Breaking News

Romahurmuziy Buka Jejak di Seleksi Pejabat Kemenag


NUSANEWS - Genap seminggu sejak terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Romahurmuziy mulai 'bernyanyi'. Mantan Ketua Umum PPP yang karib disapa Rommy itu menyeret sejumlah nama.

Rommy sedikit demi sedikit membuka jejak kasusnya. Namun dia tetap menegaskan diri tidak menerima uang apa pun seperti yang dituduhkan KPK.

Sesaat sebelum menjalani pemeriksaan pada Jumat (22/3/2019), Rommy mengaku memang merekomendasikan nama-nama untuk pejabat di Kementerian Agama (Kemenag). Namun Rommy menyebut rekomendasinya itu sebagai aspirasi yang diserapnya.

"Tapi bahwa meneruskan aspirasi, apa yang saya teruskan bukan main-main," kata Rommy.

Rommy disangka KPK menerima suap dari Haris Hasanuddin dan Muhammad Muafaq Wirahadi. Haris merupakan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur, sedangkan Muafaq sebagai Kepala Kantor Kemenag Gresik. Belakangan, keduanya diberhentikan oleh Kemenag dari jabatannya.

Aspirasi yang disebut Rommy itu diklaim berasal dari tokoh-tokoh tertentu. Rommy menyebut nama seorang kiai, yaitu Kiai Asep Saifuddin Chalim, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

"Contoh, Haris memang dari awal menerima aspirasi dari ulama seorang Kiai Asep Saifudin Halim adalah pimpinan pondok pesantren dan kemudian Bu Khofifah, beliau gubernur terpilih, jelas mengatakan, 'Mas Rommy percayalah dengan Haris karena orang kerja bagus.' Sebagai gubernur terpilih, beliau mengatakan kalau Mas Haris sudah kenal kinerjanya sehingga ke depan sinergi dengan Pempov akan lebih baik," ucap Rommy.

Atas hal itu, KPK sudah meminta Rommy buka-bukaan ke penyidik kalau memang relevan. "Sebenarnya bisa disampaikan langsung pada penyidik, kalau memang relevan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.

"Namun tentu KPK punya tanggung jawab untuk melihat ada atau tidak relevansinya dengan pokok perkara," imbuh Febri.

Menilik ke belakang, Febri menyebut setiap orang yang menjalani pemeriksaan di KPK, baik tersangka maupun saksi, kerap menyebut nama orang lain. Namun dia menyebut KPK tetap harus menguji kebenaran informasi itu.

"Bagi KPK, yang paling penting adalah apakah ada pihak-pihak tertentu yang disebut di ruang pemeriksaan dituangkan dalam berita acara dan dilihat apakah informasi itu didukung dan sesuai dengan bukti-bukti yang lain. Kalau ternyata informasinya berdiri sendiri, maka mungkin saja tidak relevan secara hukum," kata Febri.

SUMBER

Tidak ada komentar