Kemenag akan Hapus Materi Perang Uhud, Badar, dan Sebagainya dari Kurikulum Madrasah
IDTODAY.CO - Terkait wacana penghapusan atau review materi perang di kurikulum Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) oleh Direktur Kurikulum Sarana Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama, Ketua MIUMI Kota Bekasi, Wildan Hasan, yang juga Anggota Dewan Tafkir PP Persis menyesalkan rencana Kemenag tersebut.
�Baik buruknya peristiwa di masa lampau adalah bagian dari fakta sejarah. Sejarah itu tidak melulu soal kebaikan dan kejayaan tapi juga keburukan dan keterpurukan. Kita harus jujur terhadap sejarah. Sejarah terjadi bukan untuk ditutup tutupi tapi untuk dipelajari dan diambil ibrohnya agar kebaikan dan kejayaan masa lampau bisa terulang dan terus berlanjut atau keburukan masa lampau tidak terulang kembali di masa depan,� ungkap Wildan dalam siaran pers yang diterima, Selasa (17/9/2019).
Alasan yang dikemukakan Kementerian Agama tidak objektif. Bahwa Umat Islam selalu dihubungkan dengan perang atau kekerasan, ditanggapi Wildan, sama sekali tidak ada korelasinya dengan materi ajar perang di mapel SKI. Tidak pernah ada sampai sekarang orang menuduh Islam suka berperang dan kekerasan akibat mereka baca buku SKI.
�Tuduhan Islam disebarkan dengan perang (kekerasan) adalah tuduhan yang sudah lama sekali sejak masa para orientalis melakukan kerja-kerja �intelektual�nya untuk melemahkan umat Islam. Jadi semestinya Kementerian Agama tidak termakan oleh stigma yg dilakukan oleh pihak-pihak yang memang benci terhadap Islam,� sanggahnya.
Menurut Wildan, perang adalah sesuatu yang �jamak� terjadi dalam kehidupan manusia. Seolah sudah menjadi keniscayaan salah satu bentuk konflik antar manusia adalah perang. Di semua peradaban bangsa dari zaman ke zaman dihiasi dengan adanya peperangan demi peperangan.
�Oleh karena itu yang harus dilakukan Kemenag bukan menghapus materi ajar soal perang karena itu fakta sejarah. Tapi tampilkan kisah perang itu dalam bentuk kisah hikmah. Kisahkan bagaimana adab berperang dalam Islam, apa motivasi perang dalam Islam, lalu apa saja hikmah yang bisa diambil dan lain sebagainya,� tegasnya.
Kemenag beranggapan bahwa perang dalam sejarah Islam itu buruk dan tidak beradab. Lalu apakah Kemenag juga beranggapan bahwa Rasulullah, para Sahabat, Ulama dan umat Islam nusantara yang berjihad mengusir penjajah kafir, mereka semua berakhlak buruk dan tidak beradab karena berperang?
�Tidak ada korelasinya antara penghapusan materi ajar tentang perang dengan meningkatnya toleransi beragama. Karena kesimpulan itu perlu data dari hasil penelitian dan pengkajian, apakah ada data yang ditemukan bahwa karena ada materi ajar tentang perang, siswa muslim bersikap tidak toleran kepada siswa beragama lain?�
Wildan khawatir, Kemenag terpapar virus Islamphobia sehingga bertindak yang aneh aneh dan malah menampilkan wajah yang tidak simpatik terhadap Islam. Dapat dipahami gelombang besar anti radikalisme dan sebagainya sebagai proyek raksasa dan mewah yang menyasar umat Islam selama ini bisa menggerus siapa saja termasuk Kemenag. Dimana jika Kemenag tidak ikut arus besar tersebut bisa jadi akan jatuhlah mereka dari jabatan jabatan yang nyaman didudukinya selama ini. [mc]
�Baik buruknya peristiwa di masa lampau adalah bagian dari fakta sejarah. Sejarah itu tidak melulu soal kebaikan dan kejayaan tapi juga keburukan dan keterpurukan. Kita harus jujur terhadap sejarah. Sejarah terjadi bukan untuk ditutup tutupi tapi untuk dipelajari dan diambil ibrohnya agar kebaikan dan kejayaan masa lampau bisa terulang dan terus berlanjut atau keburukan masa lampau tidak terulang kembali di masa depan,� ungkap Wildan dalam siaran pers yang diterima, Selasa (17/9/2019).
Alasan yang dikemukakan Kementerian Agama tidak objektif. Bahwa Umat Islam selalu dihubungkan dengan perang atau kekerasan, ditanggapi Wildan, sama sekali tidak ada korelasinya dengan materi ajar perang di mapel SKI. Tidak pernah ada sampai sekarang orang menuduh Islam suka berperang dan kekerasan akibat mereka baca buku SKI.
�Tuduhan Islam disebarkan dengan perang (kekerasan) adalah tuduhan yang sudah lama sekali sejak masa para orientalis melakukan kerja-kerja �intelektual�nya untuk melemahkan umat Islam. Jadi semestinya Kementerian Agama tidak termakan oleh stigma yg dilakukan oleh pihak-pihak yang memang benci terhadap Islam,� sanggahnya.
Menurut Wildan, perang adalah sesuatu yang �jamak� terjadi dalam kehidupan manusia. Seolah sudah menjadi keniscayaan salah satu bentuk konflik antar manusia adalah perang. Di semua peradaban bangsa dari zaman ke zaman dihiasi dengan adanya peperangan demi peperangan.
�Oleh karena itu yang harus dilakukan Kemenag bukan menghapus materi ajar soal perang karena itu fakta sejarah. Tapi tampilkan kisah perang itu dalam bentuk kisah hikmah. Kisahkan bagaimana adab berperang dalam Islam, apa motivasi perang dalam Islam, lalu apa saja hikmah yang bisa diambil dan lain sebagainya,� tegasnya.
Kemenag beranggapan bahwa perang dalam sejarah Islam itu buruk dan tidak beradab. Lalu apakah Kemenag juga beranggapan bahwa Rasulullah, para Sahabat, Ulama dan umat Islam nusantara yang berjihad mengusir penjajah kafir, mereka semua berakhlak buruk dan tidak beradab karena berperang?
�Tidak ada korelasinya antara penghapusan materi ajar tentang perang dengan meningkatnya toleransi beragama. Karena kesimpulan itu perlu data dari hasil penelitian dan pengkajian, apakah ada data yang ditemukan bahwa karena ada materi ajar tentang perang, siswa muslim bersikap tidak toleran kepada siswa beragama lain?�
Wildan khawatir, Kemenag terpapar virus Islamphobia sehingga bertindak yang aneh aneh dan malah menampilkan wajah yang tidak simpatik terhadap Islam. Dapat dipahami gelombang besar anti radikalisme dan sebagainya sebagai proyek raksasa dan mewah yang menyasar umat Islam selama ini bisa menggerus siapa saja termasuk Kemenag. Dimana jika Kemenag tidak ikut arus besar tersebut bisa jadi akan jatuhlah mereka dari jabatan jabatan yang nyaman didudukinya selama ini. [mc]
Tidak ada komentar