Benarkah Politik Lebih Sulit Dari Perang?
Oleh: Wulan Eka Sari,
(Aktivis Mahasiswa)
Dalam pidato kebangsaan di acara "Prabowo Menyapa Masyarakat dan Purnawirawan TNI/Polri", calon Presiden nomor urut dua ini mengatakan bahwa Politik lebih sulit dari pada perang. Karena menilai, perpolitikan di Indonesia berbohong adalah hal yang biasa. (CNN Nasional, 27/02/2019)
Apa yang disampaikan Pak Prabowo adalah sesuatu yang wajar. Karena sejak diruntuhkan dan dihancurkannya Daulah Khilafah pada tanggal 3 Maret 1924 (95 tahun yang lalu) sistem politik kufur diterapkan di negeri-negeri kaum muslimin, politik Islam tersingkir. Pada saat itulah masuk berbagai konsep pemikiran politik Barat yang ditegakkan di atas ideologi kapitalisme yang berasas sekulerisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan.
Negara kapitalis yang menganut doktrin ini tak henti-hentinya menyebarluaskan doktrin ini dan menerapkan hukum-hukumnya di negeri-negeri kaum muslimin. Mereka menyesatkan dan menggambarkan kepada kaum muslimin bahwa politik tak sejalan dengan agama. Bahwa politik adalah pragmatis dan menerima realita apa adanya serta mustahil untuk mengubahnya agar umat islam tetap berada di bawah penindasan negara-negara kafir dan tidak mampu menemukan jalan bagi kebangkitannya.
Kampanye untuk menjauhkan umat Islam dari kegiatan politik dan para politisi sebagai kegiatan yang kotor atau najis, yang bertentangan dengan keagungan dan spiritualitas Islam. Kebohongan, janji manis, menipu rakyat, korupsi, kebijakan pro kapitalisme, tidak pro rakyat, menyengsarakan dan menambah beban hidup rakyat itulah gambar politik hari ini yang tanamkan oleh Barat. Politik yang memisahkan agama dari kehidupan.
Politik Islam
Politik sejatinya tidak dapat dipisahkan dari agama. Karena makna politik adalah sesuatu yang mulia. Politik atau siyasah mempunyai makna mengatur urusan umat baik di dalam maupun luar negeri. Untuk mengurusi urusan umat, syara' telah memberi tanggung jawab kepada penguasa. Dalam negara islam disebut sebagai khalifah. Sementara sistemnya dinamakan Khilafah. Rasulullah saw bersabda:
"Adalah Bani Israil yang mengatur urusan mereka adalah para Nabi. Bila wafat seorang Nabi, diganti Nabi berikutnya. Tetapi tidak ada lagi Nabi setelahku. Akan ada para Khalifah. (H.R. Muslim dari Abu Hurairah ra)
Hal ini menunjukkan bahwa kepentingan kaum muslimin akan dipelihara dan diurusi oleh para Khalifah.
Politik Dalam Negeri
Politik dalam negeri negara islam bertumpu pada pelaksanaan hukum-hukum islam secara totalitas. Berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri dan dengan sesama diterap secara kaffah. Misalnya dalam aspek akhlak, ibadah, muamalah, uqubat dan lainnya.
Politik Luar Negeri
Sementara politik luar negeri negara islam adalah mengatur hubungan negara islam dengan negara, bangsa dan umat lainnya. Politik luar negeri ini berpijak pada penyebarluasan islam ke seluruh penjuru dunia, umat dan bangsa. Hal ini dilakukan sejak masa Rasulullah saw hingga Daulah Utsmaniyah berakhir. Sejak Rasulullah saw mendirikan negara di Madinah, beliau menjalin hubungan dengan negara-negara lain dengan tujuan untuk menyebarluaskan islam. Sebagai contoh, Rasulullah saw mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudu agar dapat menyiarkan dakwah di Hijaz. Kemudian beliau membuat perjanjian Hudaubiyah dengan masyarakat Quraisy agar dapat mendakwahkan Islam di Jazirah Arab. Metode yang dipakai dalam menyebarluaskan dakwah islam adalah dengan Jihad.
Jadi, dalam politik islam tidak ada yang namanya kebohongan atau yang sejenis dengannya. Karena politik dalam islam memiliki makna dan juga merupakan aktivitas yang mulia dan bukan aktivitas yang sulit. Politik juga tidak bisa dipisahkan dengan islam. Jika kita memisahkannya maka kita sudah termakan oleh doktrin kafir Barat. Na'uzubillah.[MO/sr]
Tidak ada komentar