Cerita Kivlan Zein Ketika Wiranto Tinggalkan Pasukan
Pejuang.Net - Tragedi kerusuhan Mei 1998 sudah 21 tahun berlalu. Namun, hingga kini, dalang pelanggaran HAM berat itu belum ada yang diseret ke pengadilan.
Dalam laporan Komnas HAM, nama Wiranto yang pembantu Jokowi di Kabinet Kerja, masuk deretan orang-orang yang harus bertanggung jawab atas tragedi 98.
Mayjen (Purn) TNI Kivlan Zein ingat ketika itu situasi Jakarta tengah genting, Wiranto yang menjabat Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) justru memilih berangkat ke luar kota untuk meresmikan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI di Markas Divif 2 Kostrad, Singosari, Kabupaten Malang.
�Loh, ini keadaan kacau (kerusuhan di Jakarta) malah pergi tinggalkan pasukan,� ulas Kivlan dalam diskusi bertajuk �Para Tokoh Bicara 98� di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (25/2).
Ia semakin heran karena Wiranto menolak mengerahkan pasukan untuk mengamankan situasi di Jakarta.
�Saya ditelpon sama Kasum, jangan kerahkan pasukan perintah Pak Wiranto. Loh ini keadaan kacau masa tidak boleh turunkan pasukan,� kenang Kilvan yang ketika itu menjabat Kepala Staf Kostrad TNI AD.
Malah ia diperintahkan Wiranto untuk mengerahkan Pasukan Pengamanan Masyarakat (PAM) Swakarsa. Tujuannya menghadang demonstrasi mahasiswa.
Dari situlah Kivlan yakin kerusuhan dan pembakaran memang sengaja dirancang oleh pihak tertentu.
Panglima Kostrad ketika itu, Letjen Prabowo Subianto pun berinisiatif mengumpulkan pasukannya demi mengamankan Jakarta, terutama Sidang Istimewa MPR RI untuk membahas pelengseran Soeharto.
�Kami kerahkan pasukan Kostrad untuk diserahkan ke Pangdam, tanggal 13 Mei saya masuk ke seluruh Jakarta. Karena kekacauan makin melebar, bawa lagi pasukan lain dari Garut, Tasikmalaya. Kepala staf kan tugasnya menyiapkan. Nggak cukup bawa dari Jateng, nggak cukup bawa dari Jatim, bawa Makassar, sampai 15 ribu,� bebernya.
Untuk membawa pasukan sebanyak itu, butuh sejumlah pesawat Hercules. Namun lagi-lagi tak diizinkan Wiranto.
Akhirnya, mereka mengambil inisiatif mencarter Mandala Air Lines dan Garuda dari Makassar termasuk dari beberapa kota di Jawa. 15 ribu pasukan pun berhasil merendam kekacauan yang terjadi.
�Dianggap kita mau kudeta, padahal rencananya memang sesuai dengan land of panglima ABRI. Jadi kita bukan kudeta tapi amankan Jakarta. Tanggal 15 (Mei 1998) selesai nggak ada pembakaran, tenang. Pasukan sudah banyak di Jakarta,� lanjut Kivlan.
Suasana kota Jakarta sudah berangsur kondusif dan terkendali. Tak disangka, Wiranto bersama Paspamres ketika itu malah melapor sebaliknya kepada Soeharto.
�Tidak bisa diatasi. Lebih baik Bapak mundur. Wiranto ini yang perintahkan mundur. Ini saya ngalamin. Kalau nanti saya mau dituntut. Tuntutlah saya ke pengadilan militer. Dan saya tuntut dia di pengadilan militer,� tantangnya. [rmol]
Tidak ada komentar