Breaking News

Pro Kontra Film Dilan, Indonesia Butuh Novelis Islam Yang Inspiratif



Merli Ummu Khila 

Mediaoposisi.com-Pembangunan Dilan Corner, yang digagas Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, menuai pro dan kontra, termasuk dari netizen.Dilan Corner diresmikan Emil bersama Menteri Pariwisata Arief Yahya dan para pemain film 'Dilan 1991' secara simbolis pada Minggu (24/2/2019).

Euforia Dilan sebenarnya  kelanjutan cerita dari film sebelumnya Dilan 1990  yang diangkat dari novel karya Pidi Baiq. Tahun lalu 25 Februari 2018 pun sama heboh nya, film Dilan 1990 bahkan ditonton oleh seorang Presiden  Jokowi, tahun ini malah lebih istimewa, 25 Februari dijadikan Hari Dilan plus di buatkan sebuah Taman.

Hal ini menuai banyak kritikan, seperti seorang netizen @tudor.elizabeth "Mau tanya, sebagai orang awam saya bingung dan bertanya-tanya. Taman Dilan untuk apa? Faedahnya apa? Dilan itu pahlawan kah? Aneh banget, banyak pahlawan atau tokoh yang lebih pantas, kenapa harus Dilan, beneran aneh, sepasang muda mudi yang pacaran belum halal dijadikan kebanggaan," tulis nya seperti dilansir DetikNews, Jumat 01 Maret 2019, 10:50 WIB

Salah satu alasan dibangun karena kesuksesan novel dan film tersebut, namun sayangnya, Ridwan Kamil lupa bahwa justru film tersebut sebuah tontonan yang jauh dari kata inspiratif, kisah tentang gaya berpacaran anak muda yang kelak menjadi trendsetter . Anak sekolah yang seharusnya fokus belajar bukan justru melakukan aktifitas pacaran, ikut geng motor bahkan melawan guru. Jauh dari tuntunan agama.

Mirisnya sebuah tontonan yang jauh dari kata inspiratif, kisah tentang gaya berpacaran anak muda yang kelak menjadi trendsetter . Anak sekolah yang seharusnya fokus belajar bukan justru melakukan aktifitas pacaran, ikut geng motor bahkan melawan guru. Apa sih manfaat dari film ini? Jauh dari tuntunan agama.

Terlepas dari itu semua, ada peran penting dari penomena diatas yaitu bagaimana sebuah novel ketika diangkat menjadi sebuah film. Namun sayangnya, ketika sebuah karya menjadi generasi muda justru kepada hal-hal yang menjerumuskan (baca: pacaran). Disadari atau tidak, secara tidak langsung penulis harus bertanggungjawab atas karyanya.

Pada sistem sekuler saat ini dimana sebuah novel  yang kita sering lihat di toko-toko buku, kebanyakan novel bergenre remaja yang isinya tidak jauh-jauh dari percintaan anak muda dan aktifitas pacaran. Karena seorang penulis dia akan menulis mengikuti permintaan pasar.

Ketika tujuan seorang penulis hanya bagaimana menghasilkan karya demi mendapatkan profit dan  ketenaran belaka tanpa memikirkan apa dampak yang akan terjadi pada pembacanya. Dan tidak menyadari bahwa dia akan mempertanggungjawabkan atas semua apa yang dia tulis. 

Menjadi penulis hendaklah yang mempunyai karya yang menginspirasi anak muda yang tentu saja sesuai dengan tuntunan agama, karena setiap karya akan ada pertanggungjawaban kelak dan setiap karya akan abadi meski penulis sudah tiada.

Jadi lah novelis islami yang dengan karya yang  mampu menginspirasi generasi muda yang kini terjebak pada gaya hidup bebas dan hedonism, dan pada akhirnya membuat generasi muda kehilangan masa depan. Penting nya menjadi seorang penulis yang faham akan hukum syara yang mengatur bagaimana memberikan informasi yang bisa di pertanggungjawabkan.[MO|ge]

Tidak ada komentar