Jokowi Gagal men-Indonesia-kan Papua
IDTODAY.CO - Banyaknya kasus kekerasan yang penuh militeristik terhadap orang asli Papua (OAP), disinyalir menjadi pemicu anti NKRI.
Negara Indonesia ingin warga Papua tetap dalam NKRI dengan jalan kekerasan, namun dengan sendirinya juga mengeluarkan Papua dari NKRI.
�Negara Indonesia tidak merasa berdosa atau tidak merasa bersalah. Negara bahkan menutup semua kesalahan dengan aneka cara, dan cara paling keji adalah dengan mengirim militer untuk membungkam suara rakyat,� ujar ujar Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Widya Sasana Malang, Marius Goo Marius seperti melansir jubi.co.id.
Ia mengatakan, suara derita rakyat dipersempit ruang, bahkan terkubur dalam pulau Papua, sekalipun negara mendengar, namun dikatakan sebagai kabar bohong (hoaks). Aneka kekerasan tertimbun di Papua dan mulai membangkai.
�Serpihan-serpihan bangkai sedikit tercium keluar pasca diskriminasi rasial 16 Agustus 2019 di Surabaya terhadap orang Papua dengan sebutan monyet. Beberapa negara menyoroti kasus diskriminasi ini,� katanya.
Menurutnya, Rakyat Papua menilai diskriminasi rasial di Surabaya adalah settingan negara, sebab diskriminasi itu dilakukan oleh militer Indonesia dan pada hari raya kemerdekaan Indonesia. Negara sendiri menstigma orang Papua adalah monyet.
�Apalagi hingga kini pelaku rasis tidak diproses dan kembali mempersalahkan orang Papua yang jadi korban diskriminasi. Negara secara jelas menstigma orang Papua monyet, namun negara sendiri memberitakan bahwa kasus diskriminasi tersebut adalah hoaks,� ungkapnya.
Ia bahkan mempertanyakan apa yang tersisa dari semuanya. Katanya rakyat Papua sudah tidak merasa bahwa NKRI bukan miliknya dan hanya milik pemerintah pusat. �Pemerintah pusat telah gagal total membuat orang Papua adalah bagian dari Indonesia,� ucapnya.
�Rakyat Papua sudah tidak percaya pada Indonesia dan mereka merasa tidak ada masa depan yang gemilang dalam NKRI. Negara harus ubah cara pendekatan dan harus menghormati kemanusiaan di Papua, sebab orang Papua semartabat dengan manusia lain di dunia,� ungkap dia.
Mahasiswa Papua lainnya, Aleb Koyau mengatakan, jika ditelusuri sejarah perjalanan warga Papua dalam NKRI sejak Papua dimasukkan menjadi bagian NKRI, rupanya hanya untuk menyiksa dan bahkan membunuh.
�Aneka kasus kekerasan dialami rakyat Papua dengan operasi-operasinya. Tentu dalam operasi-operasi ini tidak sedikit rakyat yang menjadi korban. Karena itu, warga Papua sudah tidak simpatik dengan negara Indonesia, bahkan warga Papua merasa bahwa mereka bukan bagian dari negara Indonesia,� ujarnya.[jtc]
Negara Indonesia ingin warga Papua tetap dalam NKRI dengan jalan kekerasan, namun dengan sendirinya juga mengeluarkan Papua dari NKRI.
�Negara Indonesia tidak merasa berdosa atau tidak merasa bersalah. Negara bahkan menutup semua kesalahan dengan aneka cara, dan cara paling keji adalah dengan mengirim militer untuk membungkam suara rakyat,� ujar ujar Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Widya Sasana Malang, Marius Goo Marius seperti melansir jubi.co.id.
Ia mengatakan, suara derita rakyat dipersempit ruang, bahkan terkubur dalam pulau Papua, sekalipun negara mendengar, namun dikatakan sebagai kabar bohong (hoaks). Aneka kekerasan tertimbun di Papua dan mulai membangkai.
�Serpihan-serpihan bangkai sedikit tercium keluar pasca diskriminasi rasial 16 Agustus 2019 di Surabaya terhadap orang Papua dengan sebutan monyet. Beberapa negara menyoroti kasus diskriminasi ini,� katanya.
Menurutnya, Rakyat Papua menilai diskriminasi rasial di Surabaya adalah settingan negara, sebab diskriminasi itu dilakukan oleh militer Indonesia dan pada hari raya kemerdekaan Indonesia. Negara sendiri menstigma orang Papua adalah monyet.
�Apalagi hingga kini pelaku rasis tidak diproses dan kembali mempersalahkan orang Papua yang jadi korban diskriminasi. Negara secara jelas menstigma orang Papua monyet, namun negara sendiri memberitakan bahwa kasus diskriminasi tersebut adalah hoaks,� ungkapnya.
Ia bahkan mempertanyakan apa yang tersisa dari semuanya. Katanya rakyat Papua sudah tidak merasa bahwa NKRI bukan miliknya dan hanya milik pemerintah pusat. �Pemerintah pusat telah gagal total membuat orang Papua adalah bagian dari Indonesia,� ucapnya.
�Rakyat Papua sudah tidak percaya pada Indonesia dan mereka merasa tidak ada masa depan yang gemilang dalam NKRI. Negara harus ubah cara pendekatan dan harus menghormati kemanusiaan di Papua, sebab orang Papua semartabat dengan manusia lain di dunia,� ungkap dia.
Mahasiswa Papua lainnya, Aleb Koyau mengatakan, jika ditelusuri sejarah perjalanan warga Papua dalam NKRI sejak Papua dimasukkan menjadi bagian NKRI, rupanya hanya untuk menyiksa dan bahkan membunuh.
�Aneka kasus kekerasan dialami rakyat Papua dengan operasi-operasinya. Tentu dalam operasi-operasi ini tidak sedikit rakyat yang menjadi korban. Karena itu, warga Papua sudah tidak simpatik dengan negara Indonesia, bahkan warga Papua merasa bahwa mereka bukan bagian dari negara Indonesia,� ujarnya.[jtc]
Post Comment
Tidak ada komentar