Game Online: Agenda Kapitalisasi Sistem Pendidikan
Gambar: Ilustrasi |
Oleh: Mahganipatra
(Anggota Akademi Menulis Kreatif)
Mediaoposisi.com-Penghargaan dan dukungan negara terhadap e-Sports sebagai salah satu cabang olahraga baru pada Asian Game 2018 di Jakarta semakin dikukuhkan menjadi olahraga resmi dan bergengsi. E-Sports kini tidak lagi dipandang sebagai games online biasa tetapi telah dianggap sebagai olahraga profesional yang membutuhkan latihan intensif, baik dalam hal kebugaran maupun kecakapan para pemain.
Bahkan dalam setiap kompetisi resmi, para atlet e-Sports pun mengenakan seragam layaknya para atlet cabang olahraga lainnya. Menurut Dedy Irvan, e-Sports dan dunia gaming tidak dapat disamakan.
"Main game itu rekreasi, sedangkan e-Sports adalah profesi. Inilah salah satu perbedaannya." Jelas pengamat gaming e-Sports itu dalam agenda workshop karier yang diselenggarakan Intel di Universitas Negeri Yogyakarta, pada Kamis (24/5/2018).
Hal ini senada dengan dukungan Presiden Joko Widodo saat menghadiri Youth On Top National Conference (YOTNC) di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (24/8/2018).
Dalam acara tersebut, Presiden mengatakan bahwa hanya anak muda yang dapat mengikuti perkembangan teknologi terbaru dan sukses dalam revolusi industri 4.0.
Beliau mengungkapkan bahwa tiap insan muda harus mampu memanfaatkan peluang dari cabang olahraga virtual ini.
Untuk mendukung keberadaan e-Sports di Indonesia, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, saat ditemui pewarta di Sekretariat Kabinet, Jakarta, Senin (28/1) mengatakan,
"Kita telah menyiapkan kurang lebih Rp 50 miliar untuk menggulirkan ini sebagai sesuatu yang menarik dan terbuka di level-level sekolah nanti. Kurikulum dan pelatihnya harus masuk di sana. Kalau sudah seperti itu, tentu semua pihak harus bekerja sama dan harus berkolaborasi."
Beliau berpendapat bahwa e-Sport harus mulai masuk ke dalam kurikulum pendidikan untuk mengakomodasi bakat-bakat muda. Jika ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di sekolah, benarkah e-Sports akan mampu menjaring siswa/siswi yang berbakat? Ataukah justru membuat generasi muda kian terpuruk hingga menuju jurang kehancuran yang semakin dalam?
Mengingat, salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh game online adalah kurangnya kemampuan pelajar untuk membuat jadwal prioritas. Hal tersebut akan memengaruhi prestasi belajar mereka. Keseruan yang ditawarkan oleh game akan membuat setiap anak semakin malas belajar dan ketagihan bermain game. Hal ini dapat menyebabkan lebih banyak anak menjadi pecandu game daripada seorang siswa berprestasi.
Dilansir oleh beberapa media, game online merupakan salah satu penyebab timbulnya krisis generasi di berbagai negara, seperti Tiongkok, Vietnam, Bangladesh, dan Indonesia. Game online mendorong lahirnya generasi yang memiliki masalah secara mental, sulit bersosialisasi, boros, dan lemah secara fisik karena terserang beberapa penyakit berbahaya akibat terlalu lama bermain game.
Salah Kaprah Memahami Tujuan Pendidikan
Dalam sistem pendidikan sekuler, tolok ukur keberhasilan pendidikan adalah menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan dalam menciptakan lapangan kerja. Mereka diharapkan juga mampu mencetak sebanyak mungkin para profesional dan tenaga ahli. Mampu mengubah wajah dunia menjadi lebih baik sesuai dengan pandangan sistem kapitalis yaitu kebahagiaan individual. Selain itu, sukses artinya memiliki profesi dengan kemapanan penghasilan dalam rangka memenuhi kesenangan dan kepuasan semata.
Sistem pendidikan sekuler memiliki nilai-nilai kebebasan yang meniscayakan berkembangnya budaya tanpa batas. Terus-menerus menciptakan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi. Namun, di sisi lain, sistem pendidikan sekuler juga bisa menghasilkan krisis dan kerusakan-kerusakan yang dihasilkan oleh melalui invasi budaya Barat ke tengah-tengah kaum muslimin sebagai agenda penjajahan gaya baru.
Berbeda dengan sistem pendidikan Islam, pendidikan harus dibangun atas dasar kesadaran bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban dan hak setiap muslim. Negara wajib memfasilitasi terciptanya lingkungan pendidikan yang baik dalam rangka memanusiakan manusia.
Tujuan menuntut ilmu adalah ibadah dalam rangka mencari hidayah Allah bukan dalam rangka memiliki profesi untuk memperoleh pujian, mengumpulkan harta benda, atau sekadar menuai sanjungan.
Selain itu, tujuan dari sistem pendidikan Islam ialah membentuk manusia yang memiliki kepribadian Islam secara utuh dan memiliki pola pikir dan pola sikap yang didasarkan pada akidah Islam.
Wujud keberhasilan sistem pendidikan Islam ialah mampu menciptakan para ulama, intelektual, dan tenaga ahli dalam jumlah yang berlimpah. Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi umat, berkualitas di berbagai bidang, dan bersedia melayani umat dan peradaban. Generasi pemuda Islam harus mampu menjadikan negara Islam sebagai negara terdepan, kuat, dan berdaulat, bahkan mampu menghantarkan negara ini menjadi negara adidaya di dunia.
Dengan tujuan pendidikan seperti ini, tentu sistem pendidikan Islam akan mampu mencetak generasi yang bertakwa, tunduk, dan taat terhadap hukum-hukum Allah hingga menghantarkannya kepada kemajuan masyarakat, pembangunan yang produktif, dan luhurnya peradaban Islam. Melalui tujuan pendidikan yang benar, akan lahir kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendatangkan keberkahan dari langit dan bumi hingga menjadikan Islam sebagai Rahmatan Lil �alamiin. Wallahualam [MO/ms]
Tidak ada komentar