Penyimpangan Seksual Marak, Kapitalisme Memang Rusak
Akhir-akhir ini, penyimpangan seksual kembali marak. Mirisnya, dua kasus terbaru, yaitu penyimpangan seksual swinger dan fetish yang berimbas pelecehan seksual dilakukan oleh civitas akademik dengan dalih penelitian ilmiah.
Dilansir dari cnnindonesia (3/8/2020), Seorang dosen berinisial BA perguruan tinggi di Yogyakarta diduga melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah perempuan. Modusnya, mengaku sedang membuat penelitian perihal swinger atau hubungan seks bertukar pasangan. Ia mengaku melakukan aksi tersebut mulai tahun 2014 dan hampir setiap pekan menjerat korban.
Selain itu, sebuah nama berinisial G mendadak ramai diperbincangkan di media sosial Twitter sejak Rabu malam hingga Jumat 31 Juli 2020. Hal itu setelah sebuah utas yang diunggah akun @m_fikris menceritakan kasus dugaan pelecehan seksual yang dialaminya berkaitan dengan fetish kain jarik (liputan6.com, 2/8/2020).
Sebenarnya, kasus-kasus penyimpangan seksual seperti diatas sudah lama dan banyak terjadi. Namun kini lebih marak lagi karena tidak adanya hukuman bagi pelakunya.
Beberapa waktu lalu dunia per-facebook-an juga ramai dengan adanya pelaku fetish cadar, juga kaos kaki. Para ummahat (ibu-ibu muslimah) bercadar dibuat heboh karena di-inbox pelaku dan bertanya mengarah ke hubungan seksual. Tak hanya itu, LGBT pun yang juga termasuk penyimpangan seksual tak segan untuk tampil di depan umum. Na'udzubillah min dzalik.
Sistem kapitalisme dengan akidah sekulernya, telah berhasil meracuni masyarakat untuk tidak peduli dengan aturan Allah swt. dalam setiap aktifitasnya. Karena sekularisme memang pemahaman yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Jadi bagi penganutnya, urusan gaya hidup tidak perlu ada campur tangan Allah swt.
Selain sekularisme, pemuja kapitalisme juga menganut paham kebebasan (liberalisme). Sehingga, selain cuek dengan keberadaan Allah swt., mereka juga tidak peduli dengan bagaimana pandangan masyarakat, dampak maupun bahaya atas perilaku mereka. Karena yang mereka kejar hanya kebebasan bereskpresi dan kepuasan dunia semata.
Selain itu, aturan yang berlaku di negeri ini juga lemah. Karena negeri ini juga penganut kapitalisme, maka tidak ada jerat hukum bagi pelaku penyimpangan seksual. Tindakan hukum hanya akan memproses jika terjadi pelecehan terhadap korban. Jika tidak memakan korban, dan hanya berfantasi dengan penyimpangan itu sendiri atau dengan pasangan atas dasar suka sama suka, maka tidak ada jerat hukum atasnya. Sehingga wajar jika kasus-kasus atau pelaku penyimpangan seksual tersebut semakin marak dan tidak jera. Begitulah, kapitalisme memang rusak.
Tentu hal ini sangat berbeda jika sistem Islam yang diterapkan. Pertama, dalam Islam hubungan seksual hanya terjadi antara suami istri yang sah secara syara'. Allah swt. pun sudah membimbing bagaimana cara yang diperbolehkan. (QS. Al-Baqarah: 223)
Kedua, halusinasi atau imajinasi seksual terhadap selain suami/istrinya adalah haram karena termasuk zina. Dari Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda, “Setiap bani Adam mempunyai bagian dari zina, maka kedua matapun berzina, dan zinanya adalah melalui penglihatan, dan kedua tangan berzina, zinanya adalah menyentuh. Kedua kaki berzina, zinanya adalah melangkah-menuju perzinahan. Mulut berzina, zinanya adalah mencium. Hati dengan keinginan dan berangan-angan. Dan kemaluannyalah yang membenarkan atau menggagalkannya.” (HR. Bukhari)
Ketiga, bagi para pelaku penyimpangan seksual, baik yang melakukan pelecehan secara langsung maupun tidak langsung, maka hal itu merupakan tindak kejahatan yang harus diberi sanksi tegas oleh Kholifah. Tentu sesuai dengan kadar kesalahannya. Jika sampai zina, memperkosa atau hubungan sejenis maka bisa dihukum rajam hingga meninggal.
Semua itu akan terwujud jika seluruh masyarakat berperan aktif dalam mengontrol tatanan kehidupan bermasyarakat. Mulai dari kontrol individu, masyarakat, hingga negara. Karena hukuman terhadap pelaku hanya bisa direalisasikan oleh negara, bukan individu atau kelompok masyarakat. Wallahua'lam bish-shawab.[]
Oleh: Anita Ummu Taqillah
Anggota Komunitas Setajam Pena
Post Comment
Tidak ada komentar