Dimana Figur Penguasa yang Hanya Takut pada Allah SWT?
Oleh: Anisa Rahmi Tania (Aktivis Muslimah)
Mediaoposisi.com-"Tidak ada yang saya takuti untuk kepentingan nasional, rakyat, bangsa Negara. Tidak ada yang saya takuti kecuali Allah SWT untuk Indonesia maju.� (sinarharapan.co)
Demikian steatment akhir yang disampaikan capres 01 di debat Pilpres kedua, 17 Februari 2019 lalu. Terlampau manis ucapan yang disampaikan sang petahana bagai madu asli berkualitas tinggi. Namun ucapan manusia tak ada yang bisa menjamin. Bisa terlontar begitu saja dengan mudahnya walau tanpa realitas. Jika manisnya madu dapat kita kecap rasanya dengan lidah. Ucapan manis seseorang tak bisa dirasa sebelum benar-benar terlihat kebenarannya.
Ucapan hanya takut pada Allah seharusnya dibuktikan lewat tindakan bukan dengan ucapan. Jika LGBT dilegalkan tanpa dianggap sebagai tindakan kriminalitas, jika para ulama dikriminalisasi, jika penista agama malah dilindungi. Itukah yang namanya takut pada Allah semata?
Keresahan masyarakat bertambah dengan akan segera disahkannya RUU P-KS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Sebelum adanya RUU P-KS itu saja perzinaan, kumpul kebo, dan free seks sudah sangat marak, apalagi jika RUU tersebut sudah disahkan, maka hanya akan menambah derasnya aktivitas perzinaan di negeri ini. Jika benar bahwa beliau hanya takut pada Allah, semestinya ada langkah sigap untuk menangkal aktivitas maksiat tersebut.
Tidak sampai di sana, tentu masyarakat tak lupa bahwa ada upaya-upaya membungkam dakwah yang jelas nyata terlihat. Organisasi yang aktif menyuarakan ajaran Islam, dibubarkan dengan alasan yang tidak masuk akal. Termasuk mengkriminalisasi Khilafah. Khilafah yang sejatinya termasuk ajaran Islam dianggap sebagai sebuah paham yang berbahaya bagi keutuhan bangsa. Padahal para ulama terdahulu tak berbeda pendapat berkaitan dengan keharusan memperjuangkannya.
Terlebih Allah menyatakannya secara tersirat dalam Alquran surat An Nur ayat 55:
�Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan amal sholeh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam). dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku sengan sesuatu apapun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu maka mereka itulah orang-orang yang fasik.�
Begitupun dalam berbagai hadis dan jejak sejarah yang telah dilakukan oleh generasi sahabat Rasulullah, para Khulafaur rasyidin, dan para khalifah sepeninggalnya. Namun, pemerintah saat ini ingkar terhadap bukti dan dalil-dalil tersebut. Tetap pada argumentasinya yang didasarkan pada pemikiran mereka yang lemah.
Tindakan-tindakan di atas jelaslah bukan gambaran dari takutnya seorang hamba terhadap Tuhannya. Gambaran di atas malah mencerminkan tindakan sombong dan bohongnya penguasa. Ia sombong dengan mengabaikan seruan dakwah untuk taat pada Allah SWT, dan ia bohong terhadap apa-apa yang telah dia ucapkan. Demikianlah karakter penguasa di zaman sekuler saat ini. Nyatanya tidak akan pernah tampak rasa takut pada Allah di dalam dirinya selain dari kebohongan.
Gambaran rasa takut seorang penguasa terhadap Allah SWT, hanya dapat kita lihat dari penguasa muslim yang menerapkan Islam secara menyeluruh. Siapa tak kenal Umar Bin Khattab? Sosok sangar, tegas, dan kasar sebelum masuk masuk Islam, bahkan beliau dijuluki sebagai petarung pasar Ukasy yang selalu menang menaklukan �preman� Arab kala itu. Namun setelah beliau memeluk Islam dan menjadi Khalifah, beliau termasuk orang yang sangat penakut. Takut terhadap pertanggungjawaban kepemimpinannya di hari perhitungan kelak.
Karena rasa takutnya, beliau rela berjalan di tengah malam memantau kondisi rakyatnya. Beliau menyusuri setiap jengkal kampung untuk mengetahui dan memastikan rakyatnya tak kekurangan suatu apapun. Hingga beliau tak bisa memejamkan mata karena khawatir ada keledai yang terperosok dikarenakan jalan yang berlubang.
Ada pula Umar di generasi selanjutnya yang selalu memenuhi hidupnya dengan rasa takut. Dialah Umar Bin Abdul Aziz. Khalifah ke delapan Daulah Bani Umayyah ini mengucapkan Innalillahi wainna Ilaihi roji�un sesaat setelah dibaiat sebagai Khalifah. Beliau sangat takut dengan amanah yang disematkan pada dirinya. Takut Allah akan murka apabila beliau tidak menjalankan tugasnya sebagai seorang Khalifah dengan benar.
Sejarah telah menjadi saksi, Umar Bin Abdul Aziz dengan kejujuran,keadilan, dan kewibawaannya sebagai seorang pemimpin, Beliau telah sukses melebarkan sayap dakwah dan Daulah Islamiyah hingga Maroko, Aljazair, Tunisia, Mesir, Hijaz, Najed, Yaman, Suriah, Palestina, Yordania, Libanon, Iraq, bahkan Samarkand. Dengan capaiannya yang gemilang tersebut beliau tetaplah menjadi seorang yang sederhana. Beliau tinggal di sebuah rumah kecil yang tidak lebih bagus dari rumah penduduk pada umumnya.
Bahkan, saking takutnya dengan sesuatu yang menyangkut kepentingan publik dalam jabatannya, beliau begitu berhati-hati dengan fasilitas Negara meskipun itu hanyalah sebatang lilin. Pernah seorang gubernur menghadap untuk menyampaikan tentang jalannya roda pemerintahan. Semuanya dilaporkan dengan baik. Namun begitu gubernur tersebut menanyakan bagaimana kondisi kesehatan Khalifah dan kesejahteraan keluarganya, serta merta Umar mematikan lilin dan meminta pelayan menyalakan lampu dari rumahnya.
Gubernur tersebut terheran-heran, lantas Umar menjelaskan:
�Wahai hamba Allah, lilin yang kumatikan itu adalah harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika aku bertanya kepadamu tentang urusan mereka maka lilin itu dinyalankan demi kemashlahatan mereka. Begitu kamu membelokkan pembicaraan tentang keluarga dan keadaanku, maka aku pun mematikan lilin milik kaum muslimin.�
Luar biasa, begitulah figur yang seharusnya tampak dari seorang penguasa yang takut hanya pada Allah. Penguasa yang taat pada syariah-Nya, yang tak mengabaikan nash-nash-Nya, dan amanah dengan segala tanggungjawab yang diembannya.
Wallahu�alam bishawab.[MO/AS]
Tidak ada komentar