Tangisan Darah Muslim Mali, Duka Duka Muslim Dunia
Oleh : Desi Wulan Sari
Telah terjadi Kekerasan di desa Ogossagou yang menewaskan 134 Muslim Mali secara brutal pada hari Sabtu (23/3). Yang menjadi target adalah etnis minoritas Fulani. Bulan Desember 2018, HRW merilis laporan yang menunjukkan lebih dari 200 kematian warga sipil tahun 2018 di wilayah Mopti Mali dan memperingatkan bahwa kekerasan komunal telah meningkat dengan cepat di sana.
Warga Mali semakin frustrasi dengan kegagalan pasukan pemerintah untuk melindungi mereka dari serangan jihadis dan serangan pembalasan etnis. Tetapi pembantaian warga sipil di desa-desa Ogossagou dan Welingara pada hari Sabtu (23/3) tersebut telah mengejutkan populasi yang sudah lama tidak mengalami pembantaian tanpa ampun semacam itu (matamatapolitik.com, Sumber Reuters, 26/3/2019).
Insiden terbaru ini dianggap paling mematikan dalam konflik yang semakin keras setelah penembakan 50 jamaah Salat Jumat di Selandia Baru baru-baru ini.
Cara-cara mereka membantai dan membunuh Muslim Mali seakan-akan nyawa manusia tidak ada harganya lagi. Pembakaran hidup-hidup, penembakan warga sipil tak bersenjata dan lemah, penghancuran rumah dan desa tanpa menyisakan belas kasihan sedikit pun.
Fakta bahwa Kekerasan yang terjadi saat ini semakin tidak terkendali membuktikan bahwa tidak adanya perlindungan penguasa terhadap umat muslim dunia saat ini. Berbagai alasan dilontarkan sebagai pemicu pergolakan berdarah dimana pun. Bagi umat muslim tetap saja memiliki kesamaan, bahwa Muslim akan selalu menjadi sasaran teror kaum kafir dimana pun mereka berada. Air mata umat Muslim pun sudah menjadi air mata darah para Syuhada yang telah hilang nyawa dan kehormatannya oleh kezaliman para penguasa.
Bahkan organisasi perdamaian seperti PBB pun hanya bungkam. Mereka tidak mampu menggerakkan negara-negara kafir yang sedang menggempur umat muslim dunia untuk menghentikan aksinya. Saat satu negara dalam keadaan perang, dari segi persenjataan dan persiapan logistik tidak berimbang akibat adanya keberpihakan sekutu dan kepentingan negara adikuasa yang memiliki agenda tersembunyi terhadap Islam.
Sikap dunia islam yang terkesan diam terhadap kekerasan yang di alami kaum muslim, memperpanjang derita umat Islam di berbagai belahan dunia. Kaum muslim saat ini menanggung penderitaan yang berkepanjangan.
Karenanya tidak bisa di sangkal lagi umat butuh kekuatan nyata yang mampu menyelamatkan dan melindungi mereka. Umat butuh institusi politik yang independen yang tidak terpengaruh tekanan asing mana pun.
Kepemimpinan Islam Melindungi Kaum Muslimin
Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadits dari jalur Abu Hurairah radhiya-Llahu �anhu, bahwa Nabi shalla-Llahu �alaihi wa Sallama, bersabda:
�Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah �Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.� [Hr. Bukhari dan Muslim]
Maka jelas bagi umat muslim di seluruh dunia, bahwa islam telah mengajarkan dalam AlQuran dan Hadis bahwa pelindung umat Islam adalah seorang pemimpin/imam/khalifah yang mengikuti kehendak Allah SWT untuk senantiasa menjaga dan melindungi umat nya dalam hal kehormatan, kesejahteraan, keamanan, dibawah pemerintahannya yaitu Daulah Islam (Khilafah).
Hal tersebut digambarkan melalui kisah yang masyhur, yaitu saat seorang wanita Muslimah yang dinodai kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa� di Madinah, Nabi shalla-Llahu �alaihi wa Sallama melindunginya, menyatakan perang kepada mereka, dan mereka pun diusir dari Madinah. Selama 10 tahun, tak kurang 79 kali peperangan dilakukan, demi menjadi pelindung [perisai] bagi Islam dan kaum Muslim. Ini tidak hanya dilakukan oleh Nabi, tetapi juga para Khalifah setelahnya.
Harun ar-Rasyid, di era Khilafah �Abbasiyyah, telah menyumbat mulut jalang Nakfur, Raja Romawi, dan memaksanya berlutut kepada Khilafah. Al-Mu�tashim di era Khilafah �Abbasiyyah, memenuhi jeritan wanita Muslimah yang kehormatannya dinodai oleh tentara Romawi, melumat Amuriah, yang mengakibatkan 9000 tentara Romawi terbunuh, dan 9000 lainnya menjadi tawanan. Pun demikian dengan Sultan �Abdul Hamid di era Khilafah �Utsmaniyyah, semuanya melakukan hal yang sama. Karena mereka adalah pelindung [perisai] umat.
Umat Islam, Khilafah dan Khalifahnya sangat ditakuti oleh kaum Kafir, karena akidahnya. Karena akidah Islam, mereka siap menang dan mati syahid. Mereka berperang bukan karena materi, tetapi karena dorongan iman, sehingga rasa takut di dalam hati mereka pun tak ada lagi. Karena itu, musuh-musuh mereka pun ketakutan luar biasa, ketika berhadapan dengan pasukan kaum Muslim.
Kata Raja Romawi, �Lebih baik ditelan bumi ketimbang berhadapan dengan mereka.� Sampai terpatri di benak musuh-musuh mereka, bahwa kaum Muslim tak bisa dikalahkan. Inilah generasi umat Islam yang luar biasa. Generasi ini hanya ada dalam sistem Khilafah.
Karena perlu diketahui secara garis besar, politik Islam merupakan politik Ilahiah, politik kepentingan Allah Swt terhadap alam, dimana itu hanya dapat dimiliki oleh Allah yang diturunkan kepada rasul-Nya Muhammad Saw. Politik Islam ini tidak bisa digunakan oleh siapapun karena hak prerogatif Allah dan rasul-Nya. Ketika kita mengaitkan Islam dengan politik harus sesuai dengan tujuan Islam itu sendiri yaitu menyebarkan rahmat ke seluruh alam. yaitu politik yang memberikan keadilan terhadap umat (semua), tidak membedakan itu muslim atau non-muslim.
Maka harapan umat saat ini adalah mereka ingin darah-darah umat muslim tidak ada lagi yang tumpah karena rasa kebencian dan permainan politik dunia, bahkan hanya sebagai tontonan kezaliman penguasa yang dipenuhi nafsu kekuasaan dunia semata.
Karena itu umat muslim butuh pemersatu umat diantara mereka. Yang dapat saling melindungi satu sama lain sebagai saudara muslim di belahan dunia mana pun. Saatnya meninggalkan keterpurukan umat, hadirkan kembali pelindung yang pernah ada dimasa lalu, yaitu kekhilafahan sebagaimanayang dicontohkan Rasulullah dan Khulafa'ur Rasyidin dulu. Yakinlah bahwa Nasrullah itu akan datang, InsyaAllah.
Wallahu a'lam bishawab.[MO/vp]
Tidak ada komentar