Kejahatan Seksual Merajalela, Tanggung Jawab Siapa?
Oleh: Eni Mu�tamaroh I
(Anggota MT El Mahira Jombang)
Malam itu, karyawan swasta ini dalam perjalanan pulang dari tempat kerjanya di Kecamatan Ngoro, Jombang. Dia mengendarai sepeda motor seorang diri. Menurut dia, kondisi jalan saat itu sedang sepi dan minim penerangan. "Saya dibuntuti seorang pria. Sampai di jalan gelap, pelaku mepet sepeda saya, tangannya menyentuh buah dada saya."
Sebenarnya kejadian ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya perempuan berinisial L bersama dua temannya mengaku menjadi korban "begal payudara". Kejadiannya sekitar 1,5 tahun yang lalu saat masih sekolah di salah satu SMK di Jombang. Akhir-akhir ini ada juga buruh pabrik asal Kecamatan Jombang mengalami nasib serupa. Para korban merasa takut dan enggan melapor ke Polisi karena tidak ada saksi dan bukti.
Pihak kepolisian pun mengakui susah menjerat pelakunya. "Kalau korban melaporkan kesulitannya di buktinya. Ada nggak orang yang melihat saat kejadian itu. Harus ada saksi," kata Azi saat dihubungi detikcom, Jumat (8/3/2019).
Kejahatan Seksual Bukan Kejahatan Biasa
Sangat disayangkan kesulitan Polisi untuk menjerat pelaku "begal bayudara" dengan alasan tidak ada saksi dan bukti. Padahal pihak yang menjadi korban mengalami trauma bahkan bisa depresi. Harusnya kejahatan ini tak dianggap enteng namanya saja "begal" tidak sekadar mengancam harta tapi juga nyawa. Apalagi yang menjadi sasaran terkait kehormatan perempuan. Hal ini memantik aktivis PMII mengajukan tuntutan pada aksi peringatan Hari Perempuan Internasional di Perempatan Kebon Rojo Jombang.
"Kami mengutuk keras aksi pelecehan terhadap para kaum wanita di Jombang. Kami ingin agar pemerintah dan pihak kepolisian menuntaskan aksi-aksi pelecehan seksual yang akhir-akhir ini semakin marak di Jombang," ungkap salah satu kader PMII Jombang, Imroatus Solihah.
Berbicara tentang kejahatan seksual, Sosiolog Musni Umar menilai Indonesia sudah masuk kondisi darurat kekerasan seksual. Oleh karena itu, solusi yang dia tawarkan adalah pemerintah harus fokus menyelesaikan permasalahan ini mulai dari hulunya. Namun sayang, hal ini belum benar-benar dilakukan dinegara kita yang mayoritas penduduknya muslim. Faktor-faktor pendorong kejahatan seksual masih marak ditengah masyarakat. Konten pornografi termasuk penyumbang terbesar bobroknya moral pelaku kejahatan seksual. Hampir setiap pelaku mengaku melakukan kejahatan seksual karena terpengaruh bahkan kecanduan video porno.
Maraknya pornografi merupakan ekspresi kebebasan dalam kehidupan. Ide kebebasan yang dikenal dengan Liberalisme ini lahir akibat manusia memisahkan urusan kehidupannya dengan agama, yang disebut dengan Sekulerime. Akibatnya menggeser nilai spritual dan ketakwaan. Membuat orang merasa tak butuh aturan untuk mengendalikan hawa nafsu. Justru pelampiasan bebas hawa nafsu ini menjadi kesenangan dalam hidupnya.
Tanggung Jawab Siapa?
Hidup dalam masyarakat bernegara, tentu kepala negara merupakan penanggung jawab utama atas segala persoalan rakyatnya. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan ini. Mulai dari Edukasi, advokasi, pendampingan hingga penggodokan berbagai macam UU terkait Pornografi dan perlindungan atas kejahatan seksual. Namun faktanya, kejahatan seksual kian merajalela. Mengapa? Sebab segala upaya yang dilakukan masih bersandar pada prinsip Liberalisme dan Sekulerime. Agama tidak sepenuhnya digunakan untuk menyelesaikan persoalan manusia. Negara pun, tak menjadikan agama sebagai landasan hukum yang diterapkan dalam negara.
Khilafah Menjaga Kehormatan Perempuan
Hal ini mengingatkan pada kisah sejarah masa Khilafah Bani Abbasiyah yang terjadi sekitar 1217 tahun yang lalu. Al-Mu'tashim Billah, kepala negara yang menyahut seruan seorang budak Muslimah yang konon sedang berbelanja di pasar. Kemudian dia diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi. Kainnya dikaitkan pada paku sehingga ketika ia berdiri tersingkaplah sebagian auratnya.
"Waa... Mu'tashimaah!." (dimana engkau wahai Mu'tashim... Tolonglah aku!). Perempuan tersebut berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu'tashim Billah. Setelah mendengar laporan ini, Al-Mu'tashim langsung menurunkan pasukannya menyerbu kota Ammuriah (Turki). Ada yang meriwayatkan panjang barisan pasukan yang dikerahkan tidak putus dari gerbang pintu istana Khalifah di kota Bagdad hingga Ammuriah (Turki).
Masya Allah, tampak kesungguhan Khalifah dalam menjaga kehormatan perempuan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan sistem pemerintahan sekarang. Kejahatan seksual merajalela. Perempuan menjadi korban, namun tak ada solusi tuntas. Maka, akankah sistem kehidupan seperti ini patut dipertahankan? Jutaan kehormatan perempuan terancam. Tidak hanya perempuan di negeri ini, perempuan diluar negeri pun nasibnya tak jauh beda. Sosok seperti Khalifah Al-Mu'tashim Billah saat ini dibutuhkan. Kebijaksanaanya, keberaniannya bukan semata-mata karena sosok kepemimpinnnya. Namun juga karena sistem pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah Khilafah Islamiyah. Sistem pemerintah yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-sunnah. [MO/AS]
Tidak ada komentar