Breaking News

Dr. Snouck Hurgronje, Agen Belanda yang dapat melemahkan perlawanan Aceh



Snouck Hurgronje lahir tanggal 8 Februari 1857 di Tholen, Oosterhout, Belanda. Sejarah mencatat bahwa Hurgronje merupakan orang Belanda yang berhasil menaklukkan Aceh berkat keuletan sekaligus kelicikannya dalam memecah-belah masyarakat di Serambi Mekah.

Dengan modal menguasai bahasa Melayu-Aceh dan pemahaman yang sangat baik tentang Islam, Hurgronje memasuki Aceh yang masih dilanda perang. Ia menyamar sebagai Haji Abdul Ghaffar dan berhasil menjalin relasi dengan tokoh-tokoh adat serta para ulama di Aceh.

Dari masa tinggalnya di Aceh mulai Juli 1891 sampai Februari 1892, dikutip dari "Christian Snouck Hurgronje: History Of Orientalist Manipulation Of Islam � Analysis", Snouck menyusun laporan intelijen dengan satu poin penting: Perlawanan di Aceh tidak benar-benar dipimpin oleh Sultan, seperti yang selalu dipikirkan Belanda, namun oleh ulama-ulama Islam.

Snouck mengatakan tidak mungkin bernegosiasi dengan para ulama. Ideologi Islam yang menentang penjajahan telah tertanam kuat dalam pemikiran mereka. Maka yang dianjurkan Snouck kepada pemerintah Belanda bukan lah melobi ulama, melainkan langsung menggunakan cara-cara kekerasan.

Menurut Snouck, kekerasan terhadap ulama akan sangat ampuh membungkam mereka dari menyampaikan ajaran-ajaran soal jihad, negara Islam, dan konsep Politik Islam lainnya; dan ke depannya hanya bicara soal Hari Akhir dan ritual ibadah.
Maka dari itu Snouck menggunakan taktik devide et impera untuk memecah belah kaum ulama dengan kaum bangsawan yang ada di Aceh

Dalam politik �devide et impera� ini, kaum (bangsawan) dianggap dapat membantu Belanda dan Pemerintah Kolonial mengajak kerjasama kelompok ini, dengan memberi mereka penghargaan, agar mereka memihak ke Belanda. Sebaliknya kaum ulama di Aceh dianggap menentang Belanda dan harus dihadapi dengan kekerasan oleh Militer Belanda.


Perlawanan gerilya Aceh juga ditangani Belanda dengan mengerahkan pasukan elit anti-gerilya �Mar�chauss�e� (atau �Marsose�) yang dipimpin Jenderal Johannes van Heutsz. Pasukan Marsose memiliki strategi melawan gerilya dengan bergerak cepat, mendeteksi markas gerilya dan dilatih untuk beroperasi di wilayah hutan.


Pasukan ini mengepung dan menewaskan pemimpin pasukan gerilya Aceh, Teuku Umar, pada tahun 1899.  


Berkat saran �devide et impera� Snouck Hurgronje dan pengerahan pasukan Marsose ini, maka Belanda akhirnya berhasil menaklukkan dan menguasai Aceh, setelah sebelumnya Belanda mengalami kesulitan menghadapi serangan gerilya rakyat Aceh.




Tidak ada komentar