Duka Newzeland, Islamophobia dan Hipokrasi Media
Oleh Ratih Paradini
(Dokter Muda, Aktivis Dakwah)
Mediaoposisi.com-Belum sembuh luka suriah ada lagi darah yang tertumpah, belum terbebas mesjid al-aqsa bertambah lagi nyawa melayang diatas sejadah, belum habis luka rohingya muncul lagi duka di New Zealand.
Penembakan brutal yang dilakukan secra live di mesjid Al-Noor Christchurch menewaskan 50 orang.
Padahal Newzeland adalah salah satu negara dengan tingkat kriminalitas cukup rendah, bahkan Global Peace Index 2018 menunjukkan New Zealand sebagai negara paling aman di dunia setelah Islandia
Salah seorang pelaku bernama Brenton Tarrant mengaku tidak menyesal "Saya hanya berharap saya bisa membunuh lebih banyak penyusup, juga lebih banyak pengkhianat."
Islamophobia jadi pemicu utama, Motif ideologis bukan saja tercermin dari tindakannya yang bengis, tulisan-tulisan disenjatanya menjelaskan sebuah alasan dan inspirasinya melalukan tindak teror.
Beberapa diantaranya
1. Wina 1683 - Pertempuran Wina antara orang Kristen dan Turki
2. Feliks Kazimierz Potocki - seorang pemimpin militer Polandia yang secara teratur berperang melawan Tatar dan Turki
3. Josu� Est�banez - seorang korban pembunuhan Spanyol
4. Acre 1189 - Pengepungan Acre ketika Raja Guy dari Yerusalem bentrok dengan Saladin, pemimpin Muslim di Suriah dan Mesir
5. Iosif Gurko - marhsal lapangan Rusia selama Perang Rusia-Turki
6. Sigismund dari Luksemburg - Emporer Romawi, Raja Hongaria, Kroasia, Jerman, Bohemia, dan Italia pada pergantian abad ke-15
7. Sebastiano Venier - pemimpin dalam Pertempuran Lepanto melawan Turki pada 1571
8. Marcantonio Colonna - Laksamana armada Kepausan di Pertempuran Lepanto
9. Khotyn 1621 - pertempuran di mana Polandia menahan Turki
10. Vac 1684 - pertempuran antara Kekaisaran Ottoman dan Kekaisaran Romawi Suci
Jelas pelaku bukan sekedar iseng, ia seorang yang kenal sejarahnya dan terinspirasi melakukan perbuatan bar-bar karena kebenciannya terhadap Islam.
Disatu sisi ini bukan kali pertama terjadi pembantaian terhadap muslim berulang kali dialami, padahal Rasulullah bersabda "�Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.� (HR. Nasai & Turmudzi).
Nyawa kaum muslim seolah tanpa harga sebab ketiadaan perisai yang melindunginya. Kaum muslim yang terpecah tak memiliki kuasa, negeri-negeri muslim dikangkangi oleh kekuatan negara Barat adidaya, penguasa muslimpun hanya jadi boneka.
Dulu ketika Khalifah Mu'tashim Billah mendapat kabar ditawannya seorang muslimah oleh bangsawan Romawi, tak tanggung-tanggung ia kerahkan pasukannya
Bahkan digambarkan kepala pasukan sudah sampai di Kota Ammuriyah tempat wanita tersebut ditawan sedangkan ekornya (pasukan) masih ada di Baghdad, untuk selamatkan satu nyawa saja bahkan satu Kota tertaklukkan.
Hipokrasi Media
Tindakan keji ini jelas perbuatan teroris. Dalam KBBI terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktik tindakan teror,
Namun media-media mainstream menyebutnya sebagai gun-man (lelaki bersenjata).
Media Selandia Baru menyebut para pelaku penembakan sebagai gunmen.
Pemberitaanya berbeda ketika muslim jadi pelakunya, bahkan meski pelaku masih terduga sudah diberi sematan teroris.
Bila pelakunya muslim Intensitas pemberitaannya akan masif kalau perlu 7 hari 7 malam ditayangkan TV, bukan hanya kasus bahkan riwayat organisasi dan buku-buku agama bacaan pelaku akan jadi sorotan untuk membentuk framing.
Hingga terbentuk program deradikalisasi dalam rangka memberangus akar ideologi para teroris. Namun rasanya saya pesimis program deradikalisasi yang dibentuk mampu memberangus teroris macam Brenton Tarrant sebab pemaknaan teroris selama ini dibangun atas framing Islam adalah teroris, materi deradikalisasi yang terbentuk hanya menyasar extremisme Islam.
Fraser Anning seorang senator Australia bahkan menyalahkan peningkatan jumlah kaum muslimin menjadi pemicu terjadinya penembakan.
Muslim yang jadi korban muslim pula yang disalahkan. Pernyataan tidak simpatik itu membuat serorang anak 17 tahun melemparkan telur ke kepala Fraser Anning.
Ditengah viralnya berita tentang New Zealand beredar pula broadcast tentang himbauan tak usah menyebarkan video penembakan tersebut karena itu yang diinginkam pelakunya.
Bukan sekedar anjuran pihak Facebook,Youtube dan Google juga segera menghapus sebaran video tersebut. Bila karena alasan kontennya mengandung kekerasan mengapa video kejahatan lainnya masih juga beredar ?
Selama ini bila ada tragedi kaum muslim menjadi pelaku terorisme media ramai-ramai menggoreng tanpa mempedulikan apakah yang dilakukan oknum tersebut benar atau salah dalam pandangan Islam, pokoknya dia muslim, berjenggot mengucapkan Allahuakbar apalagi memegang bendera Tauhid
Tak peduli dengan berbagai kejanggalan kasus maupun aroma konspirasi kasus, lensa media akan tetap ramai menyorot dan bembombardir dengan narasi-narasi sudutkan Islam. Begitulah hipokrasi media.
Bila Islam jadi korban tak usah selalu diumbar, tutupi kalau perlu alihkan dengan isu yang lebih seksi.
Maka bungkam bukan jadi pilihan, menyuarakan opini agar Islam tak terus disudutkan dan dikriminalkan, maraknya Islamophobia juga efek dari narasi-narasi media yang selalu memframing buruk Islam bukan.[MO/ad]
Post Comment
Tidak ada komentar