Saat Khutbah Berlangsung Lakukan 8 Hal Ini
Berikut ini adalah adab atau panduan yang harus dilakukan makmum atau jama'ah ketika khutbah sedang berlangsung. Ada 8 adab yang penting untuk diperhatikan.
1. Mendekat Kepada Imam/Khatib
Diriwayatkan dari Samurah Bin Jundub Radhiallahu 'anhuma, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
احْضُرُوا الذِّكْرَ وَادْنُوا مِنَ الإِمَامِ فَإِنَّ الرَّجُلَ لاَ يَزَالُ يَتَبَاعَدُ حَتَّى يُؤَخَّرَ فِى الْجَنَّةِ وَإِنْ دَخَلَهَا.
“Hadirilah khutbah (jumat) dan mendekatlah kalian kepada imam. Sesungguhnya seorang yang selalu menjauh dari imam maka ia terakhir di surga sekalipun ia memasukinya.” [Hadits Riwayat: Abu Daud (1108) dan lainya. Shahih]
Diriwayatkan dari Aus Bin Aus radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَ غَسَّلَ ثُمَّ غدا وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنَ الإِمَامِ وأنصت وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ.
“Siapa yang mandi pada hari jum’at, berangkat pagi-pagi dengan berjalan kaki, mendekat dengan imam dan diam tanpa melakukan perbuatan yang sia-sia maka setiap langkahnya menghapus dosa selama satu tahun.” [Hadits Riwayat: Abu Daud (345), At-Tirmidzi (496), An-Nasa`i (3/95), Ibnu Majah (1087). Shahih]
2. Menghadap kepada imam yang sedang berkhutbah
Disunnahkan bagi para jama’ah untuk menghadapkan wajahnya kearah imam ketika sedang berkhutbah namun tidak ada dalil shahih yang marfu’ dari nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Tetapi ada dalil shahih dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma :
كان لا يقعد الإمام حتى يستقبله.
“Bahwa imam tidak duduk sehingga ia menghadapnya.” [Hadits Riwayat: ‘Abdurrazzaq (5391), Ibnu Munzir (4/74), Al-Baihaqi (3/199). Hasan]
Diriwayatkan dari Anas Radhiallahu 'anhu, ia menceritakan:
جاء يوم الجمعة فاستند إلى الحائط و استقبل الإمام.
“Bahwa ketika hari jum’at datang ia bersandar ke dinding dan menghadap imam.” [Hadits Riwayat: Ibnu Abi Syaibah (2/118), Ibnu Munzir (4/74). Shahih]
Imam at-Tirmidzi berkata bahwa para ulama dari kalangan sahabat dan lainnya telah mengamalkannya, dan mereka menganjurkan menghadap imam ketika khutbah.
3. Diam dan mendengarkan khutbah
Diriwayatkan dari Salman Radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ... ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى.
“Seorang laki-laki tidaklah mandi pada hari jum’at, kemudian diam ketika imam berkhutbah melainkan diampuni dosa-dosa diantara jum’at itu dengan jum’at yang lainnya.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ: أَنْصِتْ- وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ.
“Apabila pada waktu jumat engkau mengucapkan pada temanmu “diamlah” ketika imam sedang berkhutbah maka engkau telah berbuat sia-sia.” [Hadits Riwayat: Al-Bukhari (934), Muslim (851)]
Hadits marfu’ diriwayatkan dari Amr Bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya radhiallahu 'anhum:
وَمَنْ لَغَا وَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ كَانَتْ لَهُ ظُهْرًا.
“Siapa yang berbuat sia-sia dan melangkahi pundak manusia maka (shalat jumat itu) bagaikan shalat zhuhur baginya.” [Hadits Riwayat: Abu Daud (347), Ibnu Khuzaimah (1810). Hasan]
Maksud hadits tersebut adalah pahalanya berkurang dan tidak melaksanakan shalat jum’at dengan sempurna. Jumhur para ulama menyatakan bahwa berbicara diantara para jama’ah hukumnya adalah haram.
Catatan tambahan:
Apabila sebagian jama’ah berbicara maka boleh memberi isyarat supaya diam
Diriwayatkan dari Anas Radhiallahu 'anhu, ia berkata:
بينما رسول الله صلى الله عليه وسلم يوما قائما يخطب على المنبر قام رجل فقال: متى قيام الساعة يا نبي الله؟ فسكت عنه و أشار الناس إايه: أن اجلس فأبى.
“Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berdiri khutbah di atas mimbar tiba-tiba seorang laki-laki berdiri dan bertanya, “Kapan hari kiamat wahai Rasul? Rasul pun diam dan para jama’ah memberi isyarat kepadanya supaya duduk namun ia menolaknya.” [Hadits Riwayat: Al-Bukhari (6167), Ibnu Munzir (1808), Ibnu Khuzaimah (1796)]
Penulis berkata: Menjawab salam dari seseorang juga bisa disamakan dengan hal ini. Karena itu boleh memberi isyarat kepadanya.
Dibolehkan berbicara dengan imam ketika sedang khutbah karena keperluan mendesak, baik imam yang mendahuluinya atau menjawab pertanyaan sebagian jama’ah.
Diriwayatkan dari Anas Radhiallahu 'anhu, ia berkata:
أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِىٌّ مِنْ أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وهو يخطب يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ، هَلَكَتِ الْمَاشِيَةُ
“Seorang laki-laki badui datang kepada nabi Shallallahu 'alaihi wasallam ketika khutbah jum’at dan mengatakan, “Wahai Rasulullah telah binasa binatang ternak.” [Hadits shahih]
Riwayat yang menceritakan kisah Sulaik Al Ghathafani ketika masuk masjid dan duduk di saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sedang khutbah jum’at, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya:
هل صليت رَكْعَتَيْنِ؟ قَالَ: لا قَالَ: قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ.
“Apakah engkau sudah shalat dua rakaat? “Belum” jawabnya, kemudian Rasul menyuruhnya untuk shalat dua rakaat.”
4. Tidak boleh melangkahi pundak orang lain dan memisahkan diantara dua orang
Diriwayatkan dari Abdullah Bin Busr radhiallahu 'anhuma, ia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ يَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ فَقَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم: اجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ وانيت.
“Seorang laki-laki datang dengan melangkahi manusia, lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Duduklah, kamu egois dan juga menyakiti mereka.” [HR. Abu Daud (1118), An-Nasa`i (3/103), Ahmad (4/188). Hasan]
Hadits marfu’ dari ‘Abdullah Bin ‘Amr radhiallahu 'anhuma :
وَمَنْ لَغَا وَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ كَانَتْ لَهُ ظُهْرًا.
“Siapa yang berbuat sia-sia dan melangkahi pundak manusia maka (shalat jumat itu) menjadi shalat zuhur baginya.”
Ada pengecualian dari ancaman hadits diatas yaitu apabila ada tempat kosong diantara dua jama’ah karena kecerobohan datang dari mereka bukan dari orang yang baru datang, begitu juga orang yang keluar karena ada hajat tertentu kemudian kembali lagi ke tempatnya.
Diriwayatkan secara marfu’ dari Salman Radhiallahu 'anhu:
ثُمَّ رَاحَ فَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ صَلَّى مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، ثُمَّ أَنْصَتَ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى
“Kemudian ia berangkat tanpa memisahkan diantara dua orang, ia shalat semampunya dan diam ketika imam berkhutbah maka diampuni dosa-dosanya antara jum’at tersebut dengan jum’at lainnya.”
Memisahkan diantara dua orang dengan mengusir salah satu dari mereka kemudian menduduki tempatnya adalah yang di maksud dalam bab ini, begitu juga dengan mengangkat dua kaki di atas kepala melangkahi pundak para jama’ah.
5. Larangan menyuruh seorang laki-laki supaya berdiri dan duduk di tempatnya.
Diriwayatkan dari Jabir Radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لاَ يُقِيمَنَّ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ يُخَالِف إِلَى مَقْعَدِهِ فَيَقْعُدَ فِيهِ وَلَكِنْ يَقُولُ: افْسَحُوا.
“Janganlah salah seorang kalian mengusir saudaranya dari tempatnya supaya berdiri dan dapat menempati tempatnya pada hari jum’at. Namun katakanlah, lapangkanlah.” [Hadits Riwayat: Muslim (2177), Ahmad (3/295) dan sebagainya dalam dua kitab shahih riwayat Ibnu Umar]
Mengatakan “lapangkanlah” diucapkan apabila imam belum berkhutbah. Namun apabila imam sedang berkhutbah, maka cukup dengan isyarat.
6. Orang yang mengantuk hendaknya pindah dari tempatnya.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ ( فِى مجلسه يوم اجمعة) فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ (إِلَى غَيْرِهِ).
“Apabila diantara kalian mengantuk pada hari jumat maka hendaknya berpindah dari tempatnya.” [Hadits Riwayat: Abu Daud (1119), At-Tirmidzi (526), Ahmad (2/22) dan lainya. Thuruqnya hasan]
Hikmahnya adalah dapat menghilangkan kantuk dengan bergerak atau dengan berpindah dari tempat yang membuatnya tertidur walaupun orang yang tidur tidak menjadi masalah. [Nailul Authar (3/298)]
7. Apakah boleh duduk ihtiba’ ketika khutbah berlangsung.
Diriwayatkan dari Mu’adz Bin Anas dari ayahnya radhiallahu 'anhum, ia berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنِ الْحُبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ.
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang duduk ihtiba’ ketika khutbah berlangsung pada hari jum’at.” [Hadits Riwayat: Abu Daud (1110), At-Tirmidzi (514), Ahmad (3/439). Dhaif]
Hadits ini menjadi perdebatan diantara para ulama dan pendapat yang rajih adalah dha’if, oleh karena itu banyak ulama yang memberi rukhshah dan membolehkannya.
Ihtiba’ adalah seseorang yang menegakan kedua betisnya dan melilitkan dengan pakaiannya atau meletakan kedua tangan di atas lutut dan memegang dengan kedua tangannya. Ibnu Atsir berkata bahwa hal tersebut dilarang karena ihtiba’ dapat menyebabkan tidur sehingga tidak mendengar khutbah dan dapat mengakibatkan wudhu menjadi batal.
Penulis berkata: Walau demikian, lebih utama meninggalkannya walaupun hadits tersebut tidak shahih. Waallahu a’lam.
8. Apabila pada waktu khutbah berlangsung teringat shalat fardhu yang tertinggal karena lupa atau tertidur maka hendaklah ia berdiri dan mengqadhanya.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas Radhiallahu 'anhu, nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً (أو نام عنها) فَلْيُصَلِّها إِذَا ذَكَرَهَا ، لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ.
“Siapa yang lupa mengerjakan shalat atau tertidur maka segeralah shalat ketika mengingatnya karena tidak ada kafarah kecuali dengan itu.” (HR al-Bukhari 597)
Demikian panduan atau adab-adab mendengarkan khutbah yang penting untuk diperhatikan. Wallahu a'lam.
Post Comment
Tidak ada komentar