Breaking News

Pro Kontra Qunut Subuh dan Sikap Bijak Para Ulama


Pejuang.Net - Bagi sebagian orang, bicara tentang qunut dalam shalat subuh, mungkin sudah tidak menjadi persoalan lagi. Namun bagi sebagian yang lain, di beberapa daerah, perdebatan soal qunut subuh masih menyisakan banyak polemik. Masing-masing kelompok masih mengklaim dirinya paling benar dan paling �nyunnah�. Sementara di luar kelompok mereka dianggap salah dan menyimpang dari Sunnah Nabi SAW.

Bahkan di beberapa tempat, persoalan ini memicu perpecahan di antara para jamaah. Sebagian yang menggunakan qunut menganggap yang pakai qunut tidak sah salatnya. Sebaliknya, yang tidak melakukan qunut pun menganggap yang pakai qunut bid�ah. Dan sesuatu yang bid�ah akan membatalkan shalat. Walhasil, oleh sebagian orang, qunut ini menjadi standar dalam membedakan antara pemahaman suatu kelompok di masjid tertentu.

Karena itu, rasanya penting bagi kita untuk mengetahui persoalan ini secara utuh. Agar kita tidak mudah terjebak dalam polemik tersebut dan tentunya bisa lebih bijak dalam menyikapinya. Nah, pertanyaanya sekarang adalah bagaimana sebenarnya pendapat para ulama dalam memandang persoalan ini?

Persoalan membaca doa qunut pada shalat subuh ketika i�tidal kedua, merupakan ranah ijtihad yang diperselisihkan oleh ulama salaf. Antara yang melakukan qunut subuh dengan yang tidak, masing-masing memiliki dalil pijakan yang sama dari Nabi SAW. Hanya saja mereka memiliki ijtihad yang berbeda. Karena itu, sebelum mengkajinya lebih jauh, ada satu kaidah yang penting kita pahami bersama bahwa �Al Ijtihad Laa Yunqadhu bil Ijtihad� yaitu suatu ijtihad tidak bisa dimentahkan oleh Ijtihad lainnya. Artinya, karena sama-sama lahir dari ijtihad maka tidak boleh ada sikap saling menyalahkan.

Qunut Dalam Pandangan Empat Mazhab

Para ulama mazhab berbeda pendapat ketika memahami persoalan qunut dalam shalat Subuh.

Menurut Malikiyah (Mazhab Maliki) dan Asy Syafi�iyah (Mazhab Asy Syafi�i) doa qunut pada shalat subuh adalah masyru� (disyariatkan). Malikiyah mengatakan: Disunnahkan berqunut secara sirr (pelan) pada shalat subuh saja, bukan pada shalat lainnya. Dilakukan sebelum ruku setelah membaca surat tanpa takbir terdahulu. Sementara kalangan syafi�iah berpendapat disunnahkan qunut ketika i�tidal kedua shalat subuh, yakni setelah mengangkat kepala pada rakaat kedua, mereka tidak hanya mengkhususkan qunut nazilah saja.

Di antara dalil yang menjadi dasar pegangan mazhab ini adalah sebuah riwayat dari Anas bin Malik dimana beliau berkata:

  ????? ???????? ?????? ????? ???????? ????????? ?????? ??????? ??????? ????? ???????? ??????????? ???????? ????????? ????? ?????? ???????? ????????? ?????? ?????? ???????? ?????? ??????? ??????????

�Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasalam melakukan qunut selama satu bulan, berdoa (untuk keburukan) kepada para pembunuh para sahabat beliau di Bi�r Ma�unah, lalu beliau meninggalkannya, akan tetapi qunut waktu shubuh, maka beliau masih melakukan hingga wafat,� (HR. Al-Hakim, Ad-Daruqutni, Ahmad dalam Musnad, 3/162 dan Al-Baihaqi dalam Sunan Kubra, 2/201)

Hadis ini dinilai shahih oleh sejumlah ulama hadis yang bermazhab Syafii dan Maliki. Al Hafidz Imam Nawawi mengatakan, �Hadits ini diriwayatkan oleh jama�ah huffadz dan mereka menshahihkannya.� Lalu menyebutkan para ulama yang disebutkan Ibnu Shalah dan mengatakan, �Dan diriwayatkan Daraquthni melalui beberapa jalan dengan sanad shahih,� (Al-Khulashah, 1/450-451)

Sedangkan menurut kalangan Hanafiyah (Mazhab Hanafi) dan Hanabilah (Mazhab Imam Ahmad) qunut dalam shalat subuh tidak disyariatkan kecuali bila ada qunut nazilah. Hal ini karena telah diriwayatkan dari Ibnu Mas�ud dan Abu Hurairah Radhiallahu �anhuma:

????? ?????????? ?????? ??????? ???????? ????????? ?????? ??????? ??????? ????? ????????? ???? ????????? ????????? ????? ????????

�Bahwa Nabi Shallallahu �Alaihi wa Sallam berqunut selama satu bulan, mendoakan qabilah di antara qabilah Arab, kemudian beliau meninggalkan doa tersebut.� (HR. Muslim dan An-Nasa�i)

Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah Radhiallahu �anhu, ia berkata:

????? ?????? ??????? ?????? ??????? ???????? ????????? ????? ??? ???????? ??? ??????? ????????? ?????? ???? ??????? ???????? ???? ????? ??????

�Bahwa Rasulullah Shallallahu �Alaihi wa Sallam tidak berqunut pada shalat subuh, kecuali karena mendoakan atas sebuah kaum atau untuk sebuah kaum.� (HR. Ibnu Hibban).

Maknanya, menurut mazhab ini, syariat berdoa qunut pada shalat subuh telah mansukh (dihapus), dan yang ada hanya qunut nazilah.� (Al-Mausu�ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, 27/321-322)

Perlu diperhatikan, kedua pendapat di atas masing-masing memiliki cara penilaian tersendiri ketika memahami hadis-hadis tentang qunut. Bagi kalangan Hanabilah, cara menyimpulkan pendapat di sini lebih kepada penolakan terhadap status keshahihan hadis yang dijadikan pegangan oleh kalangan syafi�iah. Meskipun dipandang lemah oleh kalangan Hanabilah, hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah sallallahu �alaihi wasallam senantiasa melaksanan qunut subuh hingga beliau wafat dinilai shahih oleh mereka sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Nawawi di atas. Berikutnya, menjawab hadis yang dijadikan hujjah oleh kalangan Hanabilah, Imam An-Nawawi berkata:

??? ?????? ?? ???? ??? ???? ????? ??? ???? ?????? ?? ???? :(?? ????)? ??????? ??? ?????? ??? ????? ??????? ??????? ???? ?? ??? ???? ??????? ?? ??? ?????? ?? ??? ?????.. ???? ??????? ?????? ??? ???? ???? ?? ???? :(?? ??? ???? ?? ????? ??? ???? ??????)? ???? ????? ??? ????? ??????�

�Adapun jawaban terhadap hadits Anas dan Abu Hurairah radhiyallahu anhuma mengenai lafadz �kemudian beliau meninggalkannya� maksudnya adalah meninggalkan doa laknat atas mereka saja. Bukan meninggalkan semua qunut atau juga maksudnya adalah meninggalkan qunut tapi qunut yang ada pada selain shubuh. Karena ini sesuai dengan hadits Anas pada lafadz �Rasululloh sallallahu �alaihi wasallam senantiasa berqunut shubuh sampai beliau meninggal dunia� Hadits ini shahih dan sangat jelas sekali. Maka wajib untuk menggabungkan antara dua dalil tersebut.� (Al-Majmu�, 4/671)

Maknanya, kedua pendapat di atas sama-sama memiliki ijtihad yang berpijak kepada hadis Nabi sallallahu �alaihi wasallam. Karena itu, kembali kepada kaidah para ulama yang diungkapkan di atas bahwa �Suatu ijtihad tidak bisa dimentahkan oleh Ijtihad lainnya,� maka sudah sepantasnya kita berlapang dada dan saling toleran terhadap saudara kita yang berbeda pendapat dalam mengkaji persoalan ini.

Sikap Bijak Para Ulama Salaf

Sikap toleransi yang cukup indah ditunjukkan sendiri oleh kedua imam mazhab yang berbeda pendapat di atas. Imam Syafi�i Radhiallahu �Anhu meninggalkan qunut dalam subuh ketika Beliau shalat berjamaah bersama kalangan Hanafiyah di Masjid mereka, pinggiran kota Baghdad. Ulama Hanafiyah berkomentar, �Itu merupakan adab bersama imam.� Lalu ulama Syafi�iah menjawab, �Bukan, bahkan beliau telah merubah ijtihadnya pada waktu itu.� (Al-Mausu�ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, 2/302)

Sikap yang sama juga ditujukan oleh Imam Ahmad rahimahullah. Walaupun beliau termasuk ulama yang membid�ahkan qunut dalam subuh, namun Beliau memiliki sikap yang cukup toleran dalam masalah ini. Hal ini dikatakan oleh Syaikh Al-�Utsaimin, �Imam Ahmad berpendapat bahwa qunut dalam shalat subuh adalah bid�ah. Akan tetapi beliau berkata, �Jika aku shalat di belakang imam yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu, dan aku aminkan doanya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.� (Syaikh Ibnu �Utsaimin, Syarhul Mumti�, 4/25)

Dalam kitab Zaadul Ma�ad, Ibnu Qayyim menyatakan bahwa Nabi sallallahu �alaihi wasallam terkadang meninggalkan qunut dalam subuh dan kadang-kadang beliau juga berqunut. Kemudian setelah mengungkapkan sejumlah pendapat ulama dalam masalah qunut, Ibnu Qayyim menyimpulkan, �Sesungguhnya mereka berqunut karena Rasulullah Shallallahu �Alaihi wa Sallam melakukannya, mereka juga meninggalkannya ketika Rasulullah meninggalkannya, mereka mengikutinya baik dalam melakukan atau meninggalkannya.

Para ahli hadits mengatakan, �Melakukannya adalah sunah, meninggalkannya juga sunah,� Bersamaan dengan itu mereka tidak mengingkari orang-orang yang merutinkannya, dan tidak memakruhkan perbuatannya, tidak memandangnya sebagai bid�ah, dan tidaklah pelakunya dianggap telah berselisih dengan Sunnah.

Sebagaimana mereka juga tidak mengingkari orang-orang yang menolak qunut ketika musibah, mereka juga tidak menganggap meninggalkannya adalah bid�ah, dan tidak pula orang yang meninggalkannya telah berselisih dengan Sunnah. Maka siapa saja yang berqunut dia telah berbuat baik, dan siapa saja yang meninggalkannya dia juga telah berbuat baik.� (Zaadul Ma�ad, 1/274-275)

Demikianlah sikap para ulama dalam memandang persoalan ini. Dapat disimpulkan bahwa permasalahan ini masuk dalam ranah ijtihadiyah yang diperdebatkan para ulama. Kita dituntut agar bijak dalam menyikapinya. Tidak perlu saling mengklaim jika pendapatnya paling benar. Terus yang berbeda dengannya dianggap menyimpang dari Sunnah. Sebab, jika para imam mazhab saja begitu mudah berlapang dada dalam memandang perbedaan ini, lalu bagaimana dengan pengikutnya?

Penulis: Fakhruddin (kiblat)

Publis by : Pejuang.Net � Ikuti kami di channel Telegram : t.me/pejuangofficial

Tidak ada komentar