Breaking News

[Aduh] Viral Komik Jepang Sindir Jokowi Pamer Prestasi tapi Utang Proyek MRT Tak Kunjung Dibayar ??





Viral Komik Jepang Sindir Jokowi Pamer Prestasi tapi Utang Proyek MRT Tak Bayar


  Opini    KU   -  Sebuah komik asal Jepang karya kartunis Onan Hiroshi viral di kalangan warganet Indonesia. Pasalnya, komik tersebut menyentil pembangunan moda raya terpadu (MRT) di Indonesia.

Dalam komik strip tersebut, Onan menyindir pemerintah Indonesia dan PT MRT Jakarta yang tak kunjung mengembalikan pinjaman dana Jepang. Salah satu warganet yang membagikan komik tersebut ialah akun Twitter @aliyaputria. Onan pun menggambarkan proses kerja sama Indonesia dan Jepang dalam pembangunan MRT Jakarta.

Awalnya, ada rencana pemberian utang Japan International Cooperation Agency (JICA) ke Indonesia. Uang tersebut akan digunakan Indonesia untuk membangun MRT. Diharapkan, setelah MRT beroperasi dan menghasilkan uang, pinjaman JICA akan dikembalikan.

Namun, berdasarkan gambaran Onan, hal tersebut tak menjadi kenyataan. Pihak MRT Jakarta digambarkan tak memberikan persetujuan pembayaran pinjaman dan mengabaikan tagihan yang ada.







Onan Hiroshi adalah seorang komikus Jepang yang pernah juga membuat komik menyindir Indonesia mengenai HSR China alias KCIC. Kali ini MRT Jakarta yang baru diresmikan jadi "tema" doi menggambar..





Lalu di gambar terakhir, ada sosok Presiden Joko Widodo yang memamerkan prestasinya membangun MRT. Namun di belakang Jokowi, tampak pihak JICA yang hanya bisa diam.
Komik Onan Hiroshi
Menanggapi komik tersebut, PT MRT Jakarta pun buka suara. Menurut Division Head Corporate Secretary PT MRT Jakarta, Muhamad Kamaluddin, masalah pembayaran pinjaman tersebut telah disepakati oleh kedua belah pihak.

"Iya jadi menyayangkan ya kalau ada yang membuat kartun seperti itu," tutur Kamaluddin dilansir Kompas.com pada Rabu (10/4). "Tapi itu kan sebetulnya sudah ada prosesnya dan memang tidak ada keterlambatan (pembayaran).�

Kamaluddin menjelaskan bahwa utang pembangunan MRT Jakarta akan dilunasi dalam jangka waktu 40 tahun. Berdasarkan kesepakatan, pembayaran baru akan dimulai pada tahun ke-11.

"Sudah masuk dalam cicilan kan untuk 40 tahun pembayarannya dan sebetulnya sekarang belum masuk dalam pembayaran. Masih ada grace periode selama 10 tahun, baru nanti tahun ke-11 akan mulai pembayaran," jelas Kamaluddin. Sehingga, ia menegaskan bahwa tidak ada keterlambatan pembayaran utang dari pemerintah Indonesia maupun pihak MRT Jakarta. (*)


Klaim Infrastruktur Justru Bikin Elektabilitas Jokowi Melorot 


Klaim calon presiden petahana, Joko Widodo (Jokowi) terhadap proyek infrastruktur sebagai hasil kerja kerasnya justru menggerus tingkat elektabilitas.

Analisis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Tony Rosyid bahkan mengaku bingung dengan yang dilakukan mantan gubernur DKI Jakarta itu. Sebab, Jokowi kerap fulgar mengklaim proyek infrastruktur yang sesungguhnya dirintis oleh para pendahulunya.

Contohnya, saat Jokowi berpidato di acara peresmian MRT. Semestinya Jokowi mengakui bahwa itu ide brilian dari Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso semasa menjabat.

"(Mestinya Jokowi bilang) beliau hadir di sini tanpa Pak Sutiyoso nggak akan jalan karena tanpa beliau MRT nggak akan ada. Kemudian diselesaikan adalah Anies Baswedan dan inilah gubernur cemerlang kita. Saya hanya bagian dari mereka, tapi ikut urun sedikit aja,� katanya saat mengisi diskusi di Kantor Sekretariat Nasional (Seknas) Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/4).

�Coba bicara begitu, pasti yang suka Pak Sutiyoso dan Anies bisa coblos dia," sambungnya.

Begitu pula, lanjut dia, dengan berbagai proyek infrastruktur lain yang dirintis oleh para pendahulunya tapi diklaim oleh Jokowi.

"Infrastruktur, saya hanya bangun karena peran Pak Karno dan Soeharto dan ada Pak SBY. Kalau begitu yang suka Soekarno dan SBY bisa coblos dia. Tapi sayangnya itu tidak dilakukan oleh Pak Jokowi," imbuhnya.


Klaim infrastruktur menjadi masalah karena Jokowi tidak mau mengakui kinerja para pendahulunya dan tidak meminta maaf ketika melakukan kesalahan.

�Masalahnya lagi masyarakat Indonesia ini preferensi psikologis lebih besar dari preferensi rasional," pungkasnya. [rm]



Tidak ada komentar