Kejar Target, Anak Sekolah Daring Orang Tua Pusing
Kondisi wabah memang betul-betul membongkar kebobrokan sistem hidup yang sedang diterapkan, tak terkecuali sistem pendidikan. Jangankan saat terjadi wabah, saat normal saja, sistem pendidikan yang diterapkan memang tampak rapuh dan tak jelas arah. Sejak wabah merebak, dunia pendidikan dipaksa menyesuaikan diri dengan pola interaksi sosial yang tiba-tiba harus berubah dan diperparah perekonomian yang kolaps. Sistem pendidikan yang diterapkan benar-benar gagap dalam menghadapi keadaan.
Terbukti, opsi belajar dari rumah yang faktanya saat ini menjadi satu-satunya pilihan malah lebih menyingkap kebobrokan sistem pendidikan yang selama ini diterapkan, sekaligus memunculkan begitu banyak persoalan. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang menuntut sarana telekomunikasi dan ketersediaan jaringan, memaksa rakyat untuk melayani segala kebutuhan tersebut secara mandiri.
Dalam pelaksanaan sistem pembelajaran daring atau dalam jaringan, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA Negeri 15 Medan, Pesta Lumban Gaol mengakui ada beberapa kendala. Kendala ini dialami baik oleh guru ataupun para siswa. Dikatakan Pesta, kendala ini berkaitan dengan ketersediaan jaringan dan perangkat. Terlebih bagi siswa-siswi yang kurang mampu. "Tidak kita pungkiri tentu ada kendala. Karena sistem belajar daring ini biayanya sangat besar. Biaya paket internet, belum lagi siswa yang sudah berada di kampung dan tidak ada jaringan," ujarnya kepada Tribun Medan, Jumat (17/7/2020).
Namun, untuk pembelajaran daring di tahun ajaran baru ini, Pesta mengatakan pihak sekolah belum bisa memberikan bantuan. Sementara itu bantuan dari pemerintah juga belum ada untuk mendukung pemberian daring ini. "Maka dari itu sebenarnya tidak efektif belajar daring ini. Tapi begitu pun tetap kita laksanakan," katanya.
Ia menuturkan bahwa hingga saat ini, masih terdapat siswa yang sering tidak hadir dalam pelaksanaan pembelajaran daring yang dilakukan. Pesta berharap ke depan ada bantuan yang diberikan baik dari pihak instansi dan individu yang berkecukupan untuk mendukung pembelajaran para siswa secara daring (Tribun Medan, 17/7/2020).
Dukungan sarana dan prasarana yang sangat minim, kurikulum yang tak jelas arah, metode pembelajaran yang kaku, visi pendidikan yang sekuler kapitalistik, membuat penyelenggaraan “pendidikan” di tengah wabah menjadi hal yang terasa begitu memberatkan. Baik bagi para siswa, orangtua, maupun pihak pendidik dan sekolah.
Sekolah daring menjadi tambahan beban tersendiri bagi para orangtua. Baik secara ekonomi maupun mental. Orangtua yang berpikir mendidik adalah kewajiban sekolah, tiba-tiba harus bertanggung jawab penuh terhadap sekolah anaknya. Tak hanya soal pendidikan agama dan moral, tapi dengan berbagai mata ajar yang mereka pun tak mengerti bagaimana dan apa manfaat riilnya.
Adapun para siswa, bersekolah di tengah wabah menjadi penderitaan tersendiri bagi mereka. Baik dari sisi mental maupun kemampuan. Karena selain dipaksa melahap begitu banyak target pembelajaran di rumah, juga harus berhadapan dengan “guru” baru yang tak paham bagaimana mendidik dan mengajar.
Sementara bagi pihak pendidik dan sekolah, situasi wabah juga tak serta-merta meringankan beban mereka. Bahkan situasi ini membuat mereka harus berpikir keras, karena dukungan fasilitas sangat minim, sementara pembelajaran harus tetap dijalankan.
Negara seharusnya punya prioritas kerja. Negara tidak boleh lepas tangan apalagi menyerahkan tanggung jawabnya kepada masyarakat maupun swasta. Rasulullah Saw. bersabda (yang artinya): “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Berdasarkan hadits tersebut, Islam telah memandatkan kepada negara berupa tanggung jawab pengurusan seluruh urusan umat, termasuk prioritas dalam penyelenggaraan pendidikan. Maka negara harus punya target terukur kapan wabah harus tuntas, kapan pendidikan harus berjalan normal. Jika keduanya tak bisa berjalan bersamaan maka penyelesaian wabah harus diutamakan.
Kurikulum sekolah juga harus didesain sedemikian rupa agar mendukung penyelesaian wabah. Tersampaikannya materi ajar memang penting, tapi keselamatan jiwa tentu lebih penting. Maka target pendidikan selama wabah adalah memastikan anak-anak memahami dan melakukan upaya-upaya untuk bertahan hidup.
Orangtua juga perlu pengarahan dari negara, agar bisa mewujudkan madrasah di rumah. Orangtua perlu dituntun dan diedukasi agar bisa menjadi guru di rumah selama wabah. Penempatan sistem pendidikan sebagai salah satu pilar peradaban cemerlang yang harus mendapat perhatian serius oleh negara, baik dalam menjaga kemurnian visi, kurikulum, metode pembelajaran, hingga dukungan sarana dan prasarananya. Wallahu’alam bishawab.[]
Oleh: Dina Aprilya
Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Post Comment
Tidak ada komentar