KENAPA PEJABAT BEGITU BEBAS MENYEBARKAN HOAX SEMENTARA RAKYAT LANGSUNG DITINDAK
Statement Ganjar yang dimuat headline kompas yang menyatakan "tidak ada ampun soal pengibaran bendera HTI" terindikasi menyebarkan Informasi yang salah, secara hukum melanggar UU No. 14 Tahun 2008.
Sebab mengacu pada pernyataan MUI bahwa Bendera tauhid bukanlah bendera HTI (https://nasional.okezone.com/read/2018/10/24/337/1968118/mui-bendera-tauhid-yang-dibakar-bukan-bendera-hti)
dan juga pernyataan dari mendagri, bahwa yang dilarang adalah bendera HTI sedangkan untuk bendera Tauhid tidak ada larangan (https://www.kemendagri.go.id/berita/baca/14409/kemendagri-tak-larang-bendera-tauhid-melainkan-bendera-hti)
Dari pernyataan tersebut sekaligus mengkonfirmasi bahwa bendera HITAM dan PUTIH bertuliskan kalimat tauhid itu bukan bendera HTI melainkan bendera Tauhid.
Dikutip dari hukum online bahwa Informasi salah yang beredar di masyarakat kerap disebut hoaks atau berita bohong. Dengan dalil UU ITE, aparat penegak hukum tercatat pernah memproses pidana sejumlah orang karena hoaks yang mereka sebarkan. Lantas apa langkah hukum yang bisa ditempuh jika informasi salah justru disebarkan secara sadar oleh pihak pemerintah?
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Gita Putri Damayana memberikan penjelasan kepada hukumonline usai diskusi bertajuk �Hoaks dan Disinformasi sebagai Musuh Demokrasi dan Pemberantasan Korupsi�, Kamis (10/10). �Publik bisa meminta bantuan Komisi Informasi, Ombudsman, dan jika sudah menimbulkan kerugian bisa juga gugatan perdata ke pengadilan negeri,� kata Gita.
Gita merasa berbagai instansi perlu menertibkan standar prosedur pengelolaan informasi yang disebarkan lewat saluran resminya. Termasuk pula dalam pengunggahan atau aktifitas lewat akun media sosial resmi. �Misalnya apakah dibolehkan melakukan retweet dengan akun twitter resmi ke postingan tertentu, itu bisa diperiksa Ombudsman,� kata Gita.
Mengacu UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Gita mengingatkan bahwa informasi dari lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara memiliki kualifikasi informasi publik. Ada ketentuan khusus yang mengikat lembaga-lembaga tersebut agar tidak salah menyebarkan informasi.
Pasal 55 UU KIP bahkan memuat sanksi pidana serta denda uang untuk tindakan sengaja membuat informasi publik yang tidak benar atau menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Perbuatan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak lima juta rupiah. Namun Gita tidak menganjurkan pendekatan pidana semacam ini.
Ganjar sebagai bagian dari Lembaga Pemerintahan harus mengklarifikasi pernyataannya tersebut !, karena hal ini menjadi bagian "KRIMINALISASI BENDERA TAUHID". (AS)
Tidak ada komentar