Breaking News

Pertemuan Wiranto & Tokoh Jayawijaya Dinilai Sangat mengecewakan

IDTODAY.CO - Pertemuan Menkopolhukam Wiranto bersama Panglima TNI, Kapolri dan sejumlah menteri yang datang ke Wamena, Selasa (8/10/2019) di gedung pertemuan Aithousa GKI Betlehem Wamena dinilai sia-sia dan mengecewakan.

Pasalnya menurut Tokoh HAM dari wilayah Pegunungan Tengah Papua Theo Hesegem, dalam tatap muka yang juga mengundang tokoh-tokoh dan paguyuban di Jayawijaya itu hanya dibatasi tiga orang pemberi masukan yaitu dari perwakilan tokoh masyarakat, FKUB dan paguyuban.

Kata dia, hal itu membuat sejumlah tokoh yang hadir kecewa. Pertemuan itu dianggap gagal, karena tidak dapat membicarakan pokok persoalan yang terjadi di Wamena.

�Pertemuan ini kami sangat dikecewakan, karena penentuan tiga orang itu ditentukan oleh pemerintah daerah. Kami belum pernah sepakat dengan tiga orang itu, bahwa apa yang harus disampaikan kepada Menkopolhukam dan rombongan, padahal kita diundang secara terhormat sebagai tokoh gereja, LSM, tokoh perempuan padahal kita punya hak untuk berbicara tetapi dibatasi,� katanya seperti melansir jubi.co.id.

Ia memang hargai niatan pemerintah pusat melakukan kunjungan perjalanan, melihat peristiswa yang terjadi pada 23 September 2019. Namun tatap muka itu hampir sama dengan kejadian pertemuan Kapolri dan Panglima TNI di Kantor Bupati Jayawijata belum lama ini.

Mereka yang hadir juga dikecewakan karena sudah ditentukan, hanya tiga orang yang boleh memberikan masukan.

�Kalau ingin menerima aspirasi masyarakat, harusnya kita semua dibuka ruang untuk menyampaikan pendapat dalam forum terbuka. Masalah di Wamena ini adalah masalah sangat kompleks, dan kita mau keluarkan statemen soal Wamena ini sangat hati-hati, karena korban ada tiga pihak, masyarakat sipil non Papua, masyarakat asli Papua juga pemerintah daerah jadi korban dan kita harus masuk dalam settingan yang sudah diatur,� katanya.

�Kalau kita tidak dianggap sebagai tokoh, kenapa kami diundang? Padahal kami diundang untuk menyampaikan persoalan di Wamena. Saya pikir pemerintah tidak berhasil, karena masalah intinya tidak dibicarakan soal persoalan rasisme,� tambahnya.

Ia berkata persoalan rasisme ini oleh pemerintah pusat maupun daerah dianggap hoaks, padahal sebelum ada pembuktian di pengadilan bahwa berita itu benar dan tidak, pemerintah tidak boleh mengeluarkan berita dengan kata hoaks, itu akan memancing situasi baru.

�Secara hukum yang bisa menentukan salah dan benar hanya di pengadilan, bukan pemerintah daerah, bukan presiden, bukan Kapolri sehingga tidak boleh menggunakan kata hoaks. Anak-anak juga tidak akan mau datang ke sekolah jika diperlakukan dengan kata hoaks, mereka akan trauma, takut bisa saja terjadi penangkapan dimana-mana,� ujar Theo.
Bahkan ia juga melihat korban dan warga non Papua, tidak dapat memberikan masukan. Mereka harus pulang dengan kecewa.

�Menkopolhukam tidak bisa menganggap masalah Papua ini masalah kecil atau sepele, masalah Papua tidak bisa hanya dilakukan dengan cara dialog seperti ini. Dialog harusnya menghadirkan kedua belah pihak yang berbeda pandangan dan pendapat,� katanya.

Mewakili suku Mukoko sebagai tempat terjadi konflik, Fred Hubi berharap agar tempat ini kembali pulih dengan pemerintah melihat semua pihak, termasuk korban yang bukan hanya orang asli Papua juga warga non Papua.

�Pemerintah harus terus hadir, lalu kami ingin pengungsi yang pergi bagaimana mereka bisa kembali di sinilah peran pemerintah,�kata Fred Hubi.

Menurunnya perlu Panglima TNI dan Kapolri bisa kembali, karena banyak kekecewaan yang dirasakan karena yang hadir di pertemuan ini datang membawa beban masalah yang ingin disampaikan ke menkopolhukam tetapi tidak bisa tersampaikan.

�Maka dari itu setidaknya Pangdam dan Kapolda bisa datang dan memfasilitasi kembali, kira-kira hal-hal apa yang mau disampaikan sehingga bisa diteruskan ke presiden, itu harapan saya,� katanya.

Pendeta Titus Tangke, sebagai pengurus KKSS bidang kerohanian juga menilai, tatap muka tersebut tidak membawa dampak sama sekali. Karena aspirasi dibatasi. Padahal, perwakilan-perwakilan yang hadir resmi diundang dan semuanya ingin berbicara.

�Ini kekecewaan yang terjadi. Kalau bisa diberikan waktu yang seluas-luasnya mungkin pertemuan itu dilakukan dari pagi hingga sore hari kalau bisa, agar mendengarkan semua aspirasi dari semua korban dan masyarakat,� kata Pendeta Titus Tangke.

Kata dia, di pertemuan itu hanya mewakili dari salah satu paguyuban saja, sedangkan kerukunan maupun ikatan keluarga lainya tidak ada kesempatan karena dibatasi waktu.

�Apa yang mau dibicarakan dalam waktu lima menit. Masyarakat asli Papua juga tidak terakomodir, padahal banyak yang mereka mau sampaikan tentang peristiwa yang terjadi. Artinya, kami pendatang dengan masyarakat pribumi tidak semua (berkonflik), banyak yang melindungi bahkan kami tidak tahu (pelaku) datangnya dari mana,� katanya.

Setibanya di Wamena, Menkopolhukam Wiranto bersama Kapolri, Panglima TNI, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan dan Menteri BUMN langsung meninjau ke wilayah Wouma untuk selanjutnya ke Kodim 1702/Jayawijaya untuk bertemu dengan para pengungsi yang masih ada.

Usai tatap muka di gedung Aithousa, Wiranto berkata kehadirannya bersama rombongan untuk melihat dan mendengarkan secara langsung apa yang terjadi di Wamena, begitu juga yang dikeluhkan masyarakat baik orang asli Papua maupun non Papua.

Selain itu mendengarkan juga apa yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah, aparat kepolisian, TNI dan semua telah kami dengarkan. Sehingga langsung menemui para pengungsi di Wamena dengan berdialog, dimana dari pertemuan itu bahwa masyarakat tetap ingin tetap tinggal di Wamena.

�Mereka ingin tetap tinggal di sini dengan catatan keamanan dijamin, kerukunan, kedamaian dipulihkan dan langsung dijawab Panglima TNI dan Kapolri bahwa jaminan keamanan akan diberikan,� katanya.

Begitu juga setelah bertemu dengan sejumlah tokoh, kata Wiranto, mereka juga menjamin dan menginginkan agar masyarakat non Papua tidak pulang, membangun dan memulihkan kembali apa yang telah terjadi.

�Itu suatu semangat yang luar biasa, dan ini yang akan kita laporkan kepada presiden, kemudian pemerintah pusat mengambil langkah-langkah untuk segera memulihkan kondisi fisik di Wamena,� katanya.

Begitu juga untuk pemulihan semangat kedamaian, persaudaraan segera dilakukan dan itu yang telah dicapai. Ia juga berpesan agar masyarakat baik di Wamena maupun luar Papua tidak mempercayai berita bohong, bahwa di Wamena masih tidak aman, dimana kenyataannya tidak seperti itu.[ljc]

Tidak ada komentar