Hagia Shopia Menuntut Ruh Islam, Bukan Sekedar Simbol
Beberapa saat sebelum mendengar kabar bahwa Hagia Sophia dikembalkan fungsinya menjadi masjid, saya bermimpi tentang sebuah masjid megah yang indah beserta langit biru. Saya tidak bermaksud menakwilkan mimpi itu. Hanya kebetulan saja mimpi itu bertepatan dengan moment yang dianggap penting bagi umat Islam. Dimana kembalinya fungsi Hagia Sophia sebagai masjid merupakan bagian dari impian mereka yang mengetahui sejarah. Hagia Sophia adalah sebuah masjid yang sakral. Sarat dengan makna sejarah penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad al Fatih. Lebih dari itu, Hagia Sophia merupakan bagian dari bukti tentang bisyarah Rasulullah saw tentang akan ditaklukannya Konstantinopel di bawah kekuasaan Islam.
Dan kini, kembalinya Hagia Sophia bertepatan dengan semakin populernya “khilafah” di mata masyarakat dunia, sejak khilafah dikubur hidup-hidup sejarahnya oleh Mustafa Kemal Attaturk (pendiri Negara sekuler Turki) laknatullah , dengan bungkusan kain kafan nasionalisme atau kebangsaan Turki. Saat itu, serangan politik dan kebudayaan dari Barat (khususnya Inggris dan sekutunya) berhasil mengubur sistem Islam yang dengan susah payah dibangun oleh Rasulullah Shalallaahu ‘alahi wasalam beserta para sahabat dan pengikutnya hingga berakhir saat Sultan Abdul Hamid II tanggal 3 maret 1924.
Bisyarah Rasulullah saw adalah kepastian dari janji Allah subhanahu wa ta’ala. Dan ia akan tetap seperti itu hingga kehidupan dunia ini berakhir. Bagaimanapun kuatnya propaganda dan perlawanan yang dilakukan oleh kaum kafir, kabar itu tetap akan menggema di seantero dunia. Kaum muslim yang telah memperjuangkan dan menanti bisyarah Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa salam tentang kembalinya kekhilafahan berharap Hagia Sophia kembali tidak sekadar sebagai masjid. Kaum muslim berharap Hagia Sophia kembali lebih dari sekadar sebagai simbol keagamaan. Lebih dari itu, umat Islam berharap kembalinya ruh Islam : kembalinya Islam di sanubari kaum muslim yang disertai dengan tegaknya sistem kehidupan dalam naungan khilafah.
Persoalan kembalinya sistem Islam berserta syariatnya selalu memancing kebencian umat kafir terhadap Islam yang secara secara agresif menuduhkan hal yang berlebihan terhadap Islam. Dan tidak mengherankan jika hal ini mereka lakukan lebih gencar dibandingkan dengan reaksi umat islamnya sendiri ketika menanggapi hal itu. Majalah Gercek Hayat memuji keputusan Presiden mengubah ikon Istanbul Hagia Sophia menjadi masjid. Tapi lihat reaksi kaum kafir saat Hagia Sophia dikembalikan fungsinya sebagai masjid, ditambah dengan seruan Gercek Hayat akan kembalinya kekhilafahan pada terbitannya tanggal 27 Juli. Kaum kafir menunjukkan kemarahan mereka di sosial medianya. Lantas siapa yang sebenarnya phobia dan ketakutan sehingga mereka sampai menuntut Gerçek Hayat karena pada terbitan 27 Juli nya menjadikan seruan kembalinya kekhalifahan sebagai Headline ? (https://republika.co.id/berita/qe5wi7430/serukan-khilafah-majalah-turki-diadukan-asosiasi-bar)
Seruan kembali ke Khilafah dianggap oleh kubu sekuler sebagai ajakan yang tidak dapat diwujudkan dalam hukum dan dianggap sebagai bentuk ajakan pemberontakan bersenjata. Padahal dalam tarikh Rasulullaah, Daulah Islam di Madinah didirikan tanpa pertumpahan darah. Rasulullah SAW mampu mendirikan Daulah dan dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin dengan cara damai. Lalu mengapa harus dituduh mengangkat senjata? Sedangkan ajakannya merupakan seruan dan nasihat politik bahwa Khilafah dan kejayaan itu milik Kaum Muslimin. Kekhilafahan (Kepemimpinan Islam) dapat diraih dengan cara damai dalam bentuk perubahan total sistem.
Tidak mengherankan jika kaum sekuler menanggapi seruan khilafah itu bukan dengan gegap gempita dan bangga—mengingat sejarah Hagia Sophia dan kekhilafahan-nya. Mereka justru bersikap lembek dan tetap bertahan dengan anggapan bahwa bangsa Turki adalah bangsa yang hebat yang pernah menundukan dunia dengan kekuatan militernya. Mereka menjadikan masjid Hagia Sophia semata sebagai melambangkan nasionalisme turki seperti yang tergambar di film-film Turki. Semua ini disebabkan oleh racun tsaqafah Barat yang dicekokkan ke dalam benak masyarakat Turki sehingga mereka menjadi sekuler.
Institusi Khilafah tentunya merupakan ancapan besar bagi tatanan politik sekuler yang selama ini dikontrol Amerika Serikat dan sekutunya masa kini. Kesombongan Amerika sebagai adidaya masa kini terus berupaya memanfaatkan kaum sekuler Turki dengan berbagai dukungan politik maupun materi untuk menghambat seruan politik kaum muslimin menegakkan khilafah.
Di sisi lain, di tengah kemerosotan politik dan ekonominya , kaum sekuler dan Amerika Serikat sesungguhnya tengah berada dalam ketakutan yang sangat dahsyat. Mereka mulai tersadar akan geliat politik umat muslim yang giat berjuang menegakkan khilafah, di hampir 50 negeri di seluruh dunia.
Kembalinya fungsi Hagia Sophia sebagai masjid semoga memberikan semangat lebih kepada kaum muslimin di dunia, bahwa yang justru harus kembali bukan sekadar fungsinya sebagai masjid, melainkan kembalinya dengan ruh Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Bukan sekedar symbol belaka.
Semoga umat Islam segera meninggalkan paham sekulerisme—yang menjadikan pemahaman Islam sebatas seruan ibadah namun mengharamkan aktivitas politik Islam di tengah kehidupan—. Semoga umat rindu melaksanakan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah.[]
Oleh: Ginna Sanita
Post Comment
Tidak ada komentar