Adab Puasa dan Sunnah-sunnahnya
Asianmuslim.com - Sebagaimana kita ketahui definisi puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Hal ini sebagaimana Allah -subhanahu wa ta`ala- berfirman:
(فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ)
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.”
Disini Allah -subhanahu wa ta`ala- menghalalkan berbagai macam hal yang disebutkan dalam ayat di atas mulai dari terbenamnya matahari hingga terbit fajar. Lalu Allah -subhanahu wa ta`ala- memerintahkan menahan diri dari semua hal tersebut di siang hari. Hal ini menunjukkan bahwa hakikat puasa adalah menahan diri.
Selain dua rukun puasa yang ada yaitu niat dan menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, ada amalan yang sifatnya sunnah untuk menambah kesempurnaan ibadah puasa kita. Meskipun tidak membatalkan puasa jika ditinggalkan namun mengamalkan sunnah puasa penting untuk dilakukan karena besarnya pahala padanya. Sunnah puasa ini ada 9 menurut keterangan para ulama. Dan berikut ini penjelasan selengkapnya.
Sunnah dan Adab Berpuasa
Inilah Sunah dan adab puasa ada
1. Sahur
Diriwayatkan dari Anas bin Malik -radhiyallahu `anhu-, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السُّحُورِ بَرَكَةً
“Sahurlah sesungguhnya di dalam sahur terdapat berkah.”[3]
Diriwayatkan juga dari Amr bin Al-`Ash -radhiyallahu `anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أُكْلَةُ السَّحُورِ
“Perbedaan antara puasa kita dengan puasa Ahli Kitab adalah makan sahur.”
Sahur bisa dilakukan walau hanya dengan seteguk air. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
تَسَحَّرُوا وَلَوْ بِجَرْعَةِ مَاءٍ
“Sahurlah walau hanya dengan seteguk air.”
Jika ada kurma, maka sahur dengan kurma lebih utama, karena Abu Hurairah -radhiyallahu `anhu- meriwayatkan suatu hadits yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
نِعْمَ سَحُورُ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ
“Sebaik-baik sahurnya orang beriman adalah kurma.”[1]
2. Mengakhirkan sahur.
Diriwayatkan dari Anas dari Zaid bin Tsabit -radhiyallahu `anhu- berkata:
تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاةِ قَالَ قُلْتُ كَمْ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةٍ
“Kami sahur dengan Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- kemudian mendirikan shalat. Aku bertanya: Berapa selang waktu antara adzan dan sahur? Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: Kira-kira lima puluh ayat.”
Diriwayatkan dari Unaisah binti Habib, bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا أَذَّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا، وَإِذَا أَذَّنَ بِلَالٌ فَلَا تَأْكُلُوا وَلَا تَشْرَبُوا
“Jika Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan, maka makan dan minumlah kalian. Dan jika Bilal mengumandangkan adzan, maka janganlah kalian makan dan jangan minum.”
Jika ada salah satu dari kita yang masih sahur, maka dia mengadu pada Bilal dan berkata: “Tahanlah dan tunggu sampai sahurku selesai.”
Seandainya telah mendengar adzan tapi makanan dan minuman masih di tangan, maka yang harus dilakukan adalah bersegera menyempurnakan makan dan minumnya, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah -radhiyallahu `anhu-, bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ، فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Jika salah satu dari kamu mendengar adzan, sedangkan ia masih memegang makanan, maka jangan meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (makan sahur).”
3. Menyegerakan berbuka.
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa`d -radhiyallahu `anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Senantiasa manusia dalam kebaikan hingga mereka menyegerakan berbuka.”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abu Aufa -radhiyallahu `anhu- . berkata:
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ وَهُوَ صَائِمٌ، فَلَمَّا غَرَبَتِ الشَّمْسُ قَالَ لِبَعْضِ القَوْمِ: «يَا فُلاَنُ قُمْ فَاجْدَحْ لَنَا»، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ أَمْسَيْتَ؟ قَالَ: «انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا» قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَلَوْ أَمْسَيْتَ؟ قَالَ: «انْزِلْ، فَاجْدَحْ لَنَا»، قَالَ: إِنَّ عَلَيْكَ نَهَارًا، قَالَ: «انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا»، فَنَزَلَ فَجَدَحَ لَهُمْ، فَشَرِبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ: «إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ مِنْ هَا هُنَا، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ»
“Suatu ketika kami bersama Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam suatu perjalanan – sedangkan Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- berpuasa – maka ketika matahari terbenam beliau bersabda pada salah satu kaum: Wahai Fulan, berdirilah dan aduklah makanan untuk kita. Lalu si Fulan berkata: Wahai Rasulullah, aku sudah melakukannya. Lalu Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda lagi: Turunlah dan aduk makanan untuk kita . . . (beliau mengulang sabdanya sebanyak tiga kali) maka si Fulan pun turun dan mengaduk makanan untuk mereka. Kemudian Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- minum kemudian bersabda: Jika kamu sekalian melihat malam datang, maka segeralah berbuka orang yang berpuasa.”
4. Berbuka dengan kurma basah atau kurma kering –jika mungkin– atau air.
Diriwayatkan dari Anas -radhiyallahu `anhu- berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَتَمَرَاتٌ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ تَمَرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- berbuka dengan kurma basah sebelum beliau shalat, jika tidak ada maka dengan kurma kering, jika tidak ada maka dengan air.”
Perut yang kosong lebih baik diisi dengan sesuatu yang manis dahulu, karena makanan yang manis akan memberikan suplai energy, dan air sangat baik untuk kesehatan hati. Hati yang sehat akan mudah menyerap nutrisi masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, sangat dianjurkan minum air terlebih dahulu sebelum makan. Kurma juga bagus dikonsumsi sebelum makan yang lainnya karena baik untuk kesehatan hati seperti halnya air. Dan tidak ada yang tahu tentang hal ini kecuali para dokter hati.
5. Membaca doa berbuka puasa
Diriwayatkan dari Ibnu `Umar -radhiyallahu `anhu- berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- ketika berbuka, beliau bersabda: Dahaga hilang, keringat bercucuran, dan tetap mendapat pahala, insyaa'a Allah.”
6-7. Dermawan, membaca Al-Qur'an, dan mengkajinya
Diriwayatkan dari Ibnu `Abbas -radhiyallahu `anhu-:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ، وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ، حَتَّى يَنْسَلِخَ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ، كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah sebaik-baik manusia dengan kebaikan. Beliau adalah manusia paling dermawan di bulan Ramadhan ketika Jibril datang kepadanya. Malaikat Jibril selalu datang kepada Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wasallam- setiap malam di bulan Ramadhan. Beliau membaca Al-Qur'an di hadapan malaikat Jibril. Tatkala Jibril datang pada Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wasallam- maka beliau adalah sebaik-baik manusia lebih dari hembusan angin.”
8. Menjauhi maksiat
Maksiat yg dimaksud meliputi maksiat zhahir dan batin yang dapat menghilangkan pahala puasa. Orang yang berpuasa wajib menjaga lisannya dari hal-hal yang tidak berguna, gaduh, dusta, gosip, adu domba, kata-kata kotor, rasa benci, permusuhan, dan kemunafikan. Begitu juga menjaga anggota badan dari hal-hal yang berbau syahwat dan berbagai hal yang diharamkan. Semua ini adalah intisari puasa. Allah -subhanahu wa ta`ala- berfirman:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Oleh karena itu, Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wasallam- juga bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ، وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Bagi siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan keji, maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makanan dan minumannya.”
Diriwayat juga dari Abu Hurairah -radhiyallahu `anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ ولا يجهل, فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ
“Jika salah satu dari kalian berpuasa maka janganlah berkata keji dan jangan membuat kegaduhan dan jangan masa bodoh. Jika ada yang mengganggunya atau akan membunuhnya maka katakanlah: Aku sedang berpuasa.”
Hal yang bisa diambil dari dua hadits di atas adalah bahwa nilai kemaksiatan tersebut akan berlipat ganda jika dilakukan saat berpuasa dan akan mempengaruhi kualitas puasa, bahkan bisa menghilangkan pahala puasa.
9. Berkata “Aku sedang berpuasa” jika ada yang mengganggu.
Sesuai dengan Hadits riwayat Abu Hurairah -radhiyallahu `anhu- di atas, maka disunnahkan bagi orang yang diganggu berkata pada orang yang mengganggunya: “Aku sedang berpuasa”. Dan disunnahkan juga mengatakannya dengan lantang, baik dia melakukan puasa wajib atau puasa sunnah –menurut pendapat yang terpilih.[2]- Setidaknya ada dua manfaat dari perkataan ini:
Orang yang mengganggu akan tahu bahwa orang yang sedang diganggu tidak akan membalas perbutannya karena ia sedang berpuasa, bukan karena kelemahannya.
Mengingatkan si pengganggu bahwa orang yang sedang berpuasa tidak akan mengganggu orang lain karena saat puasa sangat dilarang melakukan hal tersebut.
Demikian ulasan singkat tentang sunnah dan adab-adab puasa. Semoga bermanfaat.
Post Comment
Tidak ada komentar