Trisakti Jadi Utang Luar Negeri, dan Rakyat Menanggungnya
POS-METRO.COM - Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Jami Kuna, menilai dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla telah terbukti tidak sanggup melepaskan diri dari ketergantungan atas utang luar negeri dan teknologi negara-nagara maju.
Upaya untuk keluar dari krisis yang diderita bangsa Indonesia, pemerintah Jokowi-JK membuat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah serta membatalkan 3.123 Peraturan Daerah (Perda) yang dianggap menghambat lajunya investasi.
Melalu perjanjian internasional, Jokowi-JK juga takluk dan menjadikannya tidak memiliki kendali terhadap kedaulatan bangsa. Buktinya proyek kapitalisme terlihat mendominasinya atas berbagai kebijakan ekonomi, politik dan kebudayaan pemerintah selama dua tahun berjalan.
�Bukti nyatanya adalah PP 78 tahun 2015 (Pengupahan) yang terang-terang memiskin rakyat,� terang Jami kepada Aktual.com, Kamis (20/10).
Bagi LMND, masalah leberalisasi sumber daya alam dan ketergantungan utang tidak terlepas dari masalah kemiskinan, pengangguran, serta meningkatnya angka kriminalisasi. LMND mengingatkan janji-janji manis politik Jokowi.
Terutama janji manis dalam melaksanakan sembilan agenda prioritas (Nawa Cita) yang merupakan penjabaran dari Trisakti Bung Karno. Dimana dalam agenda tersebut muaranya adalah menghentikan seluruh kebijakan neoliberal, menghapus utang luar negeri dan menasionalisasi industri tambang asing sebagai wujud menciptakan kedaulatan nasional yang berdasakan pada Pancasila dan UUD 1945.
Dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, lanjut Jami, negara justru semakin vulgar menunjukan dirinya sebagai kaki tangan bagi negara-negara pemilik modal yang ada di Indonesia. Yakni dengan terus memproduksi berbagai kebijakan liberal yang pada gilirannya berdampak serius bagi pemiskinan rakyat.
LMND menyinggung bagaimana paket kebijakan ekonomi Jilid I hingga Jilid XII. Semuanya berorentasi untuk melayani kepentingan kapitalisme agar ekspor kapital dapat mengalir deras masuk ke Indonesia, meski dalam kenyataannya inflasi terus melonjak hingga menyentuh angka 6,7 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistic (BPS), 18 Juli 2016, disebutkan bahwa Angka kemiskinan per-Maret 2016 mencapai 28,1 juta jiwa (10,86 persen), dengan persebaran 10,4 juta jiwa di perkotaan dan 17,67 juta jiwa di pedesaan.
Angka kemiskinan ini akan jauh lebih buruk jika didasarkan pada kenyataan upah buruh dan petani (sebagai komposisi penduduk mayoritas) yang hanya berkisar pada Rp. 20.000-Rp.49.000 perhari. Begitu juga pendapatan buruh industri yang meskipun secara nominal mengalami kenaikan, namun jadi tidak bernilai akibat tingginya kebutuhan pokok yang tidak sanggup dikontrol oleh Pemerintah.
�Dua tahun berkuasa, pemerintahan Jokowi-JK telah menyebabkan kemerosotan ekonomi, memperluas kemiskinan, pengangguran, dan kelaparan,� terang Jami.
Hampir seluruh kebijakan negara semakin bergantung pada pasar internasional dan tidak menunjukkan adanya kepercayaan diri dalam membangun bangsa tanpa utang luar negeri. Rakyat menurutnya terus dijadikan bulan-bulanan untuk menanggung sikap pemerintah. [akt]
Tidak ada komentar