Sebut Pro KPK, Mahfud MD Akui Tak Bisa Berbuat Banyak Soal Pemecatan 51 Pegawai
KONTENISLAM.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan bahwa ia ikut mendukung penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) mengakibatkan beberapa pegawai handal KPK tersingkir.
"Saya sejak dulu pro KPK, sejak dulu. Saya Ketua MK dulu. 12 kali itu (KPK) mau dirobohkan. Saya menangkan KPK terus," kata Mahfud dalam diskusi bersama sejumlah akademisi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang disiarkan secara daring, Sabtu, 5 Juni 2021.
Meski begitu, Mahfud mengaku tak bisa berbuat banyak dalam hal skandal yang terjadi belakangan, terkait pemecatan 51 pegawai KPK yang dinilai berintegritas. Ia mengatakan keputusan pemecatan itu tak terletak hanya di pemerintah saja, tapi juga melibatkan DPR, partai politik, hingga civil society yang saat ini ia nilai tengah terpecah.
Dalam forum tersebut, seorang akademisi menyebut kenal dengan beberapa penyidik KPK dan menyatakan bahwa mereka adalah orang baik.
"Kata bapak orang itu (pegawai KPK) orang baik, tapi ya itu kata bapa dan saya. Kata yang lain tidak. Ukurannya siapa yang mau dianggap benar?" ujar Mahfud.
Mahfud pun kemudian menjelaskan kedekatannya dengan Novel Baswedan, untuk menegaskan sikapnya yang pro KPK. Ketika Mahfud menjabat Ketua MK, Mahfud pernah memenuhi panggilan Novel untuk diperiksa terkait salah satu kasus korupsi.
"Saya datang periksa. Saya datang tak lebih dari 15 menit. Berdiri, Novel Baswedan ini (bilang), 'Pak, kalau semua pemimpin bangsa seperti bapak, beres negara ini'. Dia bilang begitu. Saya bilang, kalau saya presiden anda Jaksa Agung," kata Mahfud.
Meski begitu, ia melihat banyak orang yang menganggap Novel Baswedan terlalu politis. Menurut Mahfud, banyak pihak melihat Novel kerap membiarkan orang partai tertentu yang sudah jelas kesalahannya. Mahfud pun mengingatkan agar KPK tetap menghormati proses hukum.
Namun Mahfud menegaskan dirinya tetap pro pada KPK. Ia mengatakan tujuan ia datang ke UGM pun salah satunya adalah untuk mencari masukan dari akademisi terkait langkah terbaik bagi KPK ke depan.
"Kalau kita mau demokrasi ya seperti itu. Demokrasi yang sekarang itu elitnya oligarkis, bawahnya liar, elitnya oligarkis rakyatnya liar. Gak ada yang al madinah al fadilah, negara yang sempurna," kata Mahfud. (*tempo)
Tidak ada komentar