Breaking News

Ikatan Nasionalisme, Tak Sekuat Ikatan Aqidah

Oleh : Rusdah 
(Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat)

Mediaoposisi.com-95 tahun sudah dunia tidak menerapkan aturan Allah secara kaffah. Banyak saudara kita yang menderita karena kejamnya penguasa. Muslim Uighur, Rohingya, Syam dan belahan dunia lainnya, mereka menangis, menjerit meminta pertolongan saudara seiman dan seaqidah untuk menjamin kebebasan mereka.

Namun nampaknya penguasa negara diam seribu kata, tak ada yang bisa mereka lakukan demi menyelamatkan saudara kita.

Ikatan Nasionalisme membuat muslim terpisah dengan muslim lainnya karena perbedaan wilayah.  Sekalipun negara tersebut dengan mayoritas muslim, namun jumlah tidak menjadi kekuatan untuk menolong yang lemah. Justru karena urusan dunia, mereka sibuk memperkaya diri demi kepentingan pribadi.

Inilah yang terjadi di sistem kapitalis, segala sesuatu berdasarkan asas manfaat. Jika menguntungkan maka akan mereka ambil, tanpa memperhatikan apakah keputusan tersebut berdampak buruk bagi orang lain.

Virus kapitalis telah merambah ke setiap negara termasuk negara muslim seperti Arab Saudi. Negara yang kaya akan sumber dayanya, serta terkenal dengan penerapan peradilan Islamnya, mereka turut serta dalam persaingan ekonomi bersama negara maju.

Berbagai perjanjian kerjasama dilakukan dengan negara yang dianggap mampu menunjang pertumbuhan perekonomiannya, seperti Cina, Amerika Serikat,Perancis dan Jepang.

Cina adalah investor utama bagi Arab Saudi. Pada tahun 2016 terdapat empat sektor utama investasi Cina yaitu sektor bahan kimia yang mencapai 120 juta dolar AS, sektor transportasi dengan jumlah investasi sekitar 180 juta dolar AS, sektor energimencapai 330 juta dolar AS, dan yang paling besar adalah sektor perumahan mencapai 620 juta dolar AS.

Disisi lain, Arab Saudi juga melakukan investasi di Cina. Berdasarkan data dari National Bureauof Statistics of China, total investasi Arab Saudi di tahun 2015 mencapai227,7 juta dolarAS.

Selain menjalin kerjasama investasi, Arab Saudi dan Cina juga menjalin kerjasama perdagangan. Arab Saudi menjadi penyokong minyak terbesar Cina.

Namun, nampaknya posisi Arab Saudi akan tergerus oleh Rusia. Sebab, sejak November 2017 lalu, Cina menaikkan impor minyak dari Rusia. Tentu kondisi ini menjadi ancaman bagi Arab Saudi untuk mempertahankan posisinya sebagai raja minyaknya Cina.

Tak hanya investasi dan perdagangan, kerjasama yang dijalin hingga bidang pendidikan. Pemerintah Arab Saudi akan memasukkan bahasa Cina ke dalam kurikulum pendidikan.

Rencana ini diharapkan semakin memperkuat persahabatan dan kerjasama bilateral, mampu meningkatkan keragaman budaya, serta membantu tercapainya visi kerajaan 2030.

Didalam suatu kerjasama antarnegara, tentu prinsip yang dijalankan adalah win-win solution. Tetapi, keuntungan yang diterima hanyalah dari segi dunia, sedangkan sisi lainnya diabaikan. Begitupun kerjasama yang dijalin oleh Arab Saudi dan Cina.

Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman menyatakan dukungannya terhadap pembangunan kamp konsentrasi untuk Muslim Uighur. Dia meyakini bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk melawan tindak terorisme dan esktrimisme muslim Uighur.

Gemerlapnya dunia memang membutakan mata manusia. Kewajiban untuk membantu sesama bukanmenjadi perhatianutama. Tindakan pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan pemerintah Cina justru didukung oleh negara mayoritas muslim.

Kondisi ini menjadi senjata bagi kelompok pembenci Islam untuk semakin menggencarkan serangan terhadap muslim minoritas disuatu negara.

Berbagai permasalahan muncul secara sistematis. 

Mulai dari masalah ekonomi, sosial, budaya,politikhingga masalah yang menyangkut kemanusiaan. Segala problematika umat yang terjadi saat inidisebabkan oleh penerapan sistem kufur.

Sistem yang mengangungkan aturan buatan manusia yang lemah, terbatas dan tidak luput dari nafsu belaka. Sedangkan aturanSang Pencipta diabaikanjustru dianggap tidak relevan dengan keadaan
.
Bukankah Allah telah sempurnakan agama Islam untuk seluruh umat hingga akhir zaman?
Dibelahan dunia lain banyak muslim yang menderita. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, kebebasan beribadah saja tidak bisa dinikmati.

Muslim yang taat dicap fanatik, radikal, intoleran, teroris, dan berbahaya. Sedangkan muslim yang kekinian dan mengikuti tren barat dianggap cinta negera dan mampu membawa peradaban yang gemilang.

Inilah kenyataan yang sedang kita hadapi. Moral bangsa semakin tergerus oleh kemajuan teknologi yang disalahgunakan oleh oknum pembeci Islam.

Peradaban yang gemilang tidak akan tercapai jika di dalamnya terdapat pengabaian hukum Islam. Sebab, kemajuan suatu bangsa hanya akan tercapai jika generasi muda memiliki pemikiran yang ideologi dan kritis.

Menganggap semua saudara seiman dan seaqidah adalah bagian dari hidupnya. Jika muslim lain menderita, maka dia akan ikut merasakan kesakitan yang dialami.

Sebagai seorang muslim, kita patut menyandarkan segala tindakan dan keputusan berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah. Sebab dunia bukanlah milik kita, diri sendiri saja tidak bisa dikendalikan, apalagi sebuah negara yang perluaturan.

Saat ini belum ada negara yang patut dijadikan panutan dalam penerapan aturan yang haqiqi. Sekali pun negara dengan mayoritas muslim.

Ikatan aqidah adalah ikatan yang paling kuat. Tidak membatasi kepentingan hanya karena wilayah, suku, keturunan ataupun golongan. Mereka akan memandang penderitaan saudaranya perlu dipikirkan. Mencari akar permasalahan dengan solusi yang tuntas bukan yang pragmatis.

Menjalankan aturan Yang Maha Tahu diseluruh aspek kehidupan menjadi kewajiban. Karena sejarah membuktikan bahwa prinsip win-win solution yang haqiqi hanya akan dirasakan seluruh kalangan jika aturan yang dijalankan sesuai dengan fitrah manusia.

Aturan yang mampu menjamin kesejahteraan dan kecukupan kehidupan rakyatnya, hingga tak ada satupun yang merasa dirugikan.[MO/ad]

Tidak ada komentar