Islam Jalan Kehidupan Menuju Cahaya
Oleh : Susi Firdausa
(Anggota Komunitas Penulis Muslimah Peduli Umat Kota Malang)
Islam memuliakan akal sedemikian rupa dalam kehidupan seorang muslim. Diantaranya Syariat Islam mengharamkan semua hal yang merusak akal seperti perjudian, memandang sesuatu yang diharamkan, khamr, narkoba dan lainnya. Islam juga menjadikan akal sebagai syarat utama pembebanan hukum syari'at (taklif). Demikian pula Islam memasukkan akal ke dalam 'dharuriyatul khomsah' (yaitu agama, jiwa, nasab, harta dan akal).
Allah SWT menyeru manusia untuk berfikir dan merenungi berbagai hal menggunakan akalnya dalam banyak ayat.
Namun demikian, bukan berarti manusia bebas menggunakan akalnya tanpa batas hingga melampaui fungsi penciptaannya. Manusia wajib memposisikan akal sesuai kedudukannya, karena bagaimanapun juga akal manusia memiliki keterbatasan. Tak mampu menjangkau semua hal yang ada dalam kehidupan ini. Disinilah perlunya dalil atau nasy syara' untuk membimbing akal agar senantiasa berjalan di jalan yang lurus benar.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengibaratkan akal sebagai mata dan nash syara' (dalil wahyu) sebagai cahaya. Mata baru bisa berfungsi dengan baik jika ada cahaya. Tanpa cahaya, mata tidak akan bisa melihat atau mengetahui sesuatu. Demikian pula akal, tanpa dalil wahyu, akal tak akan dapat melihat dengan jelas kebenaran sesuatu.
Dengan demikian jelaslah bahwa akal tidak semestinya digunakan untuk membuat hukum yang menyelisihi hukum yang telah dibuat oleh Allah SWT. Dalam hal ini akal harus tunduk terhadap ketetapan dan ketentuan Allah SWT dalam hal apapun.
Dalam posisi seperti inilah Allah SWT memberikan dua jalan dalam kehidupan manusia. Sebagaimana firmanNYA dalam surah Al-Balad ayat 10:
�Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan,�
Jalan apakah yang dimaksud dalam ayat tersebut? Dalam tafsir Jalalayn dijelaskan, "(Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan) maksudnya Kami telah menjelaskan kepadanya jalan kebaikan dan jalan keburukan."
Ini seperti yang disebut dalam surat Asy-Syams ayat 8:
�Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.�
Dengan akalnya yang dibimbing oleh dalil wahyu, seyogyanya manusia mampu menentukan jalam mana yang akan ditempuh di dunia ini agar ia selamat dalam kehidupan dunia maupun akhirat kelak.
Jalan keburukan/kefasikan seringkali bertabur kenikmatan sesaat. Ia bagaikan jalan tol Pandaan-Malang yang menyuguhkan keindahan panorama alam dan kenyamanan pengendara yang melaluinya. Seakan tanpa hambatan. Selalu melenakan dan menyenangkan. Namun berujung pada jurang dalam yang meremukkan segala sesuatu yang terjerembab ke dalamnya.
Sementara jalan kebaikan/takwa, menawarkan kesulitan dan ketidaknyamanan. Ibarat jalan, ia dipenuhi onak duri dan berlubang, sementara kanan-kirinya jurang menganga siap menampung tubuhnya andai sedikit saja lengah. Namun di ujungnya telah disiapkan keindahan di atas keindahan yang mampu dibayangkan manusia.
Jalan kebaikan itu tak lain adalah menjadikan Islam sebagai jalan kehidupan karena Islam bukan sekedar agama tapi Islam adalah Ideologi yang mengatur segala aspek kehidupan mulai masalah ibasah, pakaian, minuman, makanan, muamalah, pergaulan, sanksi pidana, bahkan sampai tataran pemerintahan. Bagi orang yang mau menggunakan akalnya untuk berfikir cemerlang tentu tidak akan menolak jika Islam dijadikan sebagai jalan kehidupan yang hakiki. Islam sungguh telah terbukti mengeluarkan umat dari kegelapan menuju cahaya yang memuliakan umat dan menjadikan rahmat untuk seluruh alam.
Jalan manakah yang akan kau pilih? Gunakan akalmu untuk memilih yang tepat. Akhir dari kedua jalan itu adalah sama, kematian. Dan seluruh amal perbuatan kita akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Sang Penguasa Alam ini.[MO/vp]
Post Comment
Tidak ada komentar