Rizal Ramli: Bayar BPJS Enggak Sanggup, Kok Mindahkan Ibu Kota
Rencana Presiden Joko Widodo yang mau memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke luar Pulau Jawa menuai perdebatan. Ekonom senior Rizal Ramli mengkritik rencana kebijakan ini yang dinilai sebagai keputusan irasional.
Rizal tak menampik isu pemindahan ibu kota sudah lama. Namun, ia mengingatkan agar pemindahan ibu kota negara ini diperlukan pertimbangan secara matang. Jokowi juga dinilai belum dipastikan menang di Pilpres 2019, namun sudah mengeluarkan keputusan strategis.
�Nasib Pak Jokowi aja belum jelas, kok sudah ambil keputusan strategis. Ini kan juga harus dibahas terbuka dengan DPR yang baru,� kata Rizal dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
Dia menyindir pemindahan ibu kota negara memerlukan biaya besar. Sementara, kondisi perekonomian negara saat ini tak begitu bagus. Kata dia, setidaknya pemindahan ibu kota negara ini memerlukan biaya hingga Rp460 triliun.
Rizal menyebut masih ada persoalan pelayanan masyarakat yang belum terselesaikan di era Jokowi. Salah satunya terkait Badan Penyelanggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan.
�Untuk bayar BPJS aja enggak sanggup, kok mindahkan Ibu Kota baru. Pak Jokowi sing eling, bayar BPJS dulu. Naikkan dulu pertumbuhan ekonomi hingga di atas 5 persen dulu. Naikkan gaji guru honorer dulu, baru bicara pemindahan ibu kota,� ujar eks Menteri Koordinator Kemaritiman itu.
Kemudian, ia pun mencontohkan pengalaman positif dari Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad. Menurutnya, Jokowi mesti belajar dari Mahathir. Rizal mengatakan Mahathir berhasil mengimplementasikan kebijakan pemindahan ibu kota Malaysia setelah perekonomian negeri Jiran tersebut dalam kondisi bagus.
�Mahathir memindahkan ibu kota ke Putrajaya. Pak Mahathir bisa memindahkan ibu kota baru karena ekonominya memang bagus, infrastruktur sudah siap," ujarnya.
Dia menegaskan bila memang Jokowi tetap bersikeras memindahkan ibu kota maka pertumbuhan ekonomi mesti digenjot. "Jadi, kalau Mas Jokowi mau memindahkan Ibu Kota negara, maka pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan menjadi 8 persen terlebih dahulu.� [glr]
Tidak ada komentar