KKN di Desa Penari (Esemka Version)
Sedari awal Bu'e sudah mengingatkan agar saya tak melakukan KKN.
"Ojo ning ndeso kuwi, akeh penari misterius!" kata Bu'e.
Memang dasarnya keras kepala dan berbagai argumen, akhirnya saya nekat berangkat. Dengan segala konsekuensinya. Demi masa depan yang lebih gemilang.
Di tengah perjalanan, mobil yang kami tumpangi mogok. Ini aneh, padahal mobil kami cukup mewah dan kualitas terbaik. Mercedes Benz! Gila sih KKN pakai mobil semewah ini. Apa ini hasil dari KKN?
Di antara kami satu per satu turun. Ada yang mengecek, ada yang mengeluh dan ada yang...
"Hai, gaes! Kami sekarang sedang di alas pati. Mobil kami mendadak mogok. Anjir! Ada tahu nggak ya gaes, kenapa? Apa mogoknya habis menikung ya gaes?! Hmm.."
..Update di medsos meski akhirnya berujung keluhan juga. Tak ada akses internet. Sebuah kewajaran karena kami sudah sampai di tengah hutan.
Minta tolong ke siapa?
Tetap saja kami berusaha minta tolong dan teriak sekencang mungkin. Karena sudah terlalu lama sendiri mobil tak jalan. Matahari pelan-pelan berangsur tak tampak di mega.
Dari arah kanan, mendadak ada seorang nenek-nenek menggendong kayu kusen. Berpakaian jarit dan atasan kaos kampanye capres lengan pendek.
"Amit-amit, nyuwun sewu.." kata nenek itu.
Tanpa basa basi kami minta bantuan. Tentu bukan minta tenaganya yang sudah renta. Tapi menanyakan apakah ada bengkel atau homestay yang bisa PayLater begitu untuk istirahat sementara.
Nenek itu menggeleng. Lalu senyum menunjukkan giginya yang merah karena sirih.
"Sebentar lagi akan ada yang lewat. Naik itu saja. Tapi jangan ke desa itu," kata nenek itu.
Kami mengiyakan agar cepat meski tak mengerti benar apa maksudnya.
Seperginya nenek itu yang entah kemana arahnya, datanglah sebuah mobil seperti yang dikatakan nenek tadi. Mobil pikap.
Kami mengadangnya. Minta tumpangan.
"Lima orang bisa kah Pak?" tanya seorang teman.
Bapak itu mengiyakan. Mukanya sangat dingin seperti jemuran yang belum dijemur.
Sebelum kami naik di belakang, bapak itu menjelaskan bahwa mobilnya adalah mobil baru.
"Baru saja dirakit. Ini mobil kebanggaan nasional," kata dia.
Kami mengiyakan dan memuji-muji mobil itu. Toh kami hanya menumpang. Puji-pujian memang penting agar dibaikin sama sopir kendaraan ini.
Bapak bermuka dingin ini ternyata baik sekali. Ia mengantarkan kami sampai di lokasi tujuan. Tapi...
Neng nong ning gong...
Banyak sekali penari di gerbang kelurahan. Kami bengong. Bengong, sebengong-bengongnya.
Neng nong ning gong...
Kami masih bengong. Dengan kadar kebengongan yang bertambah derajatnya.
Mataku tertumbuk pada sebuah papan. "Sugeng ruweh di tanah calon ibu kota baru.."
Banyak sekali penari..
@paramuda
#fiksi
Tidak ada komentar