Breaking News

Ketika Buruh Dianak Tirikan Pemerintah



Oleh: R. Alnadra 
(Pemerhati Media)  

Mediaoposisi.com-Aksi mogok ribuan buruh di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Desa Bahodopi, Kabupaten Morowali, Kamis (24/1). Untuk mendesak Gubernur Sulawesi Tengah mengeluarkan keputusan menaikkan UMSK tahun 2019 berujung bentrok dengan aparat keamanan perusahaan.

Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dhakiri menanggapinya dengan bantahan aksi mogok yang dilakukan ribuan buruh tersebut dilakukan oleh pekerja asing asal China. Ia juga mengatakan, bahwa peristiwa itu tidak berkaitan dengan penolakan tenaga kerja asing (TKA) yang berasal dari negeri 'Tirai Bambu'. Melainkan, terkait dengan Upah Minimum Sektoral (UMSK) di Kabupaten Morowali. (CNNIndonesia.com)

Kontras dengan pernyataan Menteri Ketenagakerjaan, Erik Yunanto dalam tulisannya di Kompasiana.com. Ia mengungkap sejumlah fakta di lapangan mengenai tuntutan para pendemo. Diantaranya selain menuntut ditetapkan UMSK Kabupaten Morowali tahun 2019 sebesar 20%. Buruh juga menuntut perusahaan untuk membangun fasilitas buruh yang layak. Kemudian menolak dominasi tenaga kerja asing di PT. IMIP  untuk memprioritaskan tenaga kerja lokal. Lalu apa akar permasalahan sebenarnya dalam peristiwa ini?

Akar Permasalahan
Peristiwa demonstrasi buruh di Morowali, merupakan satu dari deretan kasus konflik buruh yang terjadi di negeri ini. Adalah dampak dari sistem kapitalis neoliberal yang menganaktirikan buruh dalam negeri dengan TKA (Tenaga Kerja Asing) yakni pekerja China. Terutama sejak diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres)  Nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) oleh Presiden Jokowi akhir Maret lalu.

Deputi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi menilai Perpres tersebut salah satunya yakni menghilangkan aturan Izin Penempatan Tenaga Kerja Asing (IPTA). Maka menurutnya akan menimbulkan potensi TKA yang masuk ke Indonesia lebih banyak. Tak hanya soal izin,  persyaratan TKA yang harus berkompeten juga hilang. Hal itu memberikan kelonggaran pada TKA (Republika, 17/04/2018)

Sementara itu dari data Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kemnakertrans) per Maret 2018 menyebutkan sekitar 126 ribu tenaga kerja asing ada di Indonesia. Angka ini melonjak 69,85 persen dibandingkan jumlah tenaga kerja asing pada Desember 2016, yang masih 74.813 orang. Mayoritas TKA tersebut berdasarkan data IMTA berasal dari China sebesar 21 ribu orang. (Republika.co.id)

Hal ini disinyalir tak lepas dari keikutsertaan Indonesia dalam ACFTA (Asean China Free Trade Association) dan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Keduanya merupakan organisasi perdagangan multilateral yang berada di bawah naungan WTO. Imbasnya dengan kebijakan pembukaan pasar dalam negeri secara luas, dengan begitu dapat dimasuki barang-barang industri dari negara yang ikut dalam perjanjian tersebut, termasuk di dalamnya jasa tenaga kerja. Dari tenaga ahli sampai buruh kasar, maka tak heran jika serbuan buruh TKA China di Morowali membuat buruh lokal menjerit.
   
Selain itu Ombudsman RI bahkan pernah merilis temuan bahwa para tenaga kerja asing (TKA) bekerja sebagai tenaga kasar dengan bayaran yang tiga kali lipat lebih tinggi daripada pekerja lokal.  Selain gaji lebih baik, para TKA juga mendapatkan mess dan fasilitas yang lebih baik dari pekerja lokal.
 
Menurut pantauan Tempo, di kawasan PT IMIP tersebut, terdapat sekitar 12 gedung yang disediakan untuk menampung para TKA China. Terdiri dari kantor, dapur dan kantin. Di dalam kawasan mess ini juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti lapangan voli, badminton dan lapangan futsal serta taman yang digunakan untuk bersantai. (07/08/2018)
Islam Menangani Perburuhan
   
Masalah perburuhan dalam sistem Kapitalisme, dasar yang digunakan yaitu kebebasan kepemilikan, kebebasan bekerja dan standarisasi biaya hidup terendah sebagai tolak ukur penentuan gaji buruh.  Dengan kata lain buruh hanya mendapatkan upah sekadar untuk mempertahankan hidup mereka.
   
Sedangkan dalam islam tidak mengenal kebebasan kepemilikan maupun kebebasan bekerja. Melainkan faktor halal dan haramlah yang menentukan status kepemilikan seseorang maupun tolak ukur perbuatan manusia. Semuanya harus terikat dengan cara yang ditentukan oleh syariah.
   
Soal upah buruh, dalam islam standar yang digunakan adalah manfaat tenaga dan bukan  biaya hidup terendah, namun sesuai dengan ketentuan upah sepadan yang berlaku di tengah masyarakat.
   
Negara juga bertanggungjawab memberikan jaminan kepada rakyatnya agar bisa memenuhi kebutuhan pekerjanya bukan kewajiban majikan atau perusahaan. Seperti pembangunan infrastruktur tempat tinggal yang layak untuk seluruh lapisan masyarakat.
 
Adapun soal TKA yang berasal dari wilayah kafir harbi fi'lan seperti China--yang memerangi umat islam di Uighur, jelas tidak diperbolehkan berdagang dan bekerja di wilayah Islam. Hal ini dianggap sebagai pelanggaran hukum, dan merupakan tindak kriminal. Untuk itu negara akan menindak tegas pelanggaran tersebut. Berupa dideportasi, dipenjara atau sanksi lain yang dianggap tepat oleh hakim.
 
Senada dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon, bahwa pemerintah seharusnya menciptakan regulasi yang meningkatkan kesejahteraan para buruh dan pro pada kesejahteraan buruh.
   
Meremehkan isu soal TKA menunjukkan sikap abai penguasa terhadap problem dasar yg melingkupi masyarakat secara umum. Sehingga  sistem ini harus segera diganti dengan sistem islam. Agar rahmat islam bisa dirasakan oleh umat.[MO/sr]

Tidak ada komentar