Pemilu: Pesta Demokrasi vs Islam
![]() |
Gambar: Ilustrasi |
Oleh: Eriga Agustiningsasi, S. KM.
Mediaoposisi.com-Politik Indonesia pasca pemilu tetap terasa panas hingga saat ini. Pasalnya, tidak sedikit peristiwa yang terjadi membuat masyarakat geleng-geleng kepala. Mulai dari mekanisme pemilu yang dianggap sedikit lebih rumit hingga kecurangan demi kecurangan yang terjadi saat diselenggarakannya pemilu, terutama pemilihan capres dan cawapres, antara kubu petahana dengan pesaingnya. Hasil quick count yang penuh dengan kesimpangsiuran berita, saling klaim kemenangan.
Bahkan yang lebih mengejutkan lagi, ada 144 petugas KPPS yang meninggal pasca pagelaran pesta demokrasi ini. Ada apa dengan pesta demokrasi ini? Hal ini menarik untuk dibahas lebih lanjut.
Dikutip dari laman tirto.id, penyelenggaraan pemilihan umum 2019 di sejumlah daerah mengalami kendala. Mulai dari masalah distribusi logistik, kekurangan surat suara, kerusakan kotak suara, kerusakan surat suara, hingga surat suara tercoblos lebih dulu. Salah satu contohnya di kabupaten Cirebon, Jawa Barat, KPU menemukan ada 12 ribu surat suara yang rusak. Kerusakan surat suara ini berupa kesalahan cetak, ada bercak tinta, dan sobek.
Sementara itu terkait dengan banyaknya jumlah petugas KPPS yang meregang nyawa pasca pemilu, KPU terus melakukan pendataan. Data terakhir menyebutkan bahwa ada setidaknya 144 orang meninggal sementara ratusan lainnya menderita sakit. KPU melaporkan, kelelahan menjadi faktor utama petugas sakit. Selain itu, beberapa petugas mengalami tifus dan stroke.
Kesimpangsiuran hasil quick count pun menjadi bahasan menarik saat ini. Bagaimana tidak? Kedua kubu saling klaim kemenangan. Media massa optimis bahwa petahana-lah yang menjadi pemenang dalam hasil penghitungan cepat ini.
Ada harapan besar bagi petahana untuk memenangkan pemilu tahun ini. Dikutip dari laman cnbcindonesia.com, perusahaan manajemen investasi PT. Bahana TCW Invesment Management memperkirakan hasil hitung cepat (quick count) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan membawa dampak positif ke pasar keuangan domestik. Aliran dana asing ke pasar saham dan obligasi tahun ini diperkirakan bisa lebih dari US$ 6 miliar atau sekitar Rp 84,35 triliun, lebih besar dari 2018. Hasil pemilu untuk sementara sesuai dengan ekspektasi pasar.
Hasil hitung cepat dari mayoritas lembaga survey menempatkan kandidat petahana kembali melanjutkan kepemimpinan untuk periode ke-2. Apa kaitannya pemilu dengan asing? Manajer investasi asal Inggris, Ashmore, memprediksi total modal asing yang masuk ke pasar modal Indonesia tahun ini bisa mencapai US$ 1,5 miliar atau setara Rp 21,3 triliun (kurs Rp 14.200/US$). Sejak awal tahun hingga saat ini, modal asing yang masuk sudah sampai US$ 1 miliar.
Estimasi tersebut didasarkan pada data historis yang menujukkan tren arus masuk modal asing dengan rata-rata perolehan US$ 2,2 miliar sepanjang tahun penyelenggaraan pemilu.
Kesimpulannya, pesta demokrasi yang digadang-gadang menjadi harapan besar umat hari ini tidak terlepas dengan cengkraman asing. Dana yang digelontorkan dalam pagelaran besar ini menunjukkan angka fantastis. Lantas untuk siapakah pesta demokrasi ini ditujukan?
Islam sebagai agama dan aturan hidup, mengatur kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupan, tak terkecuali dalam pengaturan mekanisme pemilihan kandidat. Pemimpin negara dalam Islam disebut sebagai Khalifah. Khalifah dipilih oleh rakyat dengan bai�at (penyerahan urusan rakyat kepada Khalifah). Akad antara rakyat dengan Khalifah bukanlah akad ijarah (jual beli) melainkan akad untuk memerintah rakyat dengan hukum Allah.
Karena itu, selama Khalifah tidak melakukan penyimpangan terhadap hukum syara�, dia tidak boleh diberhentikan. Bahkan, jika pun melakukan penyimpangan dan harus diberhentikan, maka yang berhak memberhentikan bukanlah rakyat, tetapi Mahkamah Mazalim. Sehingga, tidak ada batas waktu yang pasti kapan jabatan Khalifah akan berakhir selama tidak ada pelanggaran hukum syara�. berbeda dengan pesta demokrasi yang digelar setiap 5 tahun sekali yang menghabiskan dana besar.
Mekanisme pemilihannya pun berdasarkan pada kesederhanaan dan kemudahan bagi rakyat. Bagaimana caranya?
1. Nama-nama calon Khalifah yang telah diseleksi oleh Mahkamah Mazalim harus dinyatakan layak. Disebut layak karena harus memenuhi syarat: Laki-laki, Muslim, baligh, berakal, adil, merdeka, dan mampu. Jika lolos seleksi, sang terpilih akan diserahkan kepada Majelis Umat.
2. Majelis Umat segera menentukan sejumlah nama tersebut untuk ditetapkan sebagai calon Khalifah. Bisa berjumlah enam (zaman Umar), atau dua (zaman Abu Bakar). Batas penetapan dalam rentang waktu 2 hari 3 malam.
3. Selanjutnya, Majelis Umat akan melakukan musyawarah untuk memilih mereka yang memenuhi kualifikasi.
Pengangkatan Khalifah ini hukumnya fardhu kifayah, sehingga tidak mesti dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu bukan solusi untuk mengangkat seorang Khalifah dan bukan metode baku dalam mendirikan Khilafah maupun mengangkat Khalifah. Namun, ini hanyalah uslub (cara). Boleh digunakan, dan bisa juga tidak, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Islam telah menetapkan bahwa metode baku untuk mendapatkan kekuasaan adalah thalab an-nushrah (meminta pertolongan). Sedangkan, metode baku untuk mengangkat Khalifah adalah bai�at. Meski dalam praktiknya, bisa saja dengan menggunakan uslub pemilu. In syaa allah, dengan konsep yang sederhana ini, akan banyak menghemat dana dan energi seperti tubuh kelelahan hingga jatuh sakit apalagi sampai meninggal, yang membuat orang orang geleng-geleng kepala.
Mau pakai Islam? [MO/ms]
Post Comment
Tidak ada komentar