Kabareskrim Tolak Laporan Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri, LBH: Tak Profesional
GELORA.CO - Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengecam pernyataan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto terhadap laporan Indonesia Corruption Watch. Menurut LBH Jakarta, sikap Agus mengenai laporan terhadap Ketua KPK Firli Bahuri itu janggal dan tidak profesional.
“LBH Jakarta mengecam sikap janggal dan tidak profesional Kabareskrim Polri,” kata Ketua LBH Jakarta Arief Maulana lewat keterangan tertulis, Sabtu, 5 Juni 2021.
Arief menilai tidak semestinya Agus buru-buru menolak laporan ICW tersebut. Apalagi menyudutkan ICW dengan tuduhan membuat gaduh. “Pernyataan tersebut tidak mencerminkan profesionalisme aparat penegak hukum,” kata dia.
Sebelumnya, Agus mengatakan akan mengembalikan aduan ICW ke Dewan Pengawas KPK. "Nanti kami kembalikan ke Dewas KPK saja, kan sudah ditangani," ujar Agus saat dikonformasi pada Jumat, 4 Juni 2021.
Agus beralasan, Polri saat ini sedang fokus membantu pemerintah dalam penanganan pemulihan ekonomi nasional. Ia pun meminta agar masalah dugaan penerimaan gratifikasi oleh Firli Bahuri tak dilibatkan ke institusinya. "Mohon jangan tarik-tarik Polri. Energi kami fokus kepada membantu percepatan penanganan pandemi Covid-19 berikut dampak penyertanya," kata Agus.
ICW sebelumnya menemukan ada perbedaan harga sewa helikopter antara apa yang dilaporkan Firli kepada Dewan Pengawas KPK dengan yang sebenarnya. Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan, Firli menyebut harga sewa helikopter adalah sekitar Rp 7 juta jam per jam belum termasuk pajak. "Tapi kami mendapat informasi lain bahwa harga sewa per-jam sekitar US$ 2.750 atau setara Rp 39 juta. Jika ditotal Rp 172 juta yang harus dibayar. Ketika kami selisihkan harga, ada Rp 141 juta yang diduga merupakan penerimaan gratifikasi atau diskon," ucap dia di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Kamis, 3 Juni 2021.
Lebih lanjut, Wana menyebut, perusahaan penyedia sewa helikopter adalah PT Air Pasific Utama, di mana salah satu komisarisnya pernah menjadi saksi di kasus dugaan suap pengurusan izin proyek Meikarta. Menurut Wana, apa yang telah dilakukan Firli Bahuri memenuhi unsur Pasal 12 huruf B Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. (*)
Tidak ada komentar