Pakar Studi Islam New York University: Bendera Enzo Itu Kan Bendera Nabi Muhammad, Tidak Semua Yang Bawa Itu Radikal
PATRIOTNKRI.COM - WNI yang didaulat sebagai Pakar Studi Islam dari New York University, Amerika Serikat, Ismail Fajrie Alatas, angkat bicara perihal isu Enzo yang sedang heboh di tanah air.
Fajrie sendiri merupakan pria kelahiran Semarang tahun 1983.
Ia menamatkan pendidikan sarjana di Australia, pendidikan Master di Singapura dan Doktor di Amerika Serikat.
Ia juga sempat mengharumkan nama Indonesia dengan menerbitkan Book Chapter di London Inggris berjudul ��They are the inheritors of the Prophet�: Discourses on the Ahl al-Bayt and Religious Authority among the Ba �Alawi in Modern Indonesia.� In Shi�ism in Southeast Asia: �Alid Piety and Sectarian Construction.
Menurutnya, pengaitan bendera yang dibawa Enzo Zens Allie -Taruna Akmil blasteran Prancis, sebagai bendera teroris dan radikal adalah sikap yang kurang tepat.
Menurut Ismail, memang tidak bisa dinafikan kalau ada beberapa kelompok teroris yang menggunakan simbol tauhid dengan latar hitam.
Namun harus dilakukan penyidikan secara teliti yang mendalam, bukan malah menghakimi berdasar media sosial.
"Tapi kan itu tidak serta-merta orang yang menggunakan bendera itu kemudian teroris atau radikal," kata Ismail kala dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (8/8/2019).
Menurutnya tulisan tauhid atau 'Laa Ilaha Illallah' itu merupakan milik semua umat Islam.
Jadi sesuatu yang keliru mengaitkan itu dengan terorisme.
Ismail melanjutkan, di kalangan sejarahwan terjadi perdebatan mengenai bendera Islam.
Memang, kata Ismail, ada riwayat-riwayat pada awal sejarah Islam yang menyatakan bahwa bendera Nabi Muhammad SAW berwarna hitam.
"Bendera nabi pada saat berperang dan pada saat beliau menaklukkan kota Mekkah itu berwarna hitam. Tapi kalau diteliti lebih lanjut, riwayat-riwayat tersebut dikumpulkan pada imperium Abbasiyah, yang mana khilafah Abbasiyah mengadopsi warna hitam sebagai warna official," tutur Ismail.
Sebagaimana dalam hadist Nabi.
"Sungguh aku akan memberikan al-Rayah kepada seseorang yang, ditaklukkan melalui kedua tangannya, ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Masih menurut suami politikus Tsamara Amany ini, mengatakan pada saat itu tentara Islam tidak punya satu warna, melainkan berbeda-beda.
Warnanya terbagi ke dalam legiun-legiun suku.
Karena saat itu, kata Ismail, ketentaraan dalam Islam tidak memiliki tentara profesional (standing army).
Tentara-tentara dari berbagai suku tersebut dipimpin oleh panglima. Sistem ini menurut Ismail disebut 'al-tasanud'.
"Walaupun misalnya si panglimanya ini memiliki warna sendiri, tapi bukan berarti suku lain mau mengikuti warna itu. Dia punya warnanya sendiri. Jadi setiap suku itu punya warna-warnanya sendiri," dia memaparkan.
Sumber: Liputan6.com, diadabtasi


Tidak ada komentar