun aseng. Selain itu rakyat pun merasakan hidup tentram dan sejahtera dalam ayoman negaranya. 

Tepat 17 Agustus 2020 mendatang, 75 tahun sudah Indonesia merdeka. Secara de jure Indonesia telah merdeka. Tetapi secara de fakto, apakah Indonesia telah merdeka? 

Seperti dikutip dari beritasatu.com, senin 19/8/2013, bahwasanya Direktur PDB Didik Rahbini mengatakan, "secara de jure, kita memang telah merdeka. Tetapi secara de fakto, kita belum merdeka."

Sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa sejak dahulu hingga sekarang, banyak bangsa-bangsa di dunia yang ingin menguasai Indonesia. Mulai dari penjajahan bergaya kolonialisme hingga kini merubah gaya menjadi imperialisme. Tujuan mereka tetap sama, yakni ingin menguasai segala sumber kekayaan alam yang melimpah di negeri Indonesia ini. 

Secara kasat mata kemerdekaan yang selama ini diperingati setiap tahunnya, hanyalah kemerdekaan semu. Indonesia hanya sedang beralih dari penjajahan fisik menjadi penjajahan sistemis. Ini terlihat dari campur tangan serta peran bangsa penjajah di negeri ini. Tampak jelas terlihat bahwa Indonesia berada dalam cengkeraman kapitalisme sekuler. 

Hal ini dapat kita cermati dari berbagai aspek. 
Pertama, aspek pendidikan. Aroma kapitalisme sekuler telah menjadikan tatanan pendidikan di negeri ini amburadul. Dampak dari pendidikan kapitalisme sekuler adalah rusaknya generasi bangsa dan jauhnya mereka dari nilai-nilai agama. Maraknya perzinahan, hamil diluar nikah dikalangan remaja. Generasi muda sekarang banyak yang pragmatis terjebak pada kesenangan dunia yang sifatnya sesaat. Bahkan ancaman narkotika telah menyasar generasi muda jaman now. Semua itu bukti nyata hasil pendidikan ala kapitalisme sekuler. 

Kedua, aspek hukum. Tidak dapat dipungkiri bahwa aspek hukum di negeri ini berkiblat pada negara penjajah. Masih banyak hukum pidana maupun perdata yang diterapkan di negeri ini adalah warisan bangsa penjajah. Hukum yang diterapkan bagai piramida terbalik tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Bukan  lagi sebuah hukum yang menjunjung tinggi nilai keadilan. 

Ketiga, aspek ekonomi. Penerapan sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di negeri ini telah berdampak serius, yakni penjajahan secara sistemis yang dilakukan oleh kapitalisme global yang dikepalai oleh Amerika. Ini dapat kita lihat melalui undang-undang yang bercokol di negeri ini. Undang-undang serta kebijakan yang ada lebih memihak pada konglomerat asing serta aseng, ketimbang memihak pada rakyat kecil.  Justru rakyat semakin menderita dengan berbagai undang-undang dan kebijakan tersebut. Sebagai contoh UU Ketenagakerjaan, UU Migas, UU Minerba, kebijakan menaikkan iuran bpjs, kenaikan tdl dan migas, semua menguntungkan para kapitalis Asing maupun Asing melalui para bonekanya di negeri ini dan justru  menyengsarakan rakyat kecil.

Keempat, aspek politik. Jelas sekali aspek politik di negeri ini berada dalam bayangan kapitalisme sekuler. Pratik perpolitikan tidak berbasis pada mencapai nilai moral yang benar, tetapi lebih untuk memenuhi kepentingan kelompok masing-masing. Walhasil kembali lagi, rakyat yang menjadi tumbal keegoisan para politikus sekuler yang hanya mementingkan kelompok dan pribadi. Dengan mudahnya mereka memberangus serta membungkam siapa saja yang berseberangan dengan kepentingannya. Politik yang dijalankan tidak untuk mengurusi urusan rakyat, tetapi untuk mengurusi urusan para kapitalis yang telah menjadikan para penguasa sebagai boneka piaraan mereka di negeri ini. Melalui boneka inilah mereka melakukan penjajahan secara masif. 

Lebih dari itu, ternyata negeri ini sedang menjadi rebutan kapitalisme timur yang dipimpin China (terkenal dengan istilah Aseng) dan kapitalisme barat yang dipimpin Amerika (Asing). Dimana China menganut ideologi sosialis komunis, sementara Amerika berideologikan kapitalisme sekuler. Perkawinan silang antar komunis dan kapitalis telah mencengkeram negeri ini. Sehingga  semakin memperparah keadaan negeri Indonesia. Kedua ideologi ini sekalipun memiliki cara yang berbeda tetapi keduanya sama-sama mencengkeram Indonesia. China dengan mega proyeknya OBOR (One Belt One Rute), sementara Amerika dengan utang ribawinya semakin mencekik Indonesia. 

Dari sinilah dapat kita ambil kesimpulan, bahwa Indonesia selama 75 tahun ini hanya mendapatkan kemerdekaan semu. Sebab pada hakikatnya Indonesia masih dijajah, negeri ini masih dalam cengkeraman kapitalisme maupun sosialisme. Melalui antek-anteknya serta boneka piaraan mereka tancapkan di negeri ini untuk memuluskan berbagai kepentingannya. 

Menurut KBBI, merdeka adalah bebas dari penjajahan, tidak terikat dan tergantung pada orang lain atau pihak tertentu. Sementara dalam pandangan Islam, arti merdeka tidak menghamba pada manusia atau kepada sesuatu pun, kecuali hanya taat kepada Allah. Inilah hakikat kemerdekaan secara individu. Jika diterapkan pada sebuah negara, tentunya negara yang merdeka adalah negara yang bebas dari belenggu negara penjajah dalam bentuk apapun. 

Kemerdekaan hakiki tersebut tidak akan mampu diraih oleh sebuah negara, jika negara tersebut masih menerapkan sistem atau aturan kafir penjajah. Oleh karenanya kemerdekaan hanya akan diraih jika negara tersebut menerapkan sistem dan aturan yang bersumber dari Allah yaitu syariat Islam kaffah dalam bingkai Khilafah sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah Muhammad. 
Wallahu a'lam bishshowab.[]

Oleh: Ninik Suhardani 
Aktivis lereng Sindoro

Tidak ada komentar